Mohon tunggu...
Hasby Sidiqi
Hasby Sidiqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

MAHASISWA UIN RADEN FATAH PALEMBANG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberagaman Etnis dan Politik Identitas dalam Pemilu di Indonesia

9 Juni 2024   18:03 Diperbarui: 9 Juni 2024   18:16 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keberagaman Etnis dan Politik Identitas dalam Pemilu di Indonesia

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman etnis yang luar biasa. Dari Sabang sampai Merauke, terdapat lebih dari 300 kelompok etnis yang masing-masing memiliki budaya, bahasa, dan adat istiadat yang unik. Keberagaman ini sering kali menjadi potensi besar dalam memperkaya kehidupan sosial, namun dalam konteks politik, terutama pemilihan umum (pemilu), keberagaman etnis seringkali memunculkan tantangan tersendiri. Politik identitas menjadi fenomena yang tidak bisa dihindari dan mempengaruhi dinamika pemilu di Indonesia.

 Keberagaman Etnis di Indonesia

Indonesia adalah rumah bagi berbagai suku bangsa seperti Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, Bugis, dan banyak lainnya. Masing-masing kelompok etnis ini memiliki identitas budaya yang kuat yang mencakup bahasa, agama, adat istiadat, dan tradisi. Sebagai contoh, suku Jawa yang merupakan mayoritas penduduk di Pulau Jawa, memiliki budaya dan tradisi yang berpengaruh besar dalam kehidupan politik dan sosial di Indonesia.

 Politik Identitas dalam Pemilu

Politik identitas merujuk pada penggunaan identitas etnis, agama, atau kelompok sosial tertentu untuk meraih dukungan politik. Di Indonesia, politik identitas sering terlihat dalam kampanye pemilu, di mana calon-calon dan partai politik menggunakan identitas etnis dan agama untuk menarik simpati pemilih. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada pemilu tingkat nasional tetapi juga di tingkat daerah.

Dampak Politik Identitas

1. ''Polarisasi Sosial": Politik identitas cenderung mempolarisasi masyarakat. Pemilih sering kali lebih memilih kandidat yang berasal dari kelompok etnis atau agama yang sama, yang bisa menyebabkan fragmentasi sosial.

2. "Konflik dan Ketegangan": Penggunaan politik identitas dapat memicu konflik antar kelompok etnis atau agama, terutama jika isu-isu sensitif dieksploitasi dalam kampanye politik.

3. "Marginalisasi Kelompok Minoritas": Politik identitas juga dapat mengarah pada marginalisasi kelompok minoritas. Kandidat dari kelompok minoritas sering kali mengalami kesulitan untuk mendapatkan dukungan yang luas karena dominasi kelompok mayoritas.

 Kasus: Pemilu 2014 dan 2019

Pemilu presiden tahun 2014 dan 2019 di Indonesia menunjukkan bagaimana politik identitas dimainkan secara signifikan. Dalam kedua pemilu tersebut, isu agama dan etnis menjadi sorotan utama. Pada pemilu 2014, persaingan antara Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto memperlihatkan bagaimana identitas Jawa dan keislaman menjadi topik kampanye yang intensif. Begitu pula pada pemilu 2019, di mana kedua calon yang sama kembali bersaing, penggunaan identitas agama semakin menguat dengan mobilisasi massa berbasis agama seperti Aksi 212.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun