Mohon tunggu...
Ibsah M
Ibsah M Mohon Tunggu... Wiraswasta -

orang biasa yang terus belajar dan berdamai dengan diri dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Siasat Membaur untuk Merebut Istana Kembali

17 Januari 2015   20:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:56 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diceritakan di sekuel 'Syarat Benteng', Senopati Jalasutra berhasil menguping pembicaraan rahasia antara pendekar dari Negeri Dataran Biru dan Tetangga antah berantah. Yang didengarnya adalah konflik yang terjadi di antara mereka. Kelompok pendekar dari Negeri tetangga kerajaan antah berantah merasa sudah selesai dengan tugas mereka dan menagih pembuatan benteng yang mereka janjikan dalam kesepakatan kerjasama. Namun kelompok pendekar dari Negeri Dataran Biru berpikir sebaliknya karena belum menangkap sang prabu dan Dewi Rempah Wangi. Mereka akhirnya sepakat dengan jalan tengah berupa tenggat barang sepekan atau 2 pekan untuk memenuhi janji itu. Waktu dua pekan itu akan mereka gunakan untuk mengejar dan menangkap sang prabu Radmila Sangkara dan Dewi Rempah Wangi dengan dibantu Punggawa wasita. Seperti yang telah pembaca ketahui, punggawa Wasita ini merupakan abdi dari Prabu Radmila Sangkara.

Senopati Jalasutra yang berkelebat secepat badai meninggalkan Istana antah berantah, akhirnya sampai ke tempat dimana Panglima Kebosora, Begawan Sokalima beserta pendekar dari Negeri Seberang berkumpul. Diapun segera menceritakan informasi yang Dia dengar dengan Kuping Kepalanya sendiri. Panglima Kebosora dan Sokalima manggut-manggut. Setelah berembug sebentar, akhirnya diputuskan bahwa semua prajurit tempur kembali ke rumah masing-masing. Mereka hendaknya membaur dengan penduduk biasa sambil menunggu sandi atau tanda yang memanggil mereka untuk berkumpul di alun-alun kotaraja. Sandi yang menandakan bahwa mereka sudah siap menggelar perang dan menggempur Istana antah berantah.

Sementara itu Panglima Kebosora dan pendekar yang lain berbagi tugas, waktu dan tempat dalam pengintaian. Secara garis besar, siasat mereka sudah bisa dibaca yaitu menunggu kelompok pendekar dari Negeri dataran biru keluar Istana untuk mengejar sang Prabu. Merekapun yakin, bahwa para pendekar dari Negeri tetangga akan segera meninggalkan Istana antah berantah. Dengan begitu kekuatan mereka akan berkurang banyak. Pada saat itulah mereka akan melakukan penyerangan untuk merebut kembali Istana antah berantah dari tangan pendekar Negeri Dataran Biru. Sungguh sederhana sekali strategi mereka, namun tidak bisa dilaksanakan dengan grusa-grusu.

Sejenak kita beralih ke perjalanan sang prabu dan keluarganya menembus lorong bawah Istana. Seperti diketahui bersama, lorong itu bermuara di serambi hutan Dandaka. Hutan rimba yang masih liar, penuh dengan binatang buas pemangsa manusia dan manusia jenis predator yang amat buas merampas harta benda dan nyawa makhluk hidup.

Mereka akhirnya sampai juga di ujung lorong. Semuanya tersenyum puas dan senang dengan suksesnya perjalanan mereka. Namun mereka sedikit kaget, karena mereka tidak membayangkan bahwa hutan yang ada dihadapan mereka benar-benar hutan rimba. Pohon-pohon besar tumbuh dengan angkuhnya dan tidak teratur pula. Semak berduri dimana-mana dan juga banyak pepohonan menjalar yang digunakan ular untuk menggantung. Yang sedikit menghibur cuma adanya jalan setapak menuju tempat persembunyian mereka. Sebuah goa yang sudah disiapkan oleh para perancang lorong itu. Untuk mencapainya, mereka harus berjalan lagi menembus rimbunnya hutan. Hanya Sri baginda dan kalangan tertentu termasuk Satria Elang Biru saja yang tahu tempatnya. Seperti diceritakan di sekuel sebelumnya, Satria Elang Biru memang ditugaskan oleh patih Nirwasita untuk mencari tahu lokasi ini, sebelum tragedi perebutan Istana ini berlangsung.

Belum sampai sepenanakan nasi mereka berjalan, tiba-tiba terdengar suara laksana petir menggelegar di siang bolong.

'Kalian semua..!!!, berhenti disitu...!!!, serahkan semua barang berharga kalian atau kami merampas nyawa kalian...!!!

Mereka berhenti sejenak, sang Prabu menghitung-hitung kekuatan yang dia miliki. Dia bersama 2 putrinya bisa melawan mereka. Sisa abdi dan Istrinya yang tidak bisa melawan. Dewi Rempah Wangi jelas remaja yang susah dicari tandingannya. Sedangkan Dewi Retno atau Sekar Panjalu masih anak ingusan, tentunya tidak pantas bagi dirinya untuk membiarkan dia bertarung, meskipun dia juga murid Begawan Sokalima. Akhirnya diputuskan dia yang akan meladeni para predator hutan itu.

'Kisanak..., kami tidak punya harta benda yang kalian inginkan', jawabnya dengan tenang. Bagaimanapun dia juga seorang pendekar pilihan ketika masih muda dan sudah malang melintang di rimba hijau sebelum ditugaskan menjadi Raja.

'Kalau begitu, kau serahkan wanita cantik yang bersamamu sebagai pemuas dahaga syahwat kami...!!!', jawab salah seorang dari mereka sambil berkelebat bersamaan dan mendarat tidak jauh dari rombongan sang Prabu.

Jawaban itu disambut dengan riuh gelak tawa kalangan predator. Maklumlah, mereka selamanya berdiam dihutan. Yang dilihat hanyalah kecantikan dan keganasan binatang buas. Begitu bertemu dengan wanita-entah cantik atau tidak-darah kelelakian mereka langsung berdesir manja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun