Debu mengepul dengan tebalnya akibat ratusan tapak kaki kuda yang ditunggangi oleh para rombongan pendekar dari Negeri Bunga Tulip dan Pegunungan Iberia. Tujuan mereka cuma satu yakni membawa pulang Dewi Rempah Wangi ke Negeri mereka. Semuanya mereka lakukan atas perintah para Raja mereka. Yang pada akhirnya kecintaan pada negeri masing-masing.
Mereka kini berada di pinggiran Hutan Dandaksa. Sudah puluhan kali hutan ini mereka masuki, jangankan jejak kaki sang prabu, baunyapun tidak tercium.
Pencarian yang tidak kunjung mendapatkan hasil, asing dengan suasana sekitar, perbekalan yang mulai menipis adalah salah satu dari sekian banyak hal yang membuat terjadinya pertengkaran di antara rombongan pendekar. Alhasil, merekapun terpecah menjadi 2 kelompok.
‘Bartolomeuz, Kami tidak ikut kalian mencari Dewi Rempah Wangi, Kami direkrut untuk bertarung bukan untuk tugas pencarian’, seru wakil dari kelompok pertama dengan suara lantang.
‘Vasco, apa-apaan kalian, kalian sudah kami bayar untuk menunaikan tugas ini. Tidak peduli bertempur atau mencari!, pokoknya kalian harus ikut kami sampai tugas ini selesai!!!’, Tak kalah lantang Bartolomeuz mengaum.
‘Hei, sekali tidak tetap tidak…!!!, kami akan pergi, kelak kalau kalian akan bertempur panggil saja kita, bagaimana kawan-kawan?’, teriakan lantang si Vasco semakin memanaskan situasi.
‘Setujuuuuu….’, serempak kelompok si Vasco menjawab.
Kontan saja jawaban itu membuat kelompok kedua naik darah.
‘Vasco, kalian tidak bisa pergi begitu saja. Ingat titah maharaja negeri kita’, Bartolomeuz mencoba menggugah dari sisi patriotismenya si Vasco.
‘Persetan dengan sang Raja, Dia sekarang enak tidur dengan Ibu Suri dan gundik-gundiknya…., apakah dia peduli dengan penderitaan kita?’, balas si Vasco dengan ketus.
‘Kurang ajar, berani benar kau menghina sang Raja!!!. Hanya nyawamu yang sepadan dengan penghinaanmu..!!!’, balas Bartolomeuz sambil menghunus pedangnya yang serentak disambut dengan hunusan senjata para kelompoknya.