Mohon tunggu...
Ibsah M
Ibsah M Mohon Tunggu... Wiraswasta -

orang biasa yang terus belajar dan berdamai dengan diri dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Syarat Benteng

31 Desember 2014   04:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:08 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diceritakan dalam sekuel 'Putra Naga Keok', Senopati Jalasutra yang tanpa sengaja berada di sebuah kedai, mendengar cerita dari pewarung bahwa Putra Naga yang berhasil menguasai Istana Negeri antah berantah telah ditundukkan oleh para pendekar dari Negeri Dataran Biru. Dalam usahanya itu, pendekar dari Negeri Dataran Biru bekerjasama dengan para pendekar dari Kerajaan Entah Apa, Entah Bagaimana dan Entah Dimana. 3 Kerajaan itu merupakan tetangga dari Kerajaan antah berantah.

Senopati Jalasutra segera keluar dari kedai untuk memeriksa kebenaran cerita pewarung itu. Dia berkelebat dengan sangat cepat dan telah sampai di atas wuwungan istana. Tidak ada seorangpun yang mengetahui kehadirannya. Maklum saja, selain dia paham betul situasi di Istananya sendiri, juga karena kemampuan meringankan tubuhnya yang sudah di atas rata-rata. Dan dengan menggunakan kemampuan pendengaran jarak jauhnya, dia mulai mendengarkan kejadian yang terjadi di ruang pertemuan Istana, yang berada tepat di bawahnya.

Rupanya suasana pertemuan antar pendekar terdengar agak panas di Telinga Senopati Jalasutra.

'Tuan Pendekar dari Negeri Dataran Biru, saya mewakili 3 kerajaan menagih janji tuan sekalian untuk membuatkan benteng pertahanan di Kerajaan kami. Seperti yang tuan-tuan sekalian janjikan sebelum kami bergabung.... !!.', ucap salah seorang pendekar.

'Enak saja kalian menagih janji, pekerjaan ini belum selesai', jawab salah seorang pendekar dari Negeri Dataran Biru dengan egois.

'Belum kelar bagaimana?..., kita sudah menguasai Istana Antah Berantah dan seluruh isinya..', jawab salah seorang pendekar dari Kerajaan Entah Dimana tak kalah sengitnya.

'Kalian dungu ('D') sekali...., kita memang menguasai Istana dan isinya tapi belum menangkap sang Raja dan Dewi Rempah Wangi...', jawab pendekar dari Negeri Dataran Biru dengan ketusnya.

Rupanya jawaban itu memancing emosi dari para pendekar dari 3 Kerajaan. Mereka para pendekar tidak akan pernah terima jika mereka dihina dan dikatakan dungu. Darah mereka mendidih. Lebih baik mereka mengadu nyawa dengan mereka. Namun rupanya salah seorang dari mereka masih berkepala dingin.

'Begini tuan-tuan pendekar yang jago bersilat lidah, biar masalah ini tidak berlarut-larut, apakah tuan pendekar sekalian mau ingkar janji?', tanya salah seorang pendekar dari Kerajaan Entah Bagaimana.

Suasana terdengar makin memanas. Panasnya mirip dengan jari tangan yang tanpa sengaja tersentuh Api. Pendekar dari tanah seberang mengartikan bahwa menaklukkan Istana itu adalah dengan menangkap sang Raja dan Dewi Rempah Wangi. Apa gunanya menaklukkan Istana tapi penguasanya belum, itu sama saja bohong.

Sementara itu, dari pihak 3 Kerajaan menganggap tugas mereka sudah selesai. Meski Raja Radmila Sangkara dan Dewi Rempah Wangi belum tertangkap. Itu tidak jadi soal bagi mereka, sekaranglah waktunya bagi mereka menagih  iming-iming pembuatan Benteng yang mereka janjikan.

'Tidak!, Kami tidak akan ingkar janji. Benteng itu akan kami bangun, namun setelah Prabu Radmila Sangkara dan Dewi Rempah Wangi tertangkap', jawab salah seorang pendekar dari Negeri Dataran Biru.

'Itulah sebabnya Kami mengajak Punggawa Wasita bergabung. Dia  adalah bekas abdi yang lebih mengenal seluk beluk Kerajaan ini daripada kalian. Tujuannya adalah agar perburuan mengejar Prabu Radmila Sangkara beserta keluarganya menjadi lebih cepat dan mudah...', sambung pendekar lainnya dari Negeri Dataran Biru.

Terdengar suara kasak-kusuk di antara para pendekar dari 3 Kerajaan. Tak lama kemudian salah seorang dari mereka berkata: 'Sampai kapan kami menunggu?. Menunda-nunda janji adalah sebuah perbuatan yang kurang baik dan itu terlihat seperti cara seorang pengecut ('P') yang ingin melepaskan diri dari tanggung jawab'.

Kontan saja pernyataan itu menyulut suasana menjadi makin memanas dan menjurus kepada pertikaian. Kalaupun perdebatan itu diteruskan sudah dipastikan akan terjadi pertarungan terbuka di antara mereka. Untungnya salah seorang pendekar dari Negeri Dataran Biru berhasil menenangkan suasana pertemuan itu dan berkata:

'Apakah kalian bersedia menunggu barang sepekan saja?. Beri Kami waktu untuk memburu Prabu Radmila Sangkara dan Putrinya'.

'Baiklah...., Kami masih menghargai persahabatan ini, ucapanmu kami pegang. Dan ingatlah!, kami tidak akan ikut campur urusan kalian mengejar Prabu Radmila Sangkara karena kerjasama kami dengan kalian sudah selesai sampai di sini. Sepekan lagi kami akan kembali kesini untuk menagih janji', jawab pendekar dari Kerajaan Entah Apa yang merupakan wakil dari 3 Kerajaan itu.

Senopati Jalasutra yang tegang mendengarkan perdebatan para pendekar dari atas wuwungan Istana, akhirnya bisa bernafas lega. Kenapa tidak?, karena konflik diantara mereka merupakan keuntungan bagi Negerinya. Diapun melayang turun dengan anggun layaknya burung Elang yang bermain bebas di angkasa, dan kemudian bergerak secepat kilat menuju gerbang timur Kotaraja untuk menyampaikan hasil pengamatannya kepada Patih Kebosora.

Bersambung.....:),

Ps: 100% fiksi ringan dan semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun