Mohon tunggu...
Hasbiyalloh
Hasbiyalloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Society of Renewable Energy ITERA

Pengembangan Teknologi Energi Terbarukan sebagai wujud partisipasi Indonesia di kancah dunia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Panel Surya sebagai Solusi Kelistrikan di Indonesia (?)

12 Oktober 2021   13:53 Diperbarui: 12 Oktober 2021   15:37 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sangat umum diketahui bahwa kondisi kelistrikan di Indonesia sangat menghawatirkan, terutama di daerah pedesaan. Ditambah lagi dengan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan sehingga berbagai daerah saling berbatasan oleh lautan. Walaupun rasio elektrifikasi yang merupakan hasil upaya pemerintah dan PLN telah mencapai 99,30 % pada Maret 2021, masih banyak rumah-rumah yang tidak terjangkau listrik utilitas. Jika diartikaan, angka rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah kepala keluarga yang telah mendapatkan akses listrik PLN terhadap jumlah total kepala keluarga di Indonesia. Jadi, daerah perkotaan yang merupakan daerah padat penduduk, terutama di pulau Jawa, mewakili sebagian besar angka tersebut dan pedasaan mewakili sebagian kecilnya dan bahkan masih banyak yang belum dapat mengakses. Maka dari itu, sangatlah wajar jika mencapai hampir 100 % dan tidak dapat diartikan bahwa elektrifikasi di Indonesia sudah merata.

Diantara banyaknya problem elektrifikasi, bukan berarti warga harus menyalahkan pihak PLN. Akan tetapi, kita harus melihat dan mengetahuinya secara merinci dari berbagai aspek yang bersangkutan dengan proses penyediaan ketenagalistrikan di seluruh wilayah Indonesia. Mahalnya harga listrik per kWh di daerah nan jauh, seperti pedasaan di Papua, merupakan akibat dari sulitnya pelaksanaan penyediaan oleh pihak PLN karena pembangkit listrik yang berkapasitas besar banyak terdapat di pulau Jawa. PLN memiliki tanggung jawab kepada pemerintah untuk melistriki daerah yang sulit infrastruktur sehingga biaya pelaksanaannya sangatlah mahal, sedangkan PLN juga harus memberikan subsi kepada pelanggan. Ini sangat bertolak belakang dan akan mengurangi pendapatan PLN dalam bentuk pembayaran listrik oleh pelanggan. Maka dari itu, pemerintah memberikan solusi kepada masyarakat yang tiggal di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal) berupa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) baik itu on-grid yang tersambung ke jaringan listrik PLN maupun off-grid yang tidak terhubung dengan jaringan PLN dengan pencapaian sebanyak 973 minigrid di berbagai wilayah Indonesia. Istilah minigrid mengacu pada kapasitas PLTS-nya yang kecil di bawah 15 MW, walaupun sebebarnya belum ada kepastian yang baku.

Salah satu upaya pemerintah dalam menjangkau wilayah yang kesulitan akses listrik dengan pengimplementasian panel surya adalah terdapatnya panel surya di banyak rumah warga di pulau Rimau, Lampung. Dari hasil pantauan mahasiswa ITERA program studi Teknik Sistem Energi yang melakukan program pengabdian masyarakat pada bulan Agustus 2021, didapatkan bahwa banyak panel surya yang sudah tidak lagi dipakai oleh warga dan kondisinya sudah sangat menghawatirkan. Lampu DC yang tersambung oleh panel surya dan termasuk hibah kementerian tidak berfungsi dengan baik. Setelah dibawa dan diperiksa oleh mahasiswa di tempat kediamannya, ternyata baterai lampu tersebut sudah rusak, diketahui dengan rendahnya tegangan pada salah satu baterai. Lampu pun dapat digunakan kembali oleh warga. Tidak hanya teknologi PLTS, warga pulau juga mendapatkan hibah berupa alat penyuling air laut agar mereka dapat memperoleh air bersih. Akan tetapi, alat tersebut tidak dapat dioperasikan lagi dan warga setempat belum paham perihal pemeliharaan alat tersebut. Peristiwa ini menggambarkan bahwa pentingnya peran pemerintah dan kaum intelektual dalam mengupayakan keberlanjutan teknologi-teknologi yang sudah diberikan kepada masyarakat desa. Pada kasus tersebut, pemahaman warga terkait teknologi yang diberikan dan pengarahan oleh pemberi hibah belum cukup. Minimnya bantuan teknisi dari luar pulau juga keluhuan warga setemppat dan dapat memengaruhi ketahanan teknologi di daerah tersebut.

Penerapan teknologi energi terbarukan sangatlah penting di Indonesia dengan tujuan mencapai target bauran energi sebesar 31% di tahun 2050 dan tujuan lainnya. Seperti halnya PLTS, pembangkit EBT sudah banyak dibangun. Ada hal lain yang menghawatirkan. Dari pantauan dan informasi yang didapat saat kegiatan pengabdian masyarakat oleh dosen dan mahasiswa ITERA di dusun Batu Saeng, Tanggamus, Lampung. Pada awalnya, masyarakat kesulitan terhadap akses listrik PLN maka mereka pun membangun beberapa pembangkit energi terbarukan yang sederhana, yaitu turbin air tipe crossflow. Turbin tersebut tersambung ke generator sehingga dapat melistriki rumah penduduk. Akan tetapi, setelah jaringan utilitas PLN sudah mulai masuk, beberapa pengkabelan dari beberapa turbin telah dibongkar. Turbin air yang harus dikembangkan menjadi terabaikan karena adanya akses listrik yang lebih mudah. Dalam pengoperasiannya, turbin air membutuhkan kegiatan pemeliharaan yang rutin dan lebih sulit dibandingkan hanya menggunakan akses listrik PLN. Untungnya, masih ada beberapa kelompok masyarakat yang terus menjaga dan mengembangkan turbin yang telah diterapkan.

Tidak terawatnya teknologi yang diberikan di pedasaan juga disebabkan oleh dampak buruk dari modernisasi dan juga kecenderungan masyarakat untuk memilih suatu hal yang sudah pasti. Daerah 3T harus dikembangkan. Faktor penting yang memengaruhi perkembangan adalah masyarakatnya sehingga masyarakat pula dituntut aktif dalam menanggapi bantuan yang diberikan oleh suatu pihak. Listrik yang sudah dapat diakses oleh warga seharusnya bisa digunakan dengan baik. Akibat adanya tren globalisasi, anak-anak lebih cenderung bermain game dengan gawainya sehingga listrik yang diproduksi oleh pembangkit, sebut saja panel surya, hanya digunakan untuk mengisi daya HP di siang hari untuk dimainkan pada malam harinya. Tidak hanya itu, beberapa anak juga pasti hanya akan memilih untuk berlayar atau bertani dibandingkan dengan belajar keluar pulau. Itu semua harus ditanggapi, tentunya oleh pemerintah dan masyarakat terpelajar. lembaga masyarakat tertetu dan mahasiswa yang merupakan aset bangsa haruslah aktif dalam menanggapi hal tersebut agar terciptanya kemerataan pendidikan di Indonesia.

Panel surya merupakan teknologi pemanfaat energi terbarukan yang perkembangannya sangat pesat dan sudah didukung oleh peraturan menteri yang menyebutkan bahwa energi yang diekspor PLTS atap ke jaringan PLN sebesar 100%. Bahkan di negara Jerman, setengah dari listrik dihasilkan oleh PLTS Atap yang terpasang di perumahan. Oleh karena itu, penting sekali untuk memperhatikan aspek instalasi dan pemeliharaan sistem PLTS sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan yang telah dipaparkaan sebelumnya. Pemasangan komponen harus memperhatikan panduan teknis yang sudah ada sebelumnya agar sitem keseluruhan dapat beroperasi sesuai waktu ketahanan idealnya. Seringkali baut dan mur untuk mengencangkan pondasi modul surya tidak kencang bahkan tidak terpasang. Hal ini dapat menyebabkan modul terlepas dari mounting-nya akibat terpaan angin yang kencang. Warga juga terkadang salah dalam menggunakan teknologi fotovoltaik. Fotovoltaik merupakan teknologi yang mengubaah energi radiasi cahaya matahari menjadi listrik, tetapi ada saja yang memanfaatkaannya sebagai alas untuk menjemur pakaian atau mengeringkan makanan, seperti kerupuk. Tentunya hal ini dapat menyebabkan hotspot pada modul surya. Suatu peritiwa meningkatnyaa panas hanya di satu atau sebagian titik akibat tertutupnya sebagian modul oleh benda lain atau bayangan benda. Hotspot ini dapat menyebabkan turunnya efisiensi modul hingga dapat merusak modul. Kabel yang terpasang juga biasanya dijadikan sebagai jemuran pakaian. Untuk mengatasi haal tersebut, diperlukan suatu pihak atau kelompok yang dibentuk untuk memantau dan mengedukasi warga. Biasanya dapat beraanggotakan beberapa warga sekitar yang sudah paham atau sebelumnya sudah diberikan arahan terkait pemeliharaan sistem PLTS.

r-6165321106310e451260e7b2.jpg
r-6165321106310e451260e7b2.jpg
Pihak luar juga harus berperan. tujuan dari dibentuknya pihak terkait di luar kepengurusan warga desa adalah sebagai tempat melapor atas kondisi harian atau mingguan sistem PLTS. Biasanya dapat berasal dari organisasi yang ditunjuk oleh pemerintah daerah setempat. Kelompok warga yang dibentuk untuk melakukan monitoring PLTS dapat melaporkan kondisi PLTS kepada pihak luar, kemudian pihak luar akan memberikan solusi untuk mengatasi hal-hal yang terjadi dan yang belum dipahami oleh warga.

Tidak seperti halnya PLTS Atap residensial yang terhubung ke jaringan PLN yang dapat mengekspor energinya langsung ke jaringan tersebut dan pemasang PLTS Atap mendapatkan potongan tarif llistrik perbulan, energi yang dihasilkan PLTS di daerah 3T perlu disimpan terlebih dahulu untuk digunakan pada malam hari ketika modul tidak terpapar cahaya matahari. Solusinyaa adalah menggunakan baterai sebagai medium penyimpan energi. Akan tetapi dalam penyediaanya, harga baterai sangatlah mahal dan baterai yang cocok untuk diimplementasikan di daerah tersebut haruslah memiliki ketahanan yang lama. Banyak jenis baterai yang dapat digunakan untuk diterapkan didaerah tersebut, contohnya adalah baterai aki yang sudah sangat familiar di masyarakat dan harganya relatif murah. Bukan berarti bahwa baterai aki tidak cocok untuk daerah pedesaan yang tidak terjangkau PLN, tetapi apabila warga hanya bisa mengakses jenis baterai tersebut maka alangkah baiknya jika jenis tersebut dipilih. Ini mengacu pada ketersediaan komponen dan keahlian serta wawasan warga terkait komponen yang akan digunaakan.

Baterai ini sangat menarik di luar negeri karena harga listrik yang sangat mahal sehingga masyarakatnya lebih memilih menggunakan listrik dari PLTS-nya dengan menggunakan baterai sebagai penyimpan energi berlebih dari PLTS saat siang hari dan akan digunakan pada malam harinya. Sebagai kesimpulan, hubungan antara berbagai elemen masyarakat, termasuk pemerintah, haruslaah berjalan berkesinambungan dan berkelaanjutan agar menciptakan pengembangan serta pemanfaatan teknolgi yang baik dengan cara meningkkatkan edukasi untuk meningkaatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengelola serta memelihara sarana yang diberikan oleh pihak terkait. Tidak hanya itu, kaum intelektual juga harus membantu masyarakat secara langusng sebagai wujud nyata dari tridarma perguruaan tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun