Mohon tunggu...
Hasbi Rismi
Hasbi Rismi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Padjadjaran

Saya merupakan Mahasiswa Magister Psikologi Sains, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

MENGGUGAT REVOLUSI : Feminimisme dalam Pertarungan Nature vs Nurture

26 Desember 2024   00:00 Diperbarui: 26 Desember 2024   00:01 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Feminimisme menjadi salah satu problematika sebagai pemantik diberbagai diskusi yang terus terjadi hingga saat ini dimana permasalahan tersebut melahirkan asumsi-asumsi mengenai gender dan sex sehingga dapat dilihat terjadi perdebatan “Gender vs Sex”. Salah satu asumsi atau persepsi yang berusaha untuk dinormalisasikan yaitu stereotip mengenai kesetaraan gender. Stereotip ini sendiri berawal dari orang-orang yang mengagungkan jiwa feminim atau disebut dengan aliran feminimisme. Feminimisme merupakan aliran dimana seseorang atau kelompok tertentu menormalisasikan serta memperjuangkan kesetaraan gender dimana seorang perempuan dapat berkehidupan layaknya laki-laki.

Seorang perempuan harus memiliki hak dalam kehidupannya seperti layaknya laki-laki, hal ini dikarenakan bahwa perempuan tidak seharusnya dipenjarakan dirumah untuk mendidik anak-anak mereka, kewajiban ini adalah bentuk tanggung jawab dari perempuan maupun laki-laki, dengan kata lain bahwa dalam kehidupan gender laki-laki maupun perempuan harus adanya kesetaraan baik dalam menjalani rumah tangga hingga berkarir atau dapat termasuk ke dalam aliran feminimisme (Lerner, 1986).

Istilah feminimisme pertama kali dilahirkan oleh filsuf yang cenderung bergerak dibidang sosial dari Perancis pada tahun 1837 yaitu Charles Fourier. Selanjutnya, aliran ini terus berkembang ke Amerika Serikat pada tahun 1910 dan memasuki Indonesia sekitar tahun 1970 sehingga terjadinya perkembangan yang cukup pesat dalam kalangan ilmiah (Warsito, 2019). Feminimisme sendiri lahir ketika terjadinya pemisahan antara esensi gender dengan esensi sex yang diinterpretasikan ke dalam kehidupan nyata dan akhirnya menimbulkan perdebatan dikalangan masyarakat. Hal ini juga yang menjadikan dasar bagaimana seorang perempuan dapat membangun karirnya yang bukan serta merta hanya sebagai ibu rumah tangga yang mengurus anaknya.

Gender dan sex sendiri merupakan sebuah istilah yang berbeda tetapi akan selalu berkaitan dengan kehidupan. Sex adalah komponen yang membedakan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh medis, sedangkan gender merupakan interpretasi dari kultural maupun sosial yang sebagai sebuah kelompok atribut yang menempel pada sebuah jenis kelamin laki-laki (maskulin) serta perempuan (feminim). Hingga saat ini, perbedaan dari sebuah jenis kelamin berdasarkan biologis bukanlah sebuah perdebatan, tetapi terdapat dari gender yang menjadi pembentuk sifat serta pembeda dari laki-laki dan perempuan (Khuza’i, 2013). Selain itu, faktor yang dapat memperkuat aliran feminimisme juga berawal dari paham liberalisme serta humaniora yang berasal dari negara barat serta mempengaruhi negara-negara timur untuk menerapkan aliran ini dengan alasan bahwa dengan adanya kesetaraan gender dapat meningkatkan kesejahteraan suatu negara.

Hubungan antara gender dan sex merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam interprestasi seseorang untuk menjalani kehidupannya. Menurut Anne Fausto-Sterling yang merupakan seorang dengan paham feminis serta ahli dalam bidang sejarah dan biologi juga menjelaskan dalam bukunya yaitu Sexing the Body: Gender Politics and the Construction of Sexuality mengenai konsep gender dan sex dimana dua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Menurut Fausto-Sterling dalam bukunya tersebut bahwa sex adalah komponen yang sepenuhnya dipengaruhi secara biologis seperti genetik ataupun kromosom, sedangkan gender merupakan bentuk pengaruh dari hubungan sosial, budaya atau lingkungan, tetapi dua komponen ini tidak dapat dipisahkan dari manusia yang memiliki kompleksitas yang sangat tinggi dalam menerjemahkan kehidupan. Sehingga, aliran feminimisme yang menormalisasikan kesamaan dalam gender dimana memisahkan antara sex secara biologis dengan gender yang dipengaruhi oleh budaya dan sosial, dimana pendapat ini terus dibantah bahwa gender dan sex adalah dua hal yang selalu berkaitan dan terus berkembang secara dinamis untuk menjelaskan identitias seseorang. Perdebatan terhadap aliran feminimisme ini dapat dikaji berdasarkan konsep nature vs nurture.

Konsep nature vs nurture sendiri merupakan sebuah teori yang menjelaskan tentang bagaimana perilaku, kepribadian hingga individu menjalani kehidupannya secara kompleks walaupun dalam kajian ilmiahnya kedua konsep tersebut masih dapat diperdebatkan. Nature sendiri merupakan konsep dimana identitas individu terbentuk berdasarkan bawaan dari lahirnya dan bersifat biologis serta turunan dari genetik, sedangkan nurture merupakan sebuah konsep dimana identitas atau pribadi individu dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti lingkungan sosial hingga latar belakang budaya.

Penganut dari aliran feminimisme cenderung banyak dianut oleh orang percaya nurture yang didominasi oleh paham liberalis dan sosialis, dimana kelompok ini berpendapat bahwa seiring dengan perkembangnya teknologi maka akan dapat menunjukkan faktor biologis akan kalah dalam pembentukan identitas, sedangkan pada konsep nature berpendapat bahwa penganut feminis merendahkan diri mereka sendiri serta telah keluar dari jalur tujuan awalnya (Butler, 2004).

Perbedaan pendapat mengenai konsep ini telah banyak digabungkan oleh para ahli ilmiah yang menjelaskan nature vs nurture adalah dua konsep yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Seperti yang dijelaskan oleh Meaney,  dalam penelitian eksperimennya terhadap tikus dan menawarkan teori epigenetika dimana lingkungan dapat mempengaruhi ekspresi gen. Hasil dari penelitiannya menjelaskan bahwa tikus yang memiliki genetika yang sama ketika diasuh oleh induk yang perhatian dan yang tidak perhatian dapat berdampak terhadap tingkat stres anak tikus. Hal ini dapat menjelaskan bahwa walaupun dengan genetik yang sama akan dapat dipengaruhi oleh lingkungan (Meaney, 2010).

Berdasarkan penjelasajan tersebut bahwa nature vs nurture adalah dua komponen yang tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi satu sama lain serta dapat dikaitkan dengan perdebatan gender dan sex dimana gender seseorang merupakan bentuk dari konstruksi dari sex secara biologis. Jika dikaji lebih dalam, maka dapat diinterpretasikan bahwa gender seseorang akan berkaitan dengan sex secara biologis  terutama berperilaku serta mendapatkan identitas diri dan membantah aliran dari feminimisme. Selain itu, pentingnya kolaborasi antara gender dan sex agar menghindari terjadinya penyimpangan interpretasi feminimisme terutama di Indonesia.

Referensi:

Butler, J. (2004). Undoing Gender (New York and London, Routledge).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun