Dunia pendidikan harus selalu adaptif dan responsif dalam melihat perkembangan zaman. Hal ini dapat dilihat dari perubahan kecakapan yang harus dimiliki oleh setiap orang pada tiap berlangsungnya zaman, misalnya era sekarang kecakapan yang dibutuhkan dikenal dengan istilah 4C, yaitu critical thinking and problem solving, colloboration, communication, and creativity.Â
Seanjutnya, US-based Apollo Education Group mengidentifikasi sepuluh kecakapan yang diperlukan oleh siswa untuk bekerja di abad ke-21, yaitu keterampilan berpikir kritis, kepemimpinan, kolaborasi, komunikasi, Â kemampuan beradaptasi, produktifitas dan akuntabilitas, kewarganegaraan global, inovasi, dan jiwa entrepreneurship, serta kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan mensintesis informasi (Barry, 2012).
Untuk mewujudkan kecakapan di atas tentu tidak mudah, ada banyak faktor yang menjadi hambatan, salah satunya adalah badai covid-19 baru saja melanda dunia dan berdampak pada menurunnya proses pembelajaran. Mengutip dari mediaindonesia.com telah terjadi penurunan kualitas pembelajaran karena pandemi covid-19.Â
Hal ini juga diperkuat dengan hasil survei dari UNICEF terhadap 4.016 responden dari 34 provinsi di Indonesia dengan rentan usia 14-24 tahun, hasilnya menunjukkan 69% merasa bosan belajar daring. Kebosanan tersebut disebabkan karena dua hal, yaitu kesulitan akses belajar dan kurangnya bimbingan guru (Winahyu, 2020). Tentunya dampak dan kendala tersebut dapat menyebabkan peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan karena pembatasan kegiatan sosial dan pendidikan secara berkepanjangan atau dikenal dengan istilah learning loss.
Mengacu pada edglossary.org, learning loss didefinisikan sebagai refers to any specific or general loss of knowledge and skills or to reversals in academic progress, most commonly due to extended gaps or discontinuities in a student's education (Anonim, 2013). Berdasarkan definisi tersebut, tentunya situasi pandemi covid-19 sangat memberi pengaruh terhadap munculnya learning loss dikalangan peserta didik. Untuk mengatasi hal tersebut, tentu diperlukan suatu perubahan dalam proses pembelajaran yang mampu menjawab permasalahan sekaligus menjadi solusi untuk mewujudkan kecakapan pendidikan abad 21.Â
Pembelajaran sosial emosional bisa menjadi salah satu alternatif untuk memperkuat life skills peserta didik. pembelajaran sosial emosional sendiri diartikan sebagai suatu pembelajaran holistik yang memadukan seluruh aspek dalam suatu komunitas sekolah. Pembelajaran holistik ini memadukan adanya kolaborasi antara anak dan orang dewasa di sekolah dalam memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan juga sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional (Nababan, 2022)
Kompetensi sosial emosional menjadi bagian terpenting untuk memahami, mengelola, dan mengekspresikan aspek-aspek sosial dan emosional kehidupan seseorang.Â
Dengan keterampilan tersebut, individu diharapkan dapat meraih keberhasilan, melaksanakan tugas sehari-hari, seperti belajar, membentuk interaksi positif, memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, beradaptasi dengan tumbuh kembang lingkungan yang sangat kompleks.Â
Goleman membagi kecerdasan sosial emosional ke dalam lima keterampilan, yaitu 1) self-awareness; mengenal perasaan (kesadaran) karena berada dalam situasi kehidupan nyata; 2) managing emotions;mengatur emosi dengan perasaan yang kuat sehingga tidak kewalahan dan terbawa olehemosi, 3) self-motivation; motivasi diri yang berorientasi pada tujuan dan mampumenyalurkan emosi ke arah hasil yang diinginkan, 4) empathy and perspective-taking;berempati dan mengenali emosi dan memahami sudut pandang orang lain, 5) social skills, kemampuan menjaga hubungan di lingkungan sosial. (Hadi, 2011)
Berdasarkan pada definisi di atas, pembelajaran sosial dan emosional bila dikaitkan dengan sepuluh kompetensi yang dibutuhkan pada era saat ini, pembelajaran sosial emosional mempunyai peran yang sentral. PSE menjadi dasar untuk membentuk karakter peserta didik, yang mendukung life skills peserta didik. Dalam konteks pendidikan Indonesia, pembelajaran PSE sejalan dengan pemikiran KI Hadjar Dewantara, yaitu menuntun pada pemenuhan kodrat peserta didik untuk dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia dan juga sebagai anggota masyarakat.Â