Mohon tunggu...
hasanuddin ibrahim
hasanuddin ibrahim Mohon Tunggu... -

Saya menyukai hal-hal yang bersifat filsafati, atau berkenaan dengan dinamika perkembangan pemikiran manusia dalam menemukan kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sikap Pluralis Itu Seperti Apa ?

4 Agustus 2012   02:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:16 2987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Secara kategori Kebenaran itu bersifat pasti, dan kepastian itu menunjuk kepada sesuatu yang tunggal. Karena itu kebenaran itu tunggal, tidak banyak. Dalam perspektif agama, masing-masing agama memiliki konsepsi bahwa kebenaran itu hanya bersumber dari Tuhan. Tuhan menurut kepercayaan yang di yakini oleh pemeluk agama masing-masing. Sampai disini pada umumnya nalar manusia beragama tidak memiliki masalah untuk mengatakan, memang benar seperti itu. Namun ketika nalar manusia meneruskan pertanyaan-pertanyaan skepticism, mengenai Tuhan itu seperti apa, bagaimana sifat-sifatnya,  dan seterusnya, pada wilayah ini hampir tiap-tiap manusia yang memasuki wilayah esoterik ini, akan memiliki persepsi dan konsepsinya masing-masing. Karena di ranah esoterik sekalipun sebenarnya terjadi perbedaan, namun ini lebih disebabkan pada kualitas akal aktual masing-masing.

Hal seperti ini bisa di analogkan dengan cerita sejumlah orang yang sedang memandangi se-ekor Gajah. Ada yang melihat Gajah dari depan, dari belakang, dari samping, dari arah yang berbeda lainnya. Lalu mereka menggambar Gajah itu menurut penglihatannya masing-masing. Setelah itu masing-masing memberikan penjelasan dari Gambar Gajah yang telah dibuatnya. Maka terbentuknya sejumlah gambar Gajah dengan penjelasan yang berbeda disebabkan karena perbedaan Gambar yang dibuatnya. Suatu waktu, salah satu gambar Gajah itu ditemukan beberapa Tahun kemudian, oleh seseorang yang sebelumnya sama sekali belum pernah melihat Gajah. Orang itu lalu membaca keterangan Gambar dari Gambar Gajah yang ditemukannya. Maka terbentuklah persepsi pada orang itu, bahwa Gajah itu seperti yang dijelaskan di dalam Gambar itu. Bisa dibayangkan hal yang sama akan terjadi pada orang lain yang menemukan Gambar Gajah lainnya dari sejumlah Gambar Gajah yang berbeda-beda tadi. Apakah pengertian mengenai Gajah yang di temukan menurut penjelasan dalam Gambar itu salah ? Tidak bijaksana menghakimi bahwa mereka salah. Apakah si Fulan yang sebelumnya belum pernah melihat Gajah dan hanya memiliki referensi tentang Gajah dari penjelasan Gambar Gajah itu, salah ketika menjelaskan apa itu Gajah menurut referensi dari keterangan Gambar Gajah yang dibuat oleh Orang yang menyaksikan dan menggambar serta memberikan keterangan tentang Gajah itu ?

Dalam keyakinan keagamaan, masing-masing Agama meyakini dan mengajarkan bahwa ajaran agama yang mereka yakini dan mereka percayai benar-benar bersumber dari Tuhan yang mereka sembah. Dari mana kepercayaan itu muncul padahal mereka tidak pernah bertemu Tuhannya ? Kepercayaan dan keyakinannya merupakan hasil dari Kitab-kitab Suci yang disampaikan oleh para Nabi, Rasul, Orang-orang yang mereka anggap Suci, memiliki kemampuan menyaksikan dunia Ruh, dan seterusnya. Sama halnya dengan sekelompok orang yang menggambar Gajah diatas, sekelompok orang yang di sebut Nabi, Rasul atau sebutan lainnya, tentu menyampaikan apa yang menjadi pengetahuan mereka terhadap pengalaman spritual mereka "bertemu" atau berkomunikasi dengan Tuhannya. Maka muncullah persepsi mengenai Tuhan menurut pada Nabi dan Rasul itu. Apakah Tuhan yang dimaksud oleh sekelompok orang yang disebut Nabi dan Rasul itu adalah Tuhan yang sama ? Tentu tidak mudah di tebak, karena mereka "bertemu atau berkomunikasi" dengan Tuhan secara sendiri-sendiri. Namun, kita bisa menduga, dan dugaan itu bisa meningkat menjadi keyakinan jika didukung oleh fakta-fakta yang menunjukkan ada korelasi. Apa yang bisa jadi fakta bahwa para Nabi dan Rasul itu telah bertemu atau berkomunikasi dengan Tuhan yang sama ? Bukti-bukti itu adalah titik temu, peringgungan, persamaan, informasi, ajaran yang mereka ajarkan yang disebutkan berasal dari Tuhan mereka. Persamaan-persamaan itulah yang bisa menjadi dasar informasi bahwa benar mereka bertemu Tuhan yang sama.

Di dalam Islam dipercaya bahwa ada 25 Nabi yang sekaligus berstatus sebagai Rasul, yang dikenal dengan sebutan ulil azmi. Di awali dengan Nabi Adam, dan di akhiri oleh Nabi dan Rasul Muhammad SAW. Kedua Puluh lima Nabi dan Rasul ini diyakini telah bertemu Tuhan yang sama. Berdasarkan kesamaan ajaran yang mereka sampaikan. Tauhid. Tauhid adalah inti dari ajaran kedua-puluh lima Nabi dan Rasul dalam kelompok ulil azmi itu. Pada level konsepsi Ketauhidan mereka memiliki persamaan. Namun dalam hal ritual pelaksanaan ajaran untuk membimbing manusia di zaman-nya masing-masing, mereka memiliki perbedaan-perbedaan. Konsepsi Tauhid yang merupakan esensi dari ajaran Islam itu, secara esoterik adalah sama. Kesamaan konsepsi Tauhid ini dalam Islam bahkan dijelaskan secara terang dalam berbagai ayat al-Qur'an bahwa memang seperti itulah perintah dari ajaran Allah SWT.  Namun secara eksoterik  muncul peberbedaan berdasarkan persepsi, dan faktor-faktor lingkungan dari masing-masing Nabi dan Rasul itu, yang kemudian membentuk sistem ritual yang berbeda pula.

Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan peradaban, perkembangan ilmu pengetahuan dan lain-lain faktor yang berpengaruh lainnya terhadap manusia, persepsi tentang ajaran-ajaran ke-Tuhanan itu seringkali mengalami korosi. Originalitasnya kian diragukan, dan menuntut adanya Nabi dan Rasul baru yang datang atau diturunkan oleh Allah dalam mengembalikan atau menjaga originalitas dari konsepsi dan ajaran yang disampaikan. Karena itu, dalam Islam diyakini bahwa Nabi dan Rasul itu diturunkan membawa misi yang sama satu sama lain, tiap-tiap generasi ada Nabi yang datang membawa pesan-pesan Ke-Tuhan-an, baik untuk mengingatkan kembali apa yang telah disampaikan oleh Nabi sebelumnya, ataupun menerangkan kembali apa yang belum jelas bagi manusia di era mereka di turunkan. Demikianlah  secara symplicated, bagaimana lahirnya klaim kebenaran dalam tradisi agama-agama. Berbeda halnya dengan kebenaran sains yang mengharuskan adanya verifikasi faktual atas suatu klaim teori.

Lalu dimana letak dan seberapa penting sikap pluralis dalam menghadapi realitas bahwa pemeluk agama memiliki klaim atas kebenarannya masing-masing ?

Sikap pluralis akan tumbuh dengan baik dalam prilaku umat beragama jika;

(1) memiliki pengetahuan yang benar secara mendalam mengenai agama yang di anutnya. Karena itu sikap pluralis sulit di temukan pada orang-orang yang tidak memiliki pemahaman dan keyakinan terhadap ajaran agama. Bukan berarti orang yang tidak bergama itu tidak bisa bersikap toleran, aware terhadap mereka yang beragama, namun sikap seperti itu bukan tumbuh dari suatu pemahaman religius bahwa hal itu harus dilakukan karena saya yakin orang itu pun melaksanakan ajaran Tauhid kepada Tuhan, hanya caranya yang berbeda. Jadi sikap pluralis itu, akan tumbuh semakin baik seiring dengan semakin membaiknya pengetahuan keagamaan seseorang (terutama sejarah agama-agama), bukan karena mereka tidak mengerti ajaran atau sejarah agama-agama itu. Mereka yang besikap baik, bertoleransi kepada pemeluk suatu agama, bukan karena atas dasar pengetahuan yang memadai mengenai agama orang lain, bisa jadi karena faktor apatisme, indivudualisme, atau masa bodoh saja. Sikap seperti itu tidak bisa di sebut sikap pluralis;

(2) karena itu, sikap pluralis sangat jauh dari kemungkinan melakukan sinkretisme (pencampuran) ritual keagamaan.

(3) sikap pluralis cenderung mendorong atau senang jika pemeluk agama lain melaksanakan ritual kegamaannya, karena mengerti, sadar bahwa dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan ritual keagamaan itu, atau amalan-amalan ibadah lainnya, positif bukan hanya untuk yang melaksanakan, tetapi juga berdampak secara sosial.

(4) sikap pluralis itu bersikap fundamental dalam hal agama untuk kebutuhan dirinya sendiri, dan bersikap moderat untuk keperluannya bersosialisasi dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun