Gadis,
Dua malam lalu kau hadir dalam mimpiku
Mengenakan kerudung hitam dan baju terusan warna ungu
Seperti kala awal kita jumpa dulu
Tanpa sengaja tentunya
Entah apa yang membuatmu tak kuasa menatapku
Aku tak dapat mengartikan ketertundukanmu
Berbahagialah dengan pilihanmu,
Sebab aku sendiri pun telah memilih jalanku
Kau bisa memulainya dengan senyum kecil pada cermin kamarmu
Gadis,
Bukan, bukan maksudku ‘tuk mengganggu
Tangan takdirlah yang memempertemukan antara aku, kau, dan dia
Pada genggaman waktu yang sama
Membalik pasir waktu bukanlah kuasa kita
Berteman bukanlah keputusan yang menyakitkan, kukira
Apalagi kita telah menjalaninya sejak sekian lama
Apa yang perlu kau risaukan dari keputusan itu?
Jika mereka membuatmu tak yakin, ragu
Kau pernah ceritakan padaku betapa kau takut akan gelap
Nyatanya kau mampu mengatasi sendiri ketakutanmu itu
Namun jika keraguan itu mencul dari dirimu sendiri,
Kau tahu,
Yakinlah kau mampu memilih mana yang terbaik untukmu
Jujurlah, meski untuk dirimu sendiri
Wahai gadisku,
Manakala dalam balutan sepi kerinduanmu ia hadir
Terselip di balik ingatan,
Menyaru pada senyum seorang tak dikenal di tikungan jalan,
Ialah kekasihmu
Meski tak kau miliki ianya.
(Seonggok puisi yang kutemukan dalam lipatan waktu. Kukira ialah dari tulisan semester lalu)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI