Di atas sebuah meja kecil, dua pasang tangan membisu di tengah keramaian tangan-tangan lainnya. kedua pasang tangan itu dipenuhi kegelisahan. Sepasang tangan dengan jemari lentik mulai memecah kebisuan dengan sebuah pertanyaan. "Sebenarnya apa yang ingin kamu katakan?"
"Aku hanya sepasang tangan bodoh". Jawab sepasang tangan kekar datar.
"Ucapanmu tidak memberi jawaban sama sekali. Katakanlah yang sejujurnya".
"Aku hanya sepasang tangan hina"
"Ayolah, ucapkan kata-kata lain. Ah, kamu mulai menyebalkan" Gemas sepasang tangan dengan jemari lentik itu.
"Apa yang harus aku katakan lagi? Itu sudah mewakili sebagian besar kegelisahanku"
"Tidak adakah kegelisahan lain yang lebih besar dari ucapan bodohmu itu? Bukankah selama ini kita adalah dua pasang tangan yang baik-baik saja?"
Keduanya kemudian membisu. Sepasang tangan dengan jemari lentik hanya menunggu jawaban dari sepasang tangan kekar di depannya.
Di tengah kebisuan sepasang tangan lain datang memasuki arena meja kecil itu. Jemarinya tak kalah lentik. Namun ada satu yang membuatnya berbeda --dan mungkin membuatnya lebih indah-- yaitu sebuah cincin emas yang melingkar di jari manis tangan kanannya. Kehadirannya yang tiba-tiba membuat sepasang tangan dengan jemari lentik kaget dan bertanya-tanya, siapa sepasang tangan dengan cincin emas di jari manisnya ini?
"Perkenalkan, sepasang tangan dengan cincin di jari manisnya ini adalah sepasang tangan yang telah kupersunting minggu lalu". Ucap sepasang tangan kekar memecah kebingungan dan kebisuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H