Konflik panjang yang terjadi antara kubu Abu Rizal Bakrie yang merupakan hasil Munas Bali dan kubu Agung Laksono hasil Munas Ancol, perseteruan antara kedua kubu ini telah menyendera gerak langkah partai berlambang pohon bering tersebut. Akibat konflik tersebut, populatitas partai menjadi anjlok, elektabilitasnya semakin hari-semakin lemah, rakyat Indonesia pun lewat media massa yang setiap hari menggambarkan ‘perilaku orang-orang partai’ yang demikian membosankan tersebut memunculkan stigma buruk terhadap partai Golkar sebagai “partai rusak”.
Kondisi tersebut yang semakin memperparah keterpurukannya partai, langkah politiknya seakan pincang, suara politiknya dianggap “tidak terlegitimasi” disebabkan oleh dua orang dalam waktu yang bersamaan mengklaim sebagai ketua umum partai yang sama. Kedua kubu sama-sama menganggap diri ketua yang sah, dengan dalil-dalil dan rasionalisasi yang melegitimatifnya, dan kondisi ini diikuti hingga akar rumput dimana pengurus-pengurus Golkar daerah pun mengalami perpecahan menjadi faksi-faksi yang saling menyerang satu samalain.
Secara hukum pun, perkelahian di meja pengadilan tidak kalah panasnya, pemerintah lewat Kemenkumham pun ikut campur menginterfensi proses politik dan proses hukum internal partai tersebut, yang menambah kobaran api konflik semakin membara. Keadaan ini mejadi perhatian seluiruh rakyat Indonesia, selain itu juga menciptakan kekisruhan politik secara nasional.
Beberapa kali dilaksakan islah pun pada akhirnya tidak berpengaruh, hingga akhirnya pengadilan menganulir Surat Keputusan Menkumham atas kepengurusan hasil Munas Ancol. Ini membawa angin segar, dan pada akhirnya di PTUN menyatakan hasil Munas Bali yang menang, sehingga kemudian Menkumham mencabut SK kepengurusan hasil Munas Ancol kubu Agung Laksono. Sambil menunggu hasil putusan Mahkamah Agung atas pengajuan banding kubu Ancol, maka para tokoh Golkar membentuk forum transisi partai Golkar yang dipimpin Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, hasil kesepekatan yang di buat forum tersebut, berdasarkan masukan semua pihak dan kesepakatan kedua kubu yang tengah berseteru yang sama-sama legowo maka di adakan rekonsiliasi dan selanjutnya akan di adakan Musyawarah Nasional Luar Biasa.
Kesepakatan (rekonsiliasi) tersebut merupakan hal yang sangat baik dan tepat; mengahiri konflik internal. Menjadi jalan tengah sebagai solusi terbaik untuk mengembalikan kondisi dan keadaan politik partai yang sudah terpuruk. Di harpkan, resolusi tersebut bukan sekedar sebuah kesepakatan politis dimana yang berdamai hanya kata-kata, tetapi harus di ikuti dengan perdamaian sikap, perbuatan, perkataan, pikiran, niat dan selanjutnya diikuti dengan doa. Jika tidak diikuti dengan hal-hal tersebut maka resolusi hanya sebatas slogan kosong.
Saat ini kabarnya partai Golkar akan mengadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang akan di laksanakan dalam waktu dekat yaitu antara Aplil atau Mei 2016 mendatang. Walaupun panitia serta persiapan Munas belum menunjukkan kesiapan, tetapi para bakal calon dan calon ketua umum sudah bermunculan bahkan sudah ada yang melakukan deklarasiklan di media massa, melakukan manuver ke setiap DPD I dan II dan diantara nama calon yang menguat dan mendapat banyak dukungan saat ini adalah Ketua DPR Ade Komaruddin, hal itu menunjukkan keseriusan akan diselenggarakannya Munaslub mendatang.
Yang perlu penulis tegaskan di sini adalah, tentang proses penyelesaian konflik dan perdamaain dalam tubuh partai. Walaupun akan dilaksakan Munas Luar Biasa, Munas Sangat Luar Biasa, Munas Sangat Spektakuler, atau Munas Tidak Biasa sekalipun serta Munas-Munas apapun namanya, jika belum terjadi perdamaian yang diikuti perbuatan, pikiran, perkataan dan doa bersama semua kader Golkar maka partai akan tetap mengalami “koma”.
Begitupun juga dengan Islah, walaupun di lakukan bahkan setiap hari, oleh tokoh-tokoh bangsa, negarawan atau bahkan oleh umala besar di negeri ini, jika tidak diikuti dengan kesungguh-sungguhan niat, perbuatan, perkataan, pikiran dan doa untuk mau berdamai dan mengakhiri konflik maka tidak aka nada artinya.
Untuk itu yang terutama sekali diperlukan untuk melakukan perbaikan, pembenahan dan mengembalikan kejayaan partai Golkar adalah proses rekonsiliasi atau proses penyelesaian konlfik, yang diikuti kesungguhan segenap jiwa dan raga dari semua kader-kader Golkar, dua kubu kembali saling menyatu menggenggam tangan, duduk bersama guna menyatukan gagasan dan hati. Dan juga pemerintah tidak terlalu jauh ikut menginterfensi proses tersebut karena akan berdampak pada semakin besarnya pertikaian yang ada. Dengan demikian, maka partai pohon beringin itu akan kembali rindang tanpa gangguan hama dan ulat dan ulat bulu lainnya. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H