[caption caption="Ade Komaruddin | Dokpri"][/caption]Setelah para cendekiawan memberikan usulan secara langsung kepada pimpinan DPR RI di gendung Nusantara Senayan, dapun sejumlah kalangan yang mengusulkan proyek perpustakaan itu adalah pendiri Freedom Institute, Rizal Mallarangeng, ilmuwan sosial Ignas Kleden, politikus Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla, novelis sekaligus budayawan Ayu Utami. Kemudian, ‎aktivis sosial budaya Nong Darol Mahmda, penggiat budaya atau pionir pustaka pedesaan Nirwan Arsuka‎, serta dosen universitas Paramadina Lutfhi‎ Assyaukanie.‎
Apa yang diusulkan para cendekiawan tersebut sangatlah mulia, di tengah dinamika politik praktis dan lemahnya kepercayaan rakyat seperti saat ini, masih ada tokoh yang memikirkan tentang idealisme dan masa depan bangsa. Dengan niat baik dan tujuan muliah dari para cendekiawan Indonesia itulah DPR yang di wakili pimpinan DPR Ade KOmaruddin, Fahri Hamzah dan lain-lain menerima usulan tersebur dan rencananya akan ditindak lanjuti dalam rapat pleno DPR.
Perpustakaan yang diusulkan tersebut yang rencananya akan diperjuangkan oleh DPR, dikabarkan merupakan perpustakaan terbesar se Asia Tenggara yang berisi 600.000 buku, yaitu melebihi perpustakaan terbesar di Asia Tenggara saat ini, National Library of Singapore, yang memiliki 500.000 koleksi buku.
Namun rencana yang baik tersebut mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat, ada yang mendukung dan ada juga yang menolak, tetapi tidak sedikit juga yang memandang sinis serta tendesius secara politik terhadap apa yang dilakukan oleh pimpinan DPR. Kelompok yang disebutkan terakhir ini begitu sangat ngotot mengatakan ini itu secara negative terhadap ketua DPR. Menanggapi hal tersebur, dipandang perlu untuk memberikan penjelasan-penjelasan logis dan objektif kepada masyarakat tentang tujuan-tujuan dibangunnya perpustakaan yang nantinya akan menjadi ikon pendidikan di Indonesia.
Dalam memberikan penjelasan tersebut berlangsung dihadapan banyak wartawan parlemen di DPR, menjelaskan tentang pentingnya sebuah perpustakaan bagi lembaga DPR dan juga pentingnya perpustakaan bagi seluruh anggota DPR yang tidak hanya di Senayan tetapi juga seluruh Indonesia nanti akan dapat menjadi contoh yang menginspirasi mereka. Perpustakaan adalah sebuah symbol kemajuan peradaban sebuah negara, Indonesia akan menjadi ikon baru kedepan menjadi negara maju dan modern. Dalam perpustakaan akan menyimpan ratusan ribu buku-buku, ini akan memberikan motifasi bagi anggota DPR untuk berkunjung ke gedung perpustakaan, mendorong minat dan terciptanya lingkungan ilmiah yang baik di lingkungan anggota dewan. Dari buku-buku tersebut kita dapat memperoleh banyak pengetahuan, banyak informasi tentang politik, hukum, ekonomi dan semuanya, banyak ilmu-ilmu yang sebelumnya tidak ketahui, dan ini akan semakin mendorong DPR menuju parlemen modern sebagaimana yang dicita-citakan.
Dengan membaca banyak buku akan memberikan penyadaran pengetahuan bagi semua orang, bagi masyarakat umum, bagi anggota DPR, bagi wartawan. Sehingga dengan adanya perpustakaan yang berisi 600.000 buku-buku tersebut dan mendorong masyarakat untuk membaca, maka anggota DPR yang sebelumnya tidak cerdas akan menjadi pintar, wartawan yang sebelumnya tidak pintar menjadi cerdas, masyarakat yang sebelumnya tidak tahu apa-apa menjadi tahu segalanya.
"Anggota DPR yang pikirannya sesat, menjadi lurus," seraya disambut tawa orang-orang yang sedang menyaksikan dirinya berbicara.
Namun sungguh sangat aneh dan sebuah ironi dunia jurnalistik kita, dimana pernyataan-pernyataan yang dijelaskan tersebut kemudian di potong-potong menjadi kalimat yang berdiri sendiri. Padahal sebuah kalimat dalam sebuah pidato haruslah sistematis dan universal, tidak bisa di pahami kalimat-per kalimat atau kata per kata, jika dilakukan oleh media itu namanya semua penyesatan informasi dilakukan oleh media.
Dan apa yang disebutkan di atas terjadi pada Ketua DPR RI Ade KOmaruddin. sebuah video berdurasi 15 detik beredar yang memperlihatkan Ade Komaruddin sedang berpidato yang mengatakan "Anggota DPR yang pikirannya sesat, menjadi lurus,". Video tesebut sengaja di potong dan di edit serta disebarluaskan ke public dengan tujuan jahat, mungkin dengan begitu dapat merusak citra baik ketua DPR, atau menghancurkan kredibilitasnya sebagai kader terbaik Partai Golkar sehingga Akom tidak dipilih dalam Munaslub Golkar mendatang. Wallahu alam.
Bagi penulis, diliahat dari pola permainan jahatnya, ini dilakukan oleh lawan-lawan politik Akom dalam pemilihan ketua umum Golkrar. Mereka berusaha sekuta tenaga mencari celah untuk menghancurkan Akom dengan cara-cara yang tidak baik. Bahkan, hal-hal baik yang disampaikan oleh Akom dalam setiap kesempatan, akan tetap dinilai buruk bagi mereka yang tidak senang dengannya, kata-kata yang sebelumnya baik dan benar kemudian dirubah menjadi sebuah kalimat yang menunjukkan kearah negative, padato yang panjang kemudian di potong menjadi potongan kalimat yang negative, padahal isi pedato yang begitu panjang namun di ubah hanya menjadi 15 detik, secara akal waras tidak ada pidato yang hanya 15 detik, sesingkat-singkatnya pidati Jokowi tetapi membutuhkan waktu minimal 15 menit.
Ini menunjukkan politik yang tidak bagus, politk yang tidak baik untuk ditiru atau dipraktekkan oleh para politisi yang masih punya nurani. Kepada wartawan, penulis para jurnalis dana tau para kompasianer untuk betul-betul memperhatikan pernyataan seorang yang dijadikan objek berita. Harus dapat dipetik atau diambil secara utuh dan benar, sehingga dengan itu dapat melahirkan informasi yang benar, bukan informasi yang lahir dari sebuah presepsi penulis tetapi lahir dari fakta dan peristiwa.