Mohon tunggu...
Hasan Busri
Hasan Busri Mohon Tunggu... Administrasi - pengajar di universitas

Tukang jogo meja di Prodi Pendidikan Bahasa Arab UNNES Semarang, Pernah jalan-jalan ke Xiamen China

Selanjutnya

Tutup

Humor

Cerita Joha: Mungkin di balik Pohon ini Ada Jalan lain

13 November 2018   15:47 Diperbarui: 13 November 2018   15:54 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Pada suatu subuh di bulan April, Joha terbangun mendengar suara kicauan burung emprit. Kicauan burung itu sudah lama tidak terdengar. Segera dibukanya jendela kamar tidurnya. Segera semburat cahaya memasuki ruangan tempat tidur Joha. Joha memandangi luar ruangannya dan menghela nafas dengan panjang lalu memandangi sekitar rumahnya. Jelaslah musim penghujan sudah datang. Burung-burung dan hewan-hewan bersembunyi di tempat tidurnya dan dengan bertahap keluar dari sarangnya. Semburat sinar mentari menyebar ke segala arah mengenai segala sesuatu yang mampu dijangkaunya. Pepohonan yang daun-daunnya  berjatuhan pada musim kemarau segera ditumbuhi dengan dedaunan berwarna hijau, bunga-bunga bermekaran.

Musim Penghujan adalah musim yang paling disukai oleh Joha dibandingkan musim yang lain. Dia ingin menikmati cuaca yang indah. Segera dia sarapan dan memakai pakaiannya yang bagus lalu keluar ditemani keledainya yang bernama Rohawan.

Joha bersama Rohawan berangkat menuju ke sebuah danau. Di tengah jalan mereka menjumpai kucing-kucing bermainan, serangga-serangga kecil dan beburungan yang memiliki sayap berwarna hijau saling beterbangan. Semua hewan merasa sangat senang.

Joha dan keledainya si Rohawan sampailah ke tempat tujuannya. Ketika mendekati danau mereka mendengar suara jeritan. Mereka mempercepat langkahnya. Joha bergegas ingin tahu apa yang terjadi. Seorang pria jatuh ke dalam danau dan orang-orang berusaha untuk menyelamatkannya. Orang-orang mendekati pinggiran danau dan menjulurkan tangannya sambil berteriak: "Berikan tanganmu! Berikan tanganmu!" Namun pria yang tenggelam di danauseakan tidak mendengar teriakan mereka. Dia berusaha sekuat tenaga namun tidak berhasil mengulurkan kedua tangannya kepada mereka. Joha mengenal pria yang tenggelam tersebut. Dia adalah pria yang sangat pelit.

Joha berkata kepada orang-orang yang ada di situ: "Kalian semua bilang: "Berikan ke kami kedua tanganmu," karena pria ini adalah orang yang sangat pelit, maka tidak akan memberikannya."

Kemudian Joha menuju pinggir kolam, dan menjulurkan kedua tangannya kepada pria yang tenggelam. Joha berteriak: "Pegang tanganku, pegang tanganku." Semua orang menunggu apa yang akan dilakukan pria yang tenggelam tersebut.

Pria yang tenggelam tersebut tidak bisa menjulurkan tangannya kepada orang-orang yang mencoba berusaha menolongnya, namun ketika Joha berkata: "Pegang tanganku, pria tersebut segera menjulurkan tangannya untuk memegang tangan Joha. Joha berhasil mengangkat pria tersebut dari air. Manusia di situ berteriak kegirangan.

 Segera orang-orang menutupi pria itu dengan selimut dan membawanya pulang. Setelah orang-orang tersebut menyingkir, Joha pergi dan duduk di bawah pohon Tut di pinggir danau. Menyandarkan tasnya ke pohon Tut tersebut dan dijadikan bantal sambil memandangi danau.
 Joha duduk di bawah pohon itu sampai siang hari. Dia menikmati pemandangan. Ketika mentari mencapai ufuk langit, segera ia bangkit karena ada pekerjaan yang harus ia selesaikan.
 Hujan akan segera turun. Gerimis sudah mulai membasahi bumi. Tetesan suara air hujan mengenai bumi bagaikan suara lagu. Joha dan keledainya si Rohawan sangat menikmati suasana tersebut. Rohawan menoleh ke arah langit sambil meringkik: "kiik..kiik...kikkk...!!!!"
 Hujan segera reda. Mendung menyingkir dan segera muncul mentari. Sampailah Joha dan keledainya di perjalanan pulangnya. Ketika mereka sampai di desa, mereka melihat segerombol orang tua muda, besar kecil melihat ke langit.
 Joha ikut ikutan melihat ke langit, apa yang dilihatnya?!.. pelangi yang sangat panjang memanjang di antara dua gunung. Pemandangan yang indah. Setelah turun hujan sinar mentari mengenai rintikan tetesan air di angkasa sehingga di langit muncullah pelangi yang indah dengan tujuh macam warna.
 Joha melihat anak-anak saling berlomba menghitung warna pelangi dan menghadap kepada mereka sambil berteriak: "Ayoo mendekat kemari anak-anak, mari kita hitung bersama-sama warna pelangi."
 Joha menghitung warna pelangi dan anak-anak mengikuti ucapan Joha di belakangnya: " satu, merah!" "dua," 'orange." "tiga," kuning.". "empat," "biru." "lima," "hijau." "enam" jingga." "tujuh," anak-anak berteriak dengan girang mengucapkan warna terakhir; "ungu!"
 Joha berkata ke anak-anak : "bagus, anak-anak !". kemudiah dia mengeluarkan permen dari tasnya dan memberikannya ke anak-anak tersebut. Anak-anak tersebut berterima kasih kepada Joha dan segera memakannya yang berwarna warni seperti warna pelangi.
 Joha dan Rohawan segera pulang ke rumah. Makan siang kemudian pergi ke pasar untuk melaksanakan beberapa tugas. Dalam perjalanan pulangnya dari pasar dia dihentikan oleh sekelompok anak-anak tetangganya dan melingkari Joha.
 Anak-anak itu mencintai Joha. Demikian juga Joha meyayangi mereka, Mereka tidak pernah ragu untuk mengerjainya. Kali ini rencana mereka adalah mengambil sepatu Joha dan melarikannya. Mereka akan meminta Joha untuk memanjat pohon.
 Joha bertanya kepada anak-anak yang ada di sampingnya :"apa kemauan kalian, hai anak-anak. Beritahu saya apa mau kalian?"
 Dua anak, Ali dan Fatimah terus bercanda. Fatimah anak yang kecil memiliki wajah kemerah-merahan berkata: "Kami punya tantangan untuk dirimu pak Tua, apakah Anda bisa memanjat pohon ini atau tidak." 
 Ali ikut nimbrung dalam obrolan itu, sambil berteriak: " Menurutku Anda tidak akan bisa memanjatnya hai Pak Tua. Muhammad, Hasan dan Aisyah juga punya anggapan yang sama. Mereka bertiga berteriak: "Ya benar, Joha tidak akan mampu memanjat pohon ini!"
 Fatimah berkata:" saya dan teman-temanku menduga bahwa Pak Tua ini akan mampu memanjat pohon ini," Hayo pak Tua kami ingin melihatnya. Dan anak-anak di sekitarnya berteriak kegirangan. 
Joha tahu bahwa anak-anak itu hanya ingin mengerjainya, namun dia tidak ingin mengecewakan mereka. Joha melihat pohon tersebut lalu berkata: "baik, akan saya coba memanjatnya."
Anak-anak berteriak kegirangan: "segera panjat Joha!"
Joha meletakkan tasnya dan melepaskan sepatunya.
Anak --anak dengan keras berteriak: "Engkau pemberani Joha, engkau bak Pahlawan!"
Joha melepas sepatunya namun tak meninggalkannya di bumi. Anak-anak kaget Joha tetap membawa sepatu tsersebut dalam genggamannya. Joha mulai memanjat pohon tersebut.
Anak=nak menggerutu sambil bertanya:' Ya Allah, apa yang ingin Anda lakukan dengan sepatumu di atas pohon itu?"
Joha segera menjawab: "" Kalian tidak tahu wahai anak-anak, bahwa di belakang pohon ini ada jalan lain, dan saya bisa lari dengan sepatu ini."
Anak-anak itu merasa kalah tidak bisa menipu Joha yang cerdas.
 Joha tersenyum sendiri. Kemudian turun dari pohon itu dan pulang ke rumahnya. Secara sekilas Joha melihat tupai ada di akar pohon dekat rumahnya. Dia berbisik: "Betapa indahnya!"
 Induk tupai membawa makanan di mulutnya untuk diberikan ke anaknya yang masih kecil. Dia pecahkan biji-biji itu dengan giginya kemudian diberikan ke anaknya yang masih kecil. Ketika sampai di depan rumahnya, Joha mengetuk pintu rumahnya: Syang, saya pulang!" istrinya membukakan pintu. Dan dari dalam rumah tercium aroma masakan yang lezat. 
 Joha mencuci tangan dan duduk di samping meja. Segera dia makan bersama istrinya makanan yang sudah disediakan. Joha berkata kepada istrinya:"Terima kasih sayang. Makanannya lezat sekali!" Istrinya menjawab:"Terima kasih juga, dia bercerita ada seekor gagak yang memecahkan genting di atas atap rumah pagi ini. Istrinya bilang: "besok, benahi genting itu ya?."
Joha menjawab: "Segera saya benahi secepatnya kalau cuaca membaik. Tidak perlu menunggu sampai besok." Dia segera naik ke atas atap.

Joha segera meletakkan genteng yang baru mengganti genteng yang pecah dan juga membenahi genteng-genteng yang lama. Ketika turun dari atap, kakinya terpeleset dan jatuh ke tanah. Ketika tetangganya mendengar suara jatuh maka mereka segera berkumpul dan menghampiri Joha.

Segera mereka bertanya: "bagaimana keadaanmu Joha? Apa yang anda rasakan?" Joha mengaduh kesakitan namun dia tersenyum dan berkata:" Segera datangkan orang yang jatuh dari atap sebelumnya, dia akan tahu apa yang saya rasakan sekarang."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun