Mohon tunggu...
Hasan Buche
Hasan Buche Mohon Tunggu... Guru - Diam Bukan Pilihan

Selama takdiam jalan akan ditemukan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hujan

10 Oktober 2020   10:40 Diperbarui: 10 Oktober 2020   17:35 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Reuters

puisi Hasan Buche:

maafkan, aku belum bisa menuliskan puisi tentang wangi tanah karena hujan pertama yang melahirkan kenangan bahagia masa kanak-kanak bermandi di bawah derai dan derasnya

belum bisa juga menata kata mesra tentang betapa indahnya menatap air yang jatuh di pelimbahan dari balik kaca jendela di mana perciknya laksana kembang api jelang lebaran dan jejaknya menciptakan lingkaran-lingkaran yang takputus

juga takkuasa mengguriskan kemesraan petani dalam sujud syukur menciumi bumi yang basah dan gembur serta tanaman-tanaman yang subur dan hijau kembali

maafkan
karena kami masih bergeliat agar dapat keluar dari
banjir kebohongan kesewenangan ketimpangan
banjir korupsi keserakahan asap darah air mata
yang bertubi-tubi menggerus kami

dan

Allahu Akbar
Subhanallah
Naudzubillah Min Dzalik
Lahaula walaquwwata ilabillah

Hari ini kami dihujani kebiadaban aparat
Dihantam badai keangkuhan penguasa
Dilanda musibah kekeringan nurani perwakilan
Hingga saudara-saudara, pemuda-pemuda, mahasiswa, pelajar kami terpelanting, terhempas, celaka, dan mati dihantam petir kebengisan
Saat mereka sekadar koor menyuarakan keadilan

Ya, Allah

Lindungi kami

Selamatkan kami

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun