Nama : Hasanatul Utami
NIM : 07041181924033
Kelas : HI'C I ndralaya
Universitas Sriwijaya
Analisis Kegagalan Arab Saudi terhadap Qatar dalam Diplomasi Koersif
*Apa itu Diplomasi Koersif?*
Seperti yang diketahui, bahwasanya setiap negara tentu memiliki kerjsama ataupun hubungan bersama negara lain, baik untuk hubungan ekonomi, politik, budaya ataupun keamanan. Setiap negara tentu akan mejalin huungan bersama negara lain, apalagi hubungan diplomasi. Diplomasi sendiri adalah jalan yang digunakan setiap negara dengan tujuan untuk mencapai efiensi serta efektivitas dalam menghindari perang supaya dapat  menjaga perdamaian yang ada didunia. Diadakannya diplomasi itu sendiri bertujuan dalam mencari jalan keluar dari suatu konflik ataupun masalah yang ada, yang  melibatkan beberapa negara, dalam mencari solusi yang dimana akan mencapai keputusan yang berisi kepentingan-kepentingan dari setiap suatu  negara yang terikat dalam konflik. Diplomasi  sendiri memiliki lebih dari satu jenis, salah satunya diplomasi koersif. Diplomasi koersif sendiri memiliki arti yang dimana mrupakan sebuah aksi negara super power yang menggunakan ancaman sebagai sarana ke negara lain yang terikat hubungan dengannya supaya negara tersebut membatalkan atau menunda aksi nya berdasarkan keinginan dari negara yang memberikan ancaman. (Lauren, 2007) Â
Diplomasi koersif sendiri memilikimemiliki dua jenis pendekatan, yang dimana jenis pertama adalah jenis pendekatan full-ultimatum  atau  ultimatum penuh dan try-and-see. Pendekatan  ultimatum penuh (full-ultimatum) sendiri memiliki tiga aspek  yang cukup penting, yang sangat harus berada didalam tuntutan itu, aspek yang paling pertama adalah adanya sebuah tuntutan yang sangat spesifik serta jelas dan nyata kepada negara sasaran, lalu aspek keda ialah adanya pemberian  tanggang waktu  yang menjadi ssaran untuk bekerjasama, dan terakhir jika negara sasaran tidak memenuhi ataupun mengikuti sesuai pada tuntutan, maka akan diberikannya ancaman yang jelas bagi negara sasaran.
Selanjutnya mengenai pendekatan try-and-see, yang dimana pendekatan tidak jauh berbea dengan pendekatan dari full-ultiatum, yang dimana disini pendekatan try-and-see hanya mempertimbangkan dari aspek pemberi tuntutan yang lebih spesifik dan jelas, serta emberikan tenggat waktu dan ancaman  yang jelas, yang dimana nanti akan diberikan. Try-and see melihat terlebih dahulu bagaimana reaksi yang akan ditimbulkn pada negara sasaran atas diberlakukannya diplomasi koersif , setelah melihat reaksi yang ditimbulkan maka negara pelaku dapat memikirkan langkah yang akn diambil kedepannya. (Febriandi, 2018)
Terdapat tiga elemen yang mencirikan dari  diplomasi koersif pertama permintaan, kedua ancaman, ketiga tekanan waktu . Tujuan  permintaan ialah untuk menghentikan dan mengembalikan  perbuatan yang terlebih dahulu dimulai lawan. Keberhasilan dan kegagalan dari diplomasi koersif  sangat bergantung dari permintaan tersebut, disetujiu atau tidak. Lalu ancaman yang dimana ancaman itu sendiri dapat didukung dengan tinakan yang dimana dapat membantu dan menunjukan bahwa ancaman tersebut nyata. Sedangkan pada tenggat waktu negara  pelaku harus menggunakan ceorcing power,yang dimana, hal tersebut dapat menciptakan solusi yang sangat baik, untuk membuat negara yang dituju dapat menggap serius ancaman, dan dapat sedikit memberi rasa takut akan ancaman terseut, sehingga membuat negara ancaman dapat memenuhi dan melukan permintaan dari negara pelaku. (Febriandi, 2018)
Dari banyak sudut pandangan, diplomasi koersif adalah cara yang baik dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi antar negara atau beberapa negara yang ada didunia, akan tetapi Robert Art dan Patrick Cronin, malah mengganggapdiplomasi koersif merupakan hal yang sulit dilakukan, yang dimana menurut mereka dalam pelanksanaannya, diplomasi koersif  memiliki peluang  yang  kecil dengan tinkat keberhasilan yang sangat kecil.
*Sejarah terjadinya konflik Arab Saudi dan Qatar*
Konflik yang terjadi antar Arab Saudi dan Qatar, bukanlah hal baru yang terjadi antar kedua negar ersebut, hal tersebut tersebut bermula ketika negara Qatar membuka dan menjalin hubungan bersama negara Uni Soviet dan negara Tiongkok  yang bermula pada tahun 1998 yang dimana, langkah tersebut dinilai sangat salah, berdasarkan nilai yang dianut oleh Arab Saudi. Tetapi negara Qatar sendiri mengganggap kerjasama tersebut sangat perlu dilakukan karena untuk mencapai keseimbangan antar pemain dalam dunia internasional.  Hingga pada tahun 1992, Arab Saudi dan Qatar kembali terlibat konflik pada wilayah perbatasan  yang dimana akibat konflik tersebut memakan korban dua tentara dan mengambil satu orang sebagai sandera. Dari hal tersebut membuat Qatar menarik sebuah perjanjian yang bernama Perjanjiaan Demakarsi Perbatasan 1965.  Puncak konflik terjadi pada tahun 1993 dan 1994 yang mengakibatkan bentrok yang diakibatkan oleh Qatar yang menolak untuk menandatangani sebuah dokumen bilateral mengenai keamanan dalam ikut serta KTT dan GCC. (Febriandi, 2018)
Ada banyak faktor yang menimbulkan dan mendukung konflik antar Arab Saudi dan Qatar, salah satunya ialah faktor yang berhubungan negara Iran dan Turki. Mengenai kedua negara tersebut, Iran dan Turki merupakan negara yang memberikan bantuan kemanusiaan ke Doha baik itu melaiu udara maupun dari laut yang terjadi pada  saat blockade terjadi, yang dilakukan negara Arab Saudi kepada Doha. Presiden Arab Saudi  ada masa itu mengganggap bahwa yang dilakukan oleh negara Qatar adalah sebuah kesalahan yang sangat besar karea hal tersebut, menggabarkan isolasi Qatar yang dianggap oleh Arab Saudi sebagai tindakan yang tidak manusiawi, dan dianggap melawan dan bertentangan dengan nilai ajaran agama Islam (NPR, 2017). Iran yang pada saat itu yang memang sudah lama bertentangan, dari keduanya telah berusaha untu menelesaikan permasalahan dan berusaha damai, karena mereka menggagap bahwa ketegangan yang terjadi, yang jika terus berlanjut maka akan menganam kepentingan dari setiap orang yang berada di kawasan itu. (Reggencia, 2017)
Ketegangan yang semakin berjaannya waktu semakin meningkat  antara Qatar dan Arab Saudi membuat dan memberikan keleahan pada GCC. Tindakan Turki yang dianggap salah oleh Arab Saudi bukan dikarenakan ingin meningkatkan konflik, akan tetapi sebaliknya, yang dimana    adanya Turki dalam  kasus ini, memberi dan membuka peluang serta jalan dalam memberikan solusi dan memecahkan solusi bagi permasalahan krisis diplomasi yang terjai. Sebagai negara yang kuat, yang berada di Timut Tengah  kedua negara yaitu Turki serta Iran akan selalu menjadi teman bagi negara yang mebutuhkan bantuan dengan jalur manusiawi.
*Analisis kegagalan diplomasi koersif negara Arab Saudi dan Qatar*
Arab Saudi yang melakukan diplomasi koersif terhadap Qatar, tidak dianggap serius sama sekali oleh Qatar, hal tersebut dikarenakan, apa yang dilakukan oleh Arab Saudi terhadap Qatar merupakn tuntutan yang sama sekali tidak masuk akal , dan dianggap sebagai tntutan yang tidak mendasar. Cara yang dilakukan oleh Arab Saudi terhdap Qatar membuat Qatar beranggapan bahwa hal tersebut melanggar kedautan negara Qatar. Arab Saudi sendiri adaah sebuah negara yang sangat berpengarud diwilayah Timur Tengah, dikawasan Teluk, yng tentunya selalu beruaha agar pengaruhnya tersebut akan selalu tertanam dinegara-negara kecil disekitanya.
Menurut Alexander L. George terdapat beberapa factor yang akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah diplomasi koersif  yang akan dilakukan suatu negara. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah , dilihat dari tujuan ultimatum dari Arab Saudi itu sendiri yang dimana dianggap wajar, hal tersebut dikarenakan agar terjadi dan diperolehnya persatuan ketika menghadapi permasalahan atau  isu yang ada. Isub yang dimaksudkan adalah ketika adanya isu teroris serta isu ekstrisme. Meski begitu ebuah negara tidak apat dalam memaksakan kehendak mereka apabila terdapat adanya cara yang berbeda dalam memandang dan  memecahkan masalah tersebut.Â