Seni batik menjadi terkenal karena telah menjadi identitas sekaligus simbol masyarakat baik lokal maupun nasional. Batik sebagai simbol lokal masyarakat secara implisit dapat teridentifikasi dari corak dan motifnya. Artinya ketika kita melihat corak dan motif batik, maka secara langsung dapat di identifikasi batik yang bersangkutan diproduksi di daerah mana, misalnya batik Pekalongan.
Secara nasional batik dianggap merepresentasikan identitas budaya sebuah bangsa. Lembaga PBB yang membidangi masalah kebudayaan UNESCO telah menyetujuhi ”batik sebagai warisan budaya” yang dihasilkan oleh Indonesia. Tidak ada catatan resmi kapan batik Pekalongan mulai dikenal.
Namun di tahun 1800-an batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat tepat setelah Perang Diponegoro atau Perang Jawa. Perang berdampak pada bergesernya kerabat keraton dari Yogyakarta menuju Pekalongan,
para keluarga kerabat keraton ini tetap ingin mengembangkan batik meskipun jauh dari Yogyakarta. Sehingga kerabat keraton memiliki peran yang cukup besar dalam perkembangan batik di Pekalongan.
Namun tidak banyak masyarakat yang mengenal batik Pekalongan, hal ini disebabkan oleh kurangnya minat atas batik lokal. Tidak hanya kurangnya minat masyarakat untuk membeli batik, kurangnya masyarakat yang menjadi pengrajin batik pun turut memengaruhi eksistensi
batik di kalangan masyarakat. Hal ini lah yang perlu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat luas agar batik di Indonesia dapat tetap terjaga dan diminati. Pemerintah telah melakukan upaya untuk melestarikan batik di Indonesia,
melalui Sekretaris Jendral Menteri Dalam Negeri Hadi Prabowo yang menandatangani Surat Edaran Nomor 003.3/10132/SJ tentang Pemakaian Baju Batik dalam Rangka Hari Batik Nasional 2 Oktober 2019.
Berdasarkan surat edaran tersebut Kemendagri mengimbau seluruh pejabat dan pegawai yang berada di dalam lingkungan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota untuk mengenakan batik di tanggal 2 Oktober setiap tahunnya sebagai peringatan Hari Batik Nasional.
Selain pegawai pemerintah, beberapa sekolah juga turut mendorong para siswanya agar mengenakan batik saat perayaan Hari Batik Nasional. Hal ini juga merupakan salah satu upaya melestarikan dan mengenalkan batik pada masyarakat luas, terutama bagi pelajar dalam usia anak-anak sampai dewasa. Dengan ditulisnya gagasan ini, saya selaku penulis berharap gagasan ini dapat berperan dalam menambah solusi serta
menambal kekurangan yang ada pada solusi terdahulu mengenai pelestarian dan pengenalan batik pada masyarakat. Karena pada dasarnya gagasan ini ditulis sebagai bentuk nasionalisme atas kebudayaan nasional yaitu batik agar dapat selalu digunakan
dan dibanggakan masyarakat sebagai salah satu warisan dunia. Dalam Pelaksanaan gagasan ini diperlukan beberapa pihak yang dapat menggerakkan masyarakat luas. Pihak pertama adalah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang