Mohon tunggu...
hasan.ali.penulis
hasan.ali.penulis Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Penulis yang masih terus belajar agar menghasilkan tulisan yang baik dan menarik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Tua Sialan

25 Oktober 2024   22:58 Diperbarui: 28 Oktober 2024   11:49 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lampu-lampu jalan menyala, menggantikan cahaya matahari yang mulai sirna ditelan senja. Orang-orang buru-buru keluar dari rumah. Yang laki-laki berjalan dengan sarung yang melilit dari pinggang hingga mata kaki, baju koko, ada pula yang menggunakan baju batik, dan songkok di kepalanya. Yang perempuan dengan mukena putih yang membungkus seluruh bagian tubuh, kecuali telapak tangan dan muka.

Sementara orang-orang melangkah cepat menuju langgar yang azannya dikumandangkan oleh Pak Komar, seorang lelaki tua berjalan pelan sembari mendorong becaknya. Ia tak sanggup menggenjot becak miliknya sebab jalan yang ia lewati berupa tanjakan curam.

"Baru balik, Kang?" tanya salah seorang lelaki paruh baya yang hendak menuju langgar.

Lelaki tua itu mengangguk dengan napas tersengal. Ia sejatinya ingin ikut pergi ke langgar, namun sebab pakaiannya berpeluh-peluh, ia membiarkan keinginannya itu tak kesampaian. Ia lebih memilih untuk melanjutkan perjalanannya ke rumah.

"Pasti habis bawa penumpang itu lagi?" tanya istri si lelaki tua begitu suaminya membuka pintu rumah.

"Iya."

"Dibayar?"

"Minggu depan katanya. Belum ada uang."

"Tuh kan. Mas bagaimana sih! Sudah beberapa kali membawa penumpang itu dan tidak dibayar, masih saja diladeni."

"Sabar, Dek. Penumpang itu sudah tua. Lebih tua dari Mas. Anggap saja yang Mas lakukan adalah sedekah."

"Yang namaya sedekah ya kalau kita sudah punya banyak uang, Mas. Tidak usah bergaya sedekah kalau setiap hari Jumat masih dapat jatah nasi bungkus dari para dermawan. Lihat anakmu Mas! Sebentar lagi lulus SMA. Butuh biaya besar buat kuliah. Mas tidak mau kan melihat nasib Didi sama dengan Mas? Jadi tukang becak. Cukup kita saja yang sengsara. Didi harus sukses. Jadi sarjana. Jadi orang pintar. Tidak bodoh seperti Mas. Setiap hari dibodohi oleh perempuan tua sialan itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun