Menurutku, PKS satu-satunya partai yang memiliki pola dan kurikulum kaderisasi paling kuat. Loyalitas kader-kadernya sangat tinggi terhadap pimpinan dan partai karena sumpah mereka dengan syahadat bergabung ke partai ini demi dakwah Islam. Menurut orang diluar PKS, seolah terkesan dogmatis, tapi bukan terdogma karena semua terkurikulum dengan rapi.
70 tahun Indonesia merdeka, persatuan organisasi kepemudaan yang disatukan melalui Sumpah Pemuda, sedikit demi sedikit pudar dengan saling berebutannya kekuasaan. Hari ini bagian dari organisasi di era reformasi yang digawangi pemuda pun muncul dengan aksinya meraih kekuasaan yaitu PKS.
Belajar dari kasus-kasus korupsi dan suap menyuap oleh kader-kader PKS seperti LHI dan Gatot bisa menjadi pembelajaran bagaimana pola PKS menguasai birokrasi.
Setiap kader PKS menang dan mendapatkan jabatan politik baik itu melalui pilkada atau jabatan Menteri maka kader-kader PKS akan beramai-ramai masuk ke institusi tersebut.
Tahap pertama, Menteri atau gubernur atau bupati/walikota akan mengangkat Staf Khusus, Tenaga Ahli dan yang selevelnya dari petinggi PKS untuk mengurusi dan mengatur jabatan struktural. Ini juga dijadikan peluang untuk merekrut pejabat masukmenjadi anggota PKS dengan cara mengkadernya dalam kajian mingguan (liqo') dan sumpah partai.
Tahap kedua, memasukkan kader-kader PKS menjadi PNS atau memutasi ke institusi yang dikuasai untuk membantu penguatan dan siap menjabat.
Tahap ketiga, menguasai tempat-tempat strategis yang menguasai pengelolaan anggaran. Kader-kader yang telah masuk ke birokrasi akan sengaja ditempatkan ditempat strategis tersebut, sebagai penghubung dengan kepentingan konstituen dan partai secara langsung. Biasanya kader-kader akan dipaksakan untuk menjadi pejabat pelaksana. Institusi yang telah dikuasai PKS akan rusak sistem karirnya. "You with us or outside" pilihan bagi PNS karir non parpol.
Kepentingan partai terhadap anggaran dan membantu kampanye partai inilah yang memaksa kader-kader untuk terlibat dalam kasus suap dan korupsi. Kasus LHI, demi bisa mencarikan dana partai, LHI dkk mengambil peluang mendapatkan fee makelar dengan membantu eksportir mendapatkan ijin.
Kasus Gatot, demi memenangkan kampanye menggunakan dana bansos melalui distribusi partai sehingga ketika tertangkap jaksa berusaha menyelesaikan di luar pengadilan, akhirnya terungkalah kasus suap menyuap melalui pengacaranya.
Kader-kader yang sudah terbiasa bermain menjadi makelar jabatan dan anggaran pun kelewat batas dengan memperkaya diri sendiri dan terjebak main perempuan seperti kasus Ahmad Fatonah dan sekretaris LHI yang membantu cuci uang.
Pola-pola diatas akan anda temui dimanapun juga PKS berkuasa. Silahkan anda buktikan!