Harus diakui, mesin politik PKS berjalan baik karena proses pengkaderan masih berjalan. Sisitem liqo (pengajian grup kecil mingguan) masih berjalan di level bawah (grass root). Pola kultural perekrutan kader ke dalam liqo inilah modal sosial yang cukup signifikan. Karena mereka bergerak demi dakwah Islam. Penjaringan kader-kader melalui banyak cara yaitu bakti sosial, Paud dan sekolah islam terpadu, rohis, LDK Kampus, BEM dan organisasi-oragnisasi masa yang lainnya.
Pola perekrutan tersebut sudah mapan sehingga terus berjalan untuk merekrut angota-anggota baru. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh parpol lainnya.Â
Secara struktural, PKS memanfaatkan intitusi-institusi nasional dan daerah yang dikuasainya baik milik pemerintah atau bersifat swasta. Misalnya, melalui kementerian yang dikuasai PKS bisa mensetting penerima bansos atau bantuan pemerintah adalah sasaran PKS dalam perolehan suara (lihat kasus Gatot di Suut). Pejabat-pejabat yang menjadi anggota PKS atau kader yang sengaja dijadikan pejabat di kementerian berkolaborasi dengan kader-kader di daerah guna memanfaatkan akses APBN/APBD tersebut. Hal ini pula yang tidak dimiliki oleh parpol lainnya. Karena parpol lain hanya berorientasi kepada pengumpulan modal/uang untuk bahan kampanye. PKS sangat pandai membangun jaring sosial dalam aksi sosial dan ekonomi.
Selain melalui pemerintahan, PKS memiliki lembaga-lembaga pengumpul uang umat untuk disitribusikan dalam bentuk kegiatan sosial. Misalnya PKPU, yang bergerak seperti lagziz. Di momen Idul Adha sekarang ini, PKS tak membuang peluang untuk masuk ke masyarakat sambil mengenalkan partai dan keder-kedernya (jagoannya) dalam pilkada. Support finansial dari lembaga-lembaga pengumpul uang sangat membantu kader-kader eksis di tengah masyarakat.
Sehingga, wajarlah seolah kader-kader PKS yang lebih mulai daripada anggota parpol lainnya yang turun ke masyarkat hanya ketika kampanye.
Ada kecerobohan kader-kader PKS karena semangat dakwahnya yang begitu tinggi adalah ketika mereka tidak pernah kroscek sumber bantuan-bantuan tersebut. Kecolongan kasus LHI yang terungkap, sedikit membuka mata hati kader bahwa pimpinan mereka mulai bermain dengan yang haram melalui pencucian uang. Meskipun tujuannya baik demi dakwah, namun tak bisa diterima bahwa sumber dakwah dari sesuatu yang haram.
Biaya kampanye yang cukup tinggi, membuat pimpinan partai kadang gelap mata sehingga mencari pendanaan dari mana saja karena support iuran kader hanya cukup untuk biaya operasional harian partai. Selebihnya, mahar politik akan menjadi penentu keberhasilan kampanye dan PKS siap menjadi EO nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H