Tulisan ini mengambil studi kasus pada kader PKS yang ada di Kementerian dalam memberikan andil (masukan) kepada partai ketika membuat isu-isu politik guna menekan pemerintah secara politis.
Pemahaman tentang visi misi partai perlu diketahui secara mendalam agar tahu arah gerak partai dan manufer politiknya. Berbicara PKS maka tidak boleh dilepaskan dari biangnya yaitu Ikhwanul Muslimin. Sebelum berbicara tentang peran kader-kader yang ada di pemerintahan (PNS) terhadap tekanan politik partai kepada pemerintah maka perlu memahami posisi partai.
PKS jelas tidak ingin menerapkan syariat Islam secara legal formal oleh negara. Meskipun secara teori PKS pun bersetuju dengan ide negara Islam. Namun, negara Islam bagi PKS adalah negara modern seperti sekarang yang dikuasai oleh kader-kader yang mengerti akan Islam sehingga substansi Islam akan terwujud ketika mereka berkuasa. Jika banyak negara-negara yang dikuasai oleh Ikhwanul Muslimin maka mereka akan membuat seperti liga bangsa-bangsa lalu menunjuk salah satu kepala negara menjadi ketuanya. Ketua liga bangsa tersebutlah yang akan dianggap jadi Kholifah.
Intinya, PKS visinya menguasai negara dengan kader-kadernya diberbagai lini kekuasaan. Kiblat politik dan negara yang dicontoh oleh PKS adalah Mesir dengan Mursinya dan Turki dengan Erdogannya.
Ketika jaman SBY, posisi PKS sebagai koalisi sangat mendukung untuk memasukkan kader-kadernya sebagai PNS dan mengangkatnya menjadi pejabat (nepotisme ala Partai). Peran kader-kader baik yang jadi pejabat atau pun tidak, sangat bersinergis dengan Pemerintah SBY dan targetnya mengangkat popularitas Menteri dari PKS dengan prestasi-prestasi kerja.
Jaman mulai berubah, PKS menjadi oposisi padahal kader-kader telah masuk ke jantung pemerintahan. Disinilah loyalitas kader-kader sangat teruji kesetiaannya kepada Partai. Kerja kader-kader tak seheboh ketika pemimpinnya dari kalangan mereka. Kader-kader hanya berpikir untuk mempertahankan jabatan dan tetap bisa mendepak rivalnya. Kurang peduli terhadap pimpinan atau Menterinya, bahkan disinyalir mereka adalah penyuplai informasi-informasi unpublished berupa kebijakan internal kementerian atau yang sifatnya rahasia kepada partai.
Tengoklah, begitu mudahnya DPP Partai atau anggota dewan dari partai mendapatkan surat-surat rahasia pemerintahan, darimana mereka mendapatkannya? Siapa yang mebocorkannya?
Khususnya di Kementerian Pertanian, silahkan baca di web-web kader Partai bagaimana mereka gegap gempita menyerang Kementerian Pertanian dengan isu beras mahal dan “penipuan” pembagian traktor. Dan di web yang sama mereka menyanjung Aher (Gubernur Jabar) yang membagikan seribu traktor. Entah kasus apa lagi yang akan diangkat, tergantung dari informasi-informasi masalah di dalam pemerintahan yang bernilai politis dan dapat menekan pimpinan pemerintahan.
Strategi politik PKS juga digunakan oleh kader-kader di pemerintahan. Untuk menjaga jabatan dan merebut jabatan mereka bersekutu dengan menyembunyikan status kepartaian kader-kader yang menjadi pejabat bahkan termasuk mencukur jenggot yang menjadi ciri khas ustad-ustad mereka dan kader-kader militannya. Kader-kader di internal pemerintahan juga akan menghimpun masalah-masalah kebijakan yang rentan bermasalah hukum untuk dijadikan senjata serangan partai. Maka, jika ada serangan masalah-masalah pertanian, Kementerian Sosial dan Kemenkominfo bisa dipastikan bahwa data-data rahasia internal sudah menyebar.
Jangan ditanya tentang loyalitas kader-kader partai karena mereka di berikan sistem kajian dengan kurikulum yang lengkap hingga tentang masalah taat kepada pemimpin partai versi Islam, ditambah lagi mereka bersumpah ketika menjadi anggota untuk taat dan setia, dan Allah yang menjadi saksinya atas ucapan sumpah tersebut. Tak kan ditemui sistem kaderisasi seperti ini di partai-partai lain.
Anggota partai juga berkewajiban untuk infak dan membantu pendanaan partai, maka wajarlah kader-kader juga berperan untuk mencarikan peluang-peluang orang partai dalam proyek pengadaan barang/jasa. Berkuasa di Kementerian sangat bermanfaat bagi partai karena rekruitmen kader bertambah, pendanaan bertambah, tekanan politik pun didapat. Ketika pimpinan yang sekarang (non partai) jatuh atau berganti, kader-kader berpeluang mendapatkan kembali kepemimpinan yang hilang tersebut.
Berhadapan dengan kader-kader partai di jabatan pemerintahan atau berkarir dengan mereka bagaikan sedang menghadapi pileg, pemilihan ketua BEM, perebutan pengurus Dewan Kepengurusan Masjid, dan lain-lain. Jika anda ingin bersaing dengan kader maka berkelompoklah juga, jangan pernah sendirian!. Begitu pun pemerintahan Jokowi harus bersekutu untuk mengkontrol mereka para kader yang loyalitasnya kepada partai lebih tinggi daripada kepada pimpinan pemerintahan.
Selamat menikmati hiruk pikuk kisruhnya politik ketika berhadapan dengan kepentingan partai dimanapun anda berada.
Tulisan selanjutnya, saya akan mencoba membahas antara ISIS dan PKS, jelas tidak ada hubungan namun secara politik ada pengaruhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H