Berbicara mengenai perempuan di era yang serba modern ini hal yang sering kita dengar adalah kesetaraan gender. Keinginan terciptanya kesetaraan baik dalam bidang sipil dan politik maupun ekonomi, sosial dan budaya muncul karena dorongan untuk berperan dalam membangun lingkungannya. Di Indonesia sendiri bentuk keinginan perempuan untuk selangkah lebih maju telah tampak dari upaya-upaya yang dilakukan oleh srikandi-srikandi negeri, kita sebut saja misalnya R.A. Kartini, Dewi Sartika dan tokoh perempuan lainnya yang mempelopori kemudian gerakan-gerakan wanita lainnya di Indonesia.
Berbicara di era sekarang kita tidak lagi membicarakan bagaimana masalah kesetaraan dalam bidang sosial dan pendidikan, karena kedua hal tersebut saya rasa sudah cukup memberikan arti kesetaraan bagi laki-laki maupun perempuan(dalam dua bidang tersebut). Saat ini yang masih menjadi hangat pembicaraan dalam masyarakat adalah partisipasi perempuan dalam perpolitikan di Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa keterwakilan perempuan dalam tiga jalan besar pemerintahan yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif sangat minim dan nyaris memprihatinkan.
Kondisi ini semakin didukung dengan proses perekrutan kader perempuan yang saya rasa masih “amburadul”, jika ber”uang” maka wajah anda akan terpampang, jika tidak,.ya janganlah berharap terlalu banyak, dengan demikian maka lengkaplah sudah permasalah untuk memberikan kesetaraaan perempuan khususnya dalam bidang politik. Dalam menghadapi permasalahan ini diperlukan upaya konkrit dari pemerintah maupun dari kalangan masyarakat sebagai pilar utama pelaksana demokrasi untuk memberikan jalan lebar bagi perempuan agar dapat berperan dalam kancah politik.
Darurat Peran Perempuan dalam Politik
Keadaan tersebut bukan hanya sekedar kata-kata, tetapi itulah kondisi yang saat ini sedang kita alami, bayangkan saja berapa orang perempuan yang tergabung dalam keanggota MPR yang berjumlah 692 orang? Berapa orang perempuan yang duduk dalam kementerian saat ini? Dan yang lebih memprihatinkan kita tengok lah dalam bidang yudikatif, hanya ada satu orang perempuan dari sembilan hakim konstitusi, mungkinkah dengan melihat keadaan ini kita masih dapat mnyebutkan kalau kita telah berhasil dalam membangun kesetaraan gender? Miris apabila kita masih mau berbicara demikian.
Perlu ada upaya nyata untuk mengatasi hal diatas, setidaknya agar aspirasi perempuan benar-benar mampusampai pada telinga penguasa saat ini. Sehingga perlu diperbanyak kursi perempuan dibidang legislatif ataupun eksekutif, dengan demikian paling tidak tanggung jawab moral ketika berbicara kesetaraan gender sudah sedikit beralasan dan ada bukti konkrit yang mendukungnya.
Dengan mengatasnamakan kesetaraan kedudukan dihadapan hukum dan pemerintahan menjadi dasar yuridis yang kuat untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dalam bidang politik khususnya. Masing-masing partai politik harus mulai berbenah dalam memenuhi syarat minimal perempuan disetiap daerah untuk dapat dijadikan sebagai syarat majunya partai politik dalam pemilihan umum, jangan sampai terjadi manipulasi keterwakilan. Pemerintah sendiri perlu memberikan aturan yang lebih tegas dalam menjammin keterwakilan perempuandalam pembentukan partai politik atau syarat untuk dapat mengikut sejumlah “ajang” pemilihan umum.
Jika dalam penentuan kelolosan partai untuk dapat mengikuti pemilihan legislatif harus melewati parlementary threshold maka kita juga harus meninggikan ambang batas keterwakilan perempuan juga, sehingga ada tidaknya suara perempuan dalam partai tersebut akan sangat memperngaruhi keikutsertaan partai politik dalam ‘ajang” pemilihan umum. Walaupun saat ini sudah ada batas minimal untuk syarat terbentuknya suatu partai politik namun kenyataan dilapangan menunjukkan berbagai kecurangan sehingga syarat tersebut hanya dijadikan sebagai pelengkap saja, padahal tujuan diberlakukannya batas minimal tersbut menyangkut tujuan kulia yaitu memberikan kesempatan yang luas bagi perempuan untuk bergelut dalam perpolitikan.
Semangat R.A Kartini (Masih) Semangat Perempuan Masa Kini
Kerja keras partai politik sebagai infrastruktur politik yang berperan dalam memberikan penolakan dan/atau dukungan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah berperan penting dalam mewujudkan kesetaraan(setidaknya memperbesar peluang kesetaraan)antara perempuan dan laki-laki dalam bidang politik. Proses perekrutan kader harus benar-benar dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditentukan, dengan demikian tentu diharapkan melalui partai politik dapat menjadi pelopor utama dalam menggerakkan kesetaraan perempuan dalam berpolitik.
Selain partai politik yang harus berbenah maka di sisi lain perlu upaya lebih keras lagi dari pemerintah untuk setidaknya tetap menjamin janji konstitusi untuk memberikan kesetaraan bagi warga negara dalam bidang hukum dan pemerintahan. Pekerjaan rumah lainnya yang harus diselesaikan oleh pemerintah tentu juga berkaitan dengan bagaimana cara agar partai-partai politik dapat memenuhi tata tertib yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perlu tindakan tegas dari pemerintah untuk menindak partai-partai “nakal” yang masih menganggaap keterwakilan perempuan dalam partai hanyalah syarat administrasi saja. Maka denagn demikian pemerintah perlu berupaya keras untuk mengembalikan “marwah” ketentuan keterwakilan perempuan dalam partai politik.
Menyongsong tanggal 21 April 2015 (seharusnya) merupakan hari yang sangat penting bagi perempuan-perempuan Indonesia, karena pada tanggal inilah lahir sosok penggerak perempuan Indonesia yaitu R.A. Kartini. Berbekal momentum berharga ini penulis mengharapkan semangat pergerakan yang dimiliki R.A Kartini kemudian menurun pada perempuan-perempuan Indonesia. Tentu ini bukan hanya sekedar harapan tanpa tindakan, maka untuk mencapai hal tersebut sekali lagi diperlukan kerja keras dari semua elemen bangsa baik dari pemerintah, partai politik dan rakyat sebagai unsur terpenting dalam demokrasi. Bagi perempuan perlu juga mempersiapkan diri untuk berperan dalam roda pemerintahan. Dengan berbekal semangat untuk maju inilah kita perlu menyatukan visi kita demi Indonesia yang lebih maju dan saya optimis untuk Indonesia Emas 2045, tidak hanya dari segi ekonomi, sosial dan budaya, namun juga Emas dalam bidang politik khususnya kemandirian perempuan dalam politik,.VAMOS PANCASILA !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H