Mohon tunggu...
Dwi Haryanto
Dwi Haryanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Pembuat narasi perjalanan dan kejadian

Korban Disrupsi adalah hal yang membuat saya menjadi gelandangan intelektual. Awalnya saya penyuka media berbasis cetak dan menjadi bagian daripada itu. Membuat Majalah adalah hidup saya sebelumnya. Pernah membuat Majalah REL, Majalah Kereta Api dan juga Majalah Sekolah maupun Filanteropi, hingga zaman mengharuskan media tersebut tersingkir dari peredaran. Meski berganti platform, tetap saya jalani, namun kadangkala tulisan tak lagi dihargai dan diminati. Akhirnya Saya mesti menjadi gelandangan lagi.....mencoba bersahabat dengan beragam media sosial, menuangkan segala hal-hal yang dipikirkan dan difoto, serta mendiskripsikan sekilas tentang hasil perjalanan......

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Payah Nih JKP BP Jamsostek, Klaim Manfaat Kenapa Distop Sepihak?

22 Oktober 2024   09:21 Diperbarui: 22 Oktober 2024   09:53 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bulan Juli lalu saya menjadi salah satu korban PHK dari tempat saya bekerja di sebuah lembaga swasta di Solo tanpa pesangon sama sekali. Dengan suatu kesepakatan damai, Saya terima keputusan itu dengan melayangkan surat ke Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta sebagai salah satu syarat memperoleh Jamnan Kelihalangan Pekerjaan (JKP). 

Sebagai program yang diluncurkan oleh Kementerian Tenaga Kerja bekerjasama dengan BP Jamsostek. Saya memenuhi syarat untuk mengajukan dan cair pada Agustus 2024. Sebagaimana dalam aturan main yang mereka buat, Bahwa JKP BP Jamsostek akan diberikan kepada penerima (korban PHK) dengan rincian 46 persen dari upah yang diberikan oleh perusahaan selama tiga bulan pertama, sedangkan tiga bulan setengahnya akan memperoleh sekitar 25 persen dari gaji. Artinya kalau gaji saya sebagai buruh hanya Rp 2020.000 per bulan maka seharusnya saya menerima Rp 1,046.000,- selama tiga bulan pertama dan Rp 515.000 pada bulan selanjutnya. Namun untuk bulan selanjutnya, pencairan tersebut berhenti setelah bulan pertama saya menerima Rp 1 juta lebih suedikit

Pada bulan kedua, Saya mengajukan melalui aplikasi onlone SIAP KERJA. Aplikasi sudah mengareahkan kepada foto wajah dan beragam syarat lain seperti melamar ke perusahaan yang ada dalam form aplikasi tersebut. Dari apilikasi Siap Kerja sudah mengirim notifikasi melalui email berbunyi Pengajuan klaim manfaat JKP ke-2 bahkan ke 3 kamu telah berhasil dikirim dan akan diverifikasi oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Namun sampai akhir September yang semestinya saya menerima manfaat ke-2 tidak juga cair sampai server (tahap verifikasi) dinonaktifkan hingga bulan ketiga. Yakni akan aktif kebali pada 21 Oktober 2024 di dasboard saya. Pada hari yang ditunggu tiba, Senin 21 Oktober 2024 saya buka aplikasi SIAP KERJA di mana merupakan jalur pengajuan JKP itu dilakukan. Pada kali ini memang server verivikasi sudah diaktifkan. Tapi setelah 24 pengajuan diproses, tiba-tiba di situ tertulis "Pengajuan klaim kamu ditolak dengan catatan: sudah aktif kerja kembali" Padahal saya belum dapat pekerjaan hingga hari ini. Yang menjadi pertanyaan

Dari data siapa pihak BPJS TK atau JKP menerima informasi Saya Sudah Bekerja ? Mana bukti legalnya...? atas dasar bukti legal apa ? Jumlah uamg 1 juta memang tidak banyak, jauh nilainya dari pensiun Presiden. Tapi dirasa penting bagi orang yang tak berpenghasilan dengan beban keluarga dan pengeluaran yang tinggi. Pengalaman saya ini mungkin juga dirasakan orang-orang  yang senasib dengan saya, yang jumlahnya sangat banyak.

Kalau memang tidak niat meluncurkan program JKP mengapa harus diluncurkan...? sebagai lipsservice kah..? JKP itu persyaratan sudah neko-neko, ketika pencairan apakah harus dineko-neko juga...? Ingat pekerja swasta kalo sudah terkena PHK tak ada yang menggaji, Jaminan Hari Tua tak seberapa  untuk hidup. JKP sebagai jaringan pengaman sosial orang yang terkena PHK semestinya tidak perlu menunda-nunda dan mempersulit dalam pencairannya. Kan aneh, pencairan belum waktunya kok berhenti begitu saja.

jangan sampai pekerja swasta atau eks pekerja swasta yang sudah kena PHK semaikin merana karena ngaplo tak punya apa-apa. Kebanyakan pekerja swasta di usia tanggung itu tak mudah mendapat pekerjaan sektor  kembali dalam waktu yang singkat. Andaikan di sektor informal, tak ada mudal dan perlu stimuli ketrampilan baru.  Sebagai salah satu instrument pengaman sosial semestinya JKP BPJS Ketenagakerjaan tidak menyetop pencairan selanjutnya tanpa adanya bukti keterangan dari lembaga legal atau hanya klaim sepihak. Mestinya program JKP tidak takut rugi untuk dicairkan sesuai tenggat waktunya, jangan hanya mencairkan sekali saja, pencairan selanjutnya distop dengan alasan sepihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun