Senjatanya seorang wartawan adalah memainkan kombinasi jurus ketajaman pena yang tersirat di atas kertas dan keahlian membaca tanda-tanda jaman. Kemampuan membaca situasi dalam setiap jaman adalah hal yang mutlak sebab setiap fase kehidupan selalu menyertakan tantangan yang berbeda. Ketajaman pena tidak akan merubah keadaan manakala tidak tepat dengan momentum zaman yang sedang dilalui.
Kehebatan seorang wartawan muncul sesuai dengan tantangan jamannya, karna itu musim keemasan setiap individu yang selalu berbeda. Pada saat masyarakat muak dan kesal dengan prilaku pejabat pemerintah, maka tulisan yang berani dan konfrontatif mengkritiki kebijakanpemerintah itu akan di apresiasi publik. Wartawan akan menjadi pahlawan dimata masyarakat dan dianggap musuh oleh oknum pemerintahan. Sebaliknya pada saat hubungan masyarakat dan pemerintah harmonis, wartawan yang menulis kebobrokan pemerintah akan di musuhi masyarakat dan kroni penguasa.
Pada posisi interaksi semacam inilah wartawan harus pandai menempatkan diri. Kalau wartawan pragmatis dan haus materi, ia akan mengekor menjadi penjilat dan melacurkan etika jurnalistik yang sebenarnya. Demi mendapat imbal jasa mereka mereka berada di ketiak oknum penguasa dan menjadi anjing penjaga yang setia.
Pola ini yang sekarang kebanyakan di anut oleh para “wartawan” di negri kita, karna motivasi kerjanya berorientasi demi perut sendiri serta kebutuhan keluarganya saja. Maka tidak heran jika pencitraannyapun rusak akibat para wartawan yang keluar dari koridornya, tidakkah mereka merasakan malu kinerja mereka di anggap tidak layak oleh masyarakat yang berdaulat. Demikian pula dengan kualifikasi dan kompetensinya sudah sudah jauh dari etika kejurnalisan.
Sayapun jadi teringan kerdian di RS saat sodara saya sakit. Dua orang wartawan dari salah satu media tiba-tiba menghampiri salah satu petugas, dan berargumentasi dengan perawat yang bertugas malam, sayapun yang sedang duduk di ruangan perawatan asik nonton berita di tv one otomatis mendengar semua argumen yang mereka keluarkan. Ada yang mengaku BIN, ada juga yang mengaku dari mabes. “Saya tersenyum setelah melihat kejadian ini yang sebenarnya.
Lantas bagaimana dengan wartawan karir yang selama ini konsisten menjaga integritas kerja dan idealismenya? “Meski karya jurnalistiknya berkualitas dan mencerahkan, mereka yang punya idealisme sekarang akan tetap sama di marjinalkan dari oleh masyarakat. Tugas mereka memmediasi tak lagi menjadi sebuah apresiasi, melainkan semakin kusut dan cemar. Karna profesi patriotis yang mulya dinodai dengan prilaku yang tidak beretika.
Padahal tanggung jawab itu tidak hanya tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya saja tetapi tanggung jawab yang terbesar adalah amanah yaitu tanggung jawab atas sesamanya sebab tidak akan disebut kaya kalau tidak pernah di sebut miskin. Jangan hanya menjadi manusia yang sebatas penghargaannya lewat pakaian dan tingkat kekayaannya saja lebih baik menjadi masyarakat yang berdaulat, sederhana, tetapi penuh cinta daripada mengemban amanah yang akhirnya menjadi sebuah sengsara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H