Mohon tunggu...
Haryo Utomo
Haryo Utomo Mohon Tunggu... Dosen -

S3 Ilmu Politik UI, Akademisi Universitas Bung Karno, Relawan Tzu Chi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Diskursus Empat Pilar

16 Mei 2018   16:58 Diperbarui: 16 Mei 2018   17:14 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini berupaya mengungkapkan sisi paradoks dari gagasan empat pilar kenegaraan. Empat pilar itu terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Kebhinnekaan. Gagasan empat pilar tersebut disampaikan oleh Ketua MPR RI (Alm) Taufiq Kiemas.

Secara spirit, gagasan itu merupakan hal positif, namun juga menjadi hal yang negatif. Secara positif, gagasan itu menunjukkan bahwa keempat hal itu adalah penanda identitas Indonesia. Namun, secara negatif, konsep empat pilar justru memunculkan potensi kekosongan dasar negara.

Mengapa demikian?. Pilar adalah tiang yang membentuk sebuah bangunan kenegaraan, dan tentu itu bisa memperkuat konstruksi bangunan tersebut. Hanya saja, pilar itu tidaklah memiliki makna apabila bangunan kenegaraan tidak memiliki fondasi negara sama sekali.

Lalu apakah berarti negara kita tidak memiliki fondasi? Jika mengacu konsep empat pilar, maka konsep itu justru menghapuskan landasan dasar negara, dan gagasan atau ide apapun bahkan ide radikalisme bisa menjadi fondasi negara, dan itu tentu menjadi persoalan tersendiri. 

Sebenarnya RI memiliki landasan negara, dan landasan tersebut dalam bahasa Rosseau adalah Social Contract atau kontrak sosial. Kontrak Sosial dalam bahasa Rosseau atau Covenant menurut Locke berkaitan alasan negara itu berdiri. Kontrak sosial itu disepakati oleh setiap elemen bangsa tanpa terkecuali. Setiap pelanggaran akan berdampak hancurnya negara. 

Di dalam konteks ini, maka sejatinya Pancasila dan UUD 1945 bukan merupakan pilar, namun justru fondasi negara atau kontrak sosial. Pancasila merupakan kontrak filosofis mengenai ide persamaan etika dan moral kenegaraan. 

Sementara itu, UUD 1945 merupakan kontrak hukum yang mengikat semua unsur negara. UUD 1945 mengatur kontrak hukum antara negara dengan rakyat, negara dengan negara, dan rakyat dengan rakyat. 

Konsekuensi logis dari Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan dasar tentu memustahilkan keduanya sebagai pilar. Keduanya adalah alasan berdirinya NKRI itu sendiri. Itu berarti NKRI sebenarnya pun bukan sebuah pilar melainkan itu adalah bangunan yang didasari oleh Pancasila dan UUD 1945. 

Lalu bagaimana dengan Kebhinnekaan? Bhinneka Tunggal Ika hemat saya bukanlah sebuah pilar, melainkan sebuah karakter yang melengkapi bangunan NKRI dan sesuai dengan prinsip Pancasila dan UUD 1945. 

Kita mungkin bisa menganalogikan dengan penampilan sebuah gedung. Jika sebuah gedung bisa dikenal ciri khas dari cat atau desainnya, maka kredo Bhinneka Tunggal Ika adalah tampilan ciri khas dari NKRI.

Tabik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun