Mohon tunggu...
Hary Hary
Hary Hary Mohon Tunggu... -

Biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi Jilat Ludah

28 Mei 2014   21:47 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:01 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau ada beberapa orang/kelompok yang terbiasa plin plan, “menjilat ludah” sendiri, kemudian membuat sebuah barisan, boleh dong kita sebut barisan itu “koalisi jilat ludah”?

Satu Februari 2010, 45 tokoh nasional mendeklarasikan organisasi kemasyarakatan (Ormas) Nasional Demokrat (NasDem). Surya Paloh menjadi pendiri sekaligus Pendiri sekaligus Ketua Umum Organisasi Masyarakat (Ormas) Nasional Demokrat. Saat baru didirikan, Surya Paloh tegas mengatakan nasdem tidak akan menjadi partai. Hal itu menjawab kecurigaan beberapa pihak yang menilai nasdem adalah kendaraan politik Surya Paloh untuk membentuk partai baru. Banyak kalangan menyebut ormas Nasdem akan menjelma menjadi partai politik.

“Biarlah Nasdem tetap menjadi ormas, tak perlu menjadi partai politik. Kita akan tetap memberikan peluang kepada akademisi, politisi, dan masyarakat luas untuk bergabung,” tegas Surya disela pelantikan pengurus Nasdem Sumatera Barat di Hotel Pangeran Beach, Padang, Jumat (14/1/2011).

Rupanya penilaian banyak kalangan itu benar adanya. Pada 26 Juli 2011, didirikan sebuah partai baru bernama sama: Partai Nasional Demokrat (Partai Nasdem). Kesamaan nama ini bukan kebetulan, karena kemudian Surya Paloh mundur dari Ormas Nasdem yang didirikannya dan memilih menjadi Ketua Umum Partai Nasdem. Lewat kongres nasional 25 Januari 2013, Surya Paloh diangkat menjadi Ketua Umum Partai NasDem.

Begitu mudah “menjilat ludah”?

http://news.okezone.com/read/2011/01/14/339/414106/surya-paloh-nasdem-tak-akan-jadi-parpol

Di barisan yang sama, terdapat PKB yang pernah menilai bahwa Jokowi belum pantas menjadi presiden. Periode Desember 2013 tentu belum begitu lama berlalu. Saat itu wasekjen PKB Abdul Malik Haramain berujar "Saat ini belum ada hasil kerja besar Jokowi di Jakarta, jadi kapasitasnya masih meragukan." Ia juga mengatakan, "Sebab kami dalam mencari sosok Capres tidak hanya dilihat dari sekadar popularitas dan elektabilitas yang tinggi saja, tapi juga kapasitasnya. Nah ini yang belum dimiliki oleh Jokowi, dalam arti ia belum terbukti kapasitasnya mempimpin institusi besar."

Tetapi lima bulan berikutnya, partai pimpinan Muhaimin Iskan ini malah mendukung Jokowi menjadi presiden.

http://nasional.inilah.com/read/detail/2055451/pkb-mohon-maaf-jokowi-belum-pantas-jadi-capres

Selanjutnya pak Jusuf Kalla. Banyak yang heran mengapa Pak JK mau menemani Jokowi menjadi capres. Padahal orang-orang setuju dengan kata-kata yang pernah JK ucapkan tentang Jokowi, "Biarlah DKI dulu, itu masalah popularitas, belum membuktikan mampu mengurus Jakarta." Pak JK juga berkata bahwa negara ini bisa hancur kalau jokowi dicalonkan jadi presiden. Tetapi kata-kata yang keluar dari mulut pak Jk menjadi “ludah yang terjilat kembali” karena Pak JK nyatanya malah mau menjadi cawapres Jokowi.

http://nasional.inilah.com/read/detail/2103813/hancur-kita-kalau-jokowi-jadi-capres

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun