Mohon tunggu...
Haryanto Baan
Haryanto Baan Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Berproses

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

10 Oktober

10 Oktober 2022   23:40 Diperbarui: 10 Oktober 2022   23:43 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

yah tepat tanggal 10 Oktober Dunia menetapkan hari kesehatan mental sedunia yang  dimulai dari tahun 1992 dicetuskan oleh World Federation for Mental Health (WFMH).  Menurut sumber CNN: Tujuan utama Hari Kesehatan Mental Sedunia adalah menciptakan kesadaran tentang masalah kesehatan mental. 

Perayaan ini ingin memastikan bahwa kesehatan mental sebagai isu yang disorot dan tetap jadi perhatian publik. nyatanya tujuan di tanggal 10 Oktober masih saja menjadi permasalahan yang terjadi hingga saat ini,  menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. merujuk pada data Kemenkes Indonesia remaja di Indonesia  lebih rentan mengalami gangguan mental, bukan berarti anak-anak di Indonesia tidak memiliki gangguan kesehatan mental menurut data Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) per Juli 2020 menyebutkan ada lebih dari 3.200 (13 persen) anak SD hingga SMA di 34 provinsi di Indonesia yang, mengalami gejala-gejala yang mengarah pada gangguan depresi ringan hingga berat. 

Sebagian besar diantaranya 93 persen gejala depresi tersebut dialami anak pada rentang usia 14-18, sementara 7 persen lainnya pada usia 10-13 Tahun. Di antara  lain penyebab masalah gangguan kesehatan mental anak di Indonesia terjadi karena, minimnya pemahaman kesehatan mental, dimana masyarakat (tenaga pengajar dan orang tua) di indonesia hanya menganggap kesehatan mental ini menjadi hal yang tabu, pandangan negatif terhadap pengidap gangguan kesehatan mental misalnya terjadi labelling, diskriminasi, pengucilan dan streotip kepada pengidap gangguan kesehatan mental tersebut. 

Rata-rata faktor penyebab gangguan kesehatan mental terjadi di lingkungan pendidikan, itulah sebabnya peran orang tua dan sekolah sangat penting untuk menciptakan kebahagiaan terhadap anak. mirisnya beberapa tenaga pengajar di Indonesia malah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan kesehatan mental terhadap anak di Indonesia misalnya seorang anak sekolah yang tidak mengerjakan tugas rumah dan anak tersebut di hukum guru-nya lalu dipermalukan di depan teman-teman nya ini adalah suatu perlakuan tenaga pengajar yang goblok tanpa memikirkan psikis anak tersebut. suatu Pertanyaan saya yang masih bersarang di kepala saya, mengapa anak-anak disuruh lagi belajar dirumah bukannya disekolah sudah ada yang memfalisitasi pembelajaran? jika anak-anak dipaksa belajar lagi dirumah, dimana dunia bermain anak-anak, sejatinya dunia anak-anak adalah dunia bermain dan bersosialisasi.  ha, payah. Sudahlah   ini suatu pendidikan yang menjajah, menjajah kebahagiaan anak-anak.

Entah sistem pendidikan di Indonesia yang tertinggal atau kualitas tenaga pengajar Indonesia yang dibawah rata-rata, intinya pendidikan kita di Indonesia ini dari dulu hingga sekarang masih bermasalah hingga merebut otoritas kebahagiaan anak di Indonesia yang dibatasi dengan peraturan-peraturan yang merebut/membatasi kebahagiaan anak-anak. world mental health day 🤟🏼

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun