Profesi Ibuku adalah seorang pedagang beras di pasar. Terkadang Aku selalu diminta menemaninya jualan. Jika ada anak lain yang berbakti kepada ibunya dengan membantu pekerjaannya. Aku tidak setulus itu. Aku mau membantu sebatas karena ingin sesuatu. Ironis memang. Tapi ini adalah kenyataan yang menjadi sesalku di kemudian hari.
Setelah mengantar Ibu jualan, akhirnya Aku pergi ke toko emas. Mataku tak lepas dengan berbagai cincin yang dipajang di sana. Sedangkan Ibu, Aku tak begitu memperhatikannya. Aku lebih memilih sibuk dengan memilih cincin yang ku inginkan. Setelah cukup lama melihat-lihat, Aku mengambil cincin bermotif kupu-kupu dengan perpaduan emas putih di sampingnya. Aku mulai menghitung uang yang kupunya, dan ternyata benar uangku tak cukup untuk membayarnya.
"Buk, uangku kurang tambahin ya." Ucapku enteng.
Ibu mulai mengambil uang dalam tas. Dan memberikan beberapa lembar uang berwarna merah padaku. Tanpa berbincang-bincang lagi kami pun pulang. Pada waktu itu Aku sama sekali tidak tahu perasaan Ibu. Sedih atau senang. Yang Aku tahu hanya permintaanku harus dituruti. Itu saja. Tak ada komentar lebih.
Dulu adalah saat-saat yang membahagiakan untukku memiliki seorang Ibu yang sangat memanjakanku dan memenuhi kebutuhanku tanpa perlu capek-capek kerja. Kuliah sudah dibiayai. Uang saku tinggal minta. Tidur tinggal tidur. Benar-benar hidup seperti seorang 'Putri'.
Hingga hari itu pun tiba. Hari dimana aku tak bisa melihat senyum ibuku lagi. Yah, dua tahun setelah kami membeli cincin, Ibuku jatuh sakit. Sakit diabetes yang menjalar ke komplikasi organ lain. Ibuku memang sudah 2 tahun terakhir mengidap penyakit itu hanya saja semakin hari semakin parah. Â Setelah empat hari di rawat di Rumah Sakit, Ibu ku dinyatakan meninggal dunia. Aku menangis menyesali seluruh sikapku yang dulu tak menghargainya.
Setelah Ibuku meninggal Aku mengalami depresi yang cukup parah. Nyaris hidup seperti boneka. Hanya berjalan kemana arus membawaku. Kerasnya hidup tanpa sosok seorang Ibu  membawaku ke kehidupan yang sebenarnya dan seadannya. Tak ada lagi kehidupan bak Putri dalam duniaku.
Aku tak pernah menyangka waktuku bersama ibu hanya sebentar. Dan sekarang hidupku berubah tak bisa merengkek seperti dulu jika ingin sesuatu. Harus berusaha sendiri. Tak ada lagi hidup foya-foya gratis bahkan untuk mencari sesuap nasipun Aku harus mencarinya sendiri.
Sempat berfikir ingin menjual cincin itu untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Tapi, Aku urungkan karena Cincin Emas itu bisa mengingatku pesan terakhir Ibu jika 'Hidup itu gak mudah harus banyak prihatin!'
29 Desember 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H