Mohon tunggu...
haryani ahmad
haryani ahmad Mohon Tunggu... -

payooo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemerintah Tidak Berwenang Mengintervensi Pertamina

3 Januari 2014   18:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:11 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal tahun 2014 PT. Pertamina (Persero) memutuskan menaikan harga gas elpiji ukuran 12 kilogram (Kg). Pertamina beralasan kenaikan harga elpiji 12 Kg karena tingginya harga pokok Liquified Petroleum Gas (LPG) di pasar dan urunnya nilai tukar rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan semakin besar. Vice Presiden Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir mengatakan, harga baru Elpiji non-subsidi kemasan 12 kg tersebut secara serentak naik di seluruh Indonesia dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp3.959 per kg.


PT Pertamina (Persero) per 1 Januari 2014 resmi menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar 68 persen. Rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959 per kg atau dengan kata lain kenaikan harga per tabung 12 kg adalah Rp 47.508. Dengan demikian, harga elpiji 12 kg akan mencapai Rp 117.708 per tabung. Salah satu dalih kenaikan ini adalah untuk menekan kerugian bisnis elpiji 12 kg yang mencapai rata-rata Rp 6 triliun per tahun.  Sebagai catatan gas, termasuk di dalamnya adalah elpiji 12 kg, merupakan kelompok pengeluaran yang memiliki andil terhadap inflasi. Dalam inflasi Desember 2013 0,55 persen, kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menyumbang 0,20 persen dari 0,55 persen inflasi bulanan. Sedangkan laju inflasi kelompok ini terhadap inflasi 2013 8,38 persen adalah 6,22 persen.


Kenaikan harga gas Elpiji 12 kg tersebut sepenuhnya merupakan corporate action atau aksi korporasi PT Pertamina Tbk. Pemerintah tidak punya kewenangan untuk mengintervensi harga itu, kecuali yang subsidi. Kenaikan harga elpiji memang tidak perlu meminta izin dari pemerintah lebih dulu, Kenaikan elpiji merupakan selaras dengan agenda kenaikan tarif listrik yang rencananya akan diberlakukan sebesar 38,9% untuk industri golongan III dan 64,7% bagi golongan IV. Keputusan kenaikan tersebut merupakan keputusan pemerintah dan DPR. Pengaturan proporsi, ditetapkan secara berkeadilan. Penentuan besaran kenaikan tarif listrik merupakan wewenang dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).


Pertamina merupakan perusahaan besar milik BUMN yang diberikan hak untuk monopoli harga tetapi pertamina jangan hanya mengutamakan keuntungan semata. Namun pemerintah akan berusaha agar kenaikannya tak terlalu memberatkan dunia usaha. Dunia usaha saat ini sudah cukup terbebani, dunia usaha saat ini menghadapi situasi dan tantangan sulit akibat ketidakpastian kondisi ekonomi baik global maupun domestik. Pemerintah memastikan bakal menaikkan tarif listrik bagi kalangan industri tahun ini.  Porsi kenaikan hendaknya mempertimbangkan kekuatan pelaku usaha supaya tidak menjadi beban industri dalam menjalankan operasional bisnisnya.


Kenaikan ini diambil karena Pertamina mendapat sorotan BPK soal kerugian tahun lalu. Sebagai BUMN pelat merah yang kinerjanya makin baik, Pertamina dituntut untung, karena ia perseroan. Nah bila rugi lagi, maka BPK akan masuk dan menganggap ada yang tidak beres. Di situlah akar persoalannya. Kenaikan harga energi seperti elpiji dan tarif dasar listrik untuk industri diakui Pemerintah  memang dapat mendorong kenaikan inflasi. Meski demikian, yang harus dikendalikan adalah produksi bahan pangan dan harga. Ia memprediksi, dampak kenaikan harga elpiji tersebut akan kecil.


Tercatat, Pertamina terakhir kali menaikkan harga elpiji 12 kg pada Oktober 2009 sebesar Rp100/kg dari sebelumnya Rp5.750 menjadi Rp5.850/kg. Namun, biayaproduksielpijiterus naik. Jikapada 2009hanyasekitar Rp7.000/kg, naik menjadi sekitar Rp10.000/kg. Sementara itu, harga jual Pertamina ke agen hanya Rp4.912/kg, sehingga ada selisih Rp5.082/kg yang mesti ditanggung perseroan. Jika penjualan elpiji 12 kg pada 2013 diperkirakan 977.000 ton, maka kerugian yang dibukukan BUMN energi itu hampir Rp6 triliun. Sedangkan dari 2008 sampai 2013, kerugian Pertamina dari elpiji tercatat mencapai Rp22 triliun. Kerugian disebabkan dua faktor utama yakni harga pembelian elpiji dan kurs. Harga bahan baku elpiji mengacu harga pasar yakni kontrak (contract price/CP) Aramco. Kontribusi bahan baku mencapai 80-90% harga jual elpiji dan 10-20% berupa biaya penyimpanan dan pendistribusian. Sebagai perbandingan, harga jual elpiji di negara lain seperti China, Filipina dan India berkisar Rp12.000-20.000/kg, sementara Malaysia dan Thailand Rp7.000/kg dengan subsidi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun