Mohon tunggu...
haryani ahmad
haryani ahmad Mohon Tunggu... -

payooo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Stop Ekspor Sumber Alam Indonesia

15 Januari 2014   16:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:48 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah melalui Menteri Perekonomian Hatta Rajasa mengaku banyak diancam terkait kebijakan pemerintah mengenai ekspor bahan tambang mentah.Acaman terjadi disaat pemerintah mengeluarkan pelarangan ekspor bahan tambang mineral. Tujuannya untuk mendapatkan manfaat optimal bagi negara. Hatta Rajasa mengeluarkan Kebijakan pelarangan ekspor yang diterapkan 6 Mei 2012, yang merupakan hasil rapat koordinasi bidang perekonomian yang dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa, 1 Mei 2012 beserta kementrian terkait.


Dalam aturan itu, sebanyak 14 komoditas diatur tata niaganya. Di antaranya, tembaga, emas, perak, timah, timbal, kromium, platinum, bauksit. Lainnya, bijih besi, pasir besi, nikel, dan mangan. Bea keluar atas ekspor ke-14 komoditas mineral itu akan diatur dalam peraturan menteri keuangan. kebijakan itu untuk menyelamatkan sumber daya alam kita. Indonesia merupakan negeri sangat kaya akan sumber daya alam. Bahkan negeri kita ini, menjadi negara nomor lima pemilik SDA terbesar di dunia. Kbijakan yang di buat berdasarkan pada pemikiran kedepan, dimana ada suatu masa, karena tak dapat diperbarui, sumber daya alam itu akan habis. Karena tak bisa tergantikan itulah pemerintah mengambil langkah antisipatif, agar ada kelangsungan. Pemerintah tak ingin mematikan usaha di sektor pertambangan, termasuk usaha tambang rakyat bermodal pas-pasan. Keinginan pemerintah agar sumber daya alam itu tetap lestari sampai ke anak cucu.


Pemerintah menegaskan akan tetap menjalankan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), diantaranya larangan ekspor bahan tambang mineral mentah mulai 12 Januari 2014. Konsekuensi dari undang-undang ini para perusahaan tambang mineral wajib membangun pabrik pemurnian atau smelter. Hatta Rajasa mengatakan, penerapan UU Minerba tersebut harus sesuai amanat undang yang memberikan masa transisi 5 tahun sejak 2009 lalu. Hatta menegaskan bila implementasi UU minerba molor karena proses tawar menawar kalangan pengusaha maka akan menurunkan posisi tawar Indonesia di dunia internasional. Pemerintah tidak akan mengubah peraturan yang sudah ada untuk tetap memberlakukan larangan ekspor bahan mineral mentah di tahun depan. Sementara terkait dengan aturan pajak sebesar 20 persen untuk bea keluar tambang, Hatta juga memastikan, akan dihimpun negara untuk pembangunan. Dengan begitu, kata dia, keuntungan dari sektor tambang tidak hanya untuk orang yang memiliki izin, tapi kembali ke negara.


Bukan Hatta Namanya jika saat membuat kebijakan akan berjalan lancer, kebijakan yang di buat pemerintah melalui Hatta rajasa mendapatkan penolakan. Protes langsung bermunculan, tidak saja dari kalangan pengusaha, tetapi juga para anggota DPR. Pemerintah dituding meneror pengusaha. Malah, pemerintah di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga dinilai memiliki agenda politis tersembunyi. Aling aling mereka mengatas namakan rakyat, para penolak kebijakan berasumsi bahwa kebijakan itu bakal mematikan tambang rakyat, bahkan ada ancaman terkait dengan pemutusan tenaga kerja dan pemutusan kontrak kerja kerja yang akan berdampak pada tingginya penggangguran di Indonesia. Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik Boedioro Soetjipto mengakui, pihaknya belum siap untuk menghentikan ekspor tambang mentah mulai tahun depan. Bila ini tetap dilakukan, maka 60% produksi tambang Freeport di Papua terancam tidak dikeruk tahun depan. Dampaknya, ada 31.000 karyawan yang terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). "Ini terdiri dari 12.000 tenaga kerja langsung Freeport, lalu 12.000 dari kontraktor-kontraktor, dan 5.000-6.000 dari kontraktor kecil. Jadi ada 31.000 orang yang berkaitan dengan ini," ujar Rozik.


Sikap Pemerintah terkait dengan kebijakan tersebut sudah tepat, kalau pun pemerintah menunda nunda maka pengusaha menganggap bahwa kita bisa ditawar terus. Bisa saja sampai 10 tahun lagi tidak akan terjadi. Dalam rentan waktu penundaan tersebut maka berapa banyak asset tambang Indonesia yang diambil dan di jual di luar negeri, sementara rakyat Indonesia hanya menikmati asilnya sedikit.  Indonesia merupakan negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam. Bahkan Indonesia menjadi negara nomor lima pemilik sumber daya alam terbesar di dunia. Namun, keberadaannya akan sumber alam yang melimpah akan menjadi sia sia bila mana hanya perusahaan asing yang menikmatinya. Pemerintah sudah sangat jelas memaparkan bahwa meski mengeluarkan kebijakan tersebut pemerintah bukan berarti ingin mematikan usaha di sektor pertambangan. "Yang kecil mungkin saja bergabung dengan perusahaan yang lebih besar. Intinya, semua harus menikmati kekayaan alam ini”.


Dalam posisi seperti ini Hatta Rajasa selaku pembuat kebijakan jangan pernah takut dengan ancaman para pencuri asset bangsa, tampa terkecuali ancam Freeport-Newmont dan perusahaan tambang. Pemerintah mengakui bila kebijakan larangan ekspor mineral mentah (ore) pada tahun ini demi menyangkut kepentingan bangsa. Tujuannya, memberikan nilai tambah bagi negara ini dalam beberapa tahun mendatang. Bangsa ini jangan mau dibodohi orang terus yang ngerukin tanah kita. Kita tidak tahu tanah itu apa saja isinya, digali lalu dikirim ke luar negeri. Jadi perlu pemurnian dan pengolahan. Pemerintah melarang keras ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2014. Jika melanggar pelaksanaan Undang-undang (UU) Minerba Nomor 4 Tahun 2009, maka akan ada konsekuensi yang harus ditanggung perusahaan pertambangan. UU Minerba bukan suatu aturan yang melonggarkan atau mengetatkan pelaksanaan larangan ekspor mineral mentah dan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral. Hatta menegaskan "Saya hanya ingin UU ini dijalankan. Jangan sampai ada lagi bahan mentah diekspor dari perut bumi Indonesian," ucapnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun