Mohon tunggu...
haryani ahmad
haryani ahmad Mohon Tunggu... -

payooo

Selanjutnya

Tutup

Money

Bertanya Pada Pertamina Program program Radio Frequency Identification

22 Maret 2014   02:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:38 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economic and Finance, Enny Sri Hartati menegaskan situasi ekonomi yang dihadapi masyarakat Indonesia masih penuh gejolak. Ancaman kenaikan harga BBM menjadi faktor yang paling dominan. Kondisi ekonomi 2014 diprediksi masih belum stabil. Beberapa faktor yang mendorong terjadinya infl asi tinggi terus berpeluang, terutama pada kebijakan harga minyak dunia dan kebijakan yang tidak pro rakyat. Kenaikan harga tabung gas saja sudah memberikan efek luas. Itu belum lagi sejumlah penyesuaian paket harga kebutuhan lainnya, seperti listrik, bahan bakar minyak dan sebagainya. Peluang kenaikan itu, menurut dia memang sulit dihindari pemerintah.

Belum masuk gejolak yang menakutkan masalah baru justru muncul saat PT INTI terpaksa menghentikan program Radio Frequency Identification (RFID) atau alat monitoring dan pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Sebab, kontrak kerja sama pengadaan alat oleh PT INTI dengan Pertamina masih menggunakan kurs Rp 9.000 per USD, sedangkan saat ini pergerakan nilai Rupiah melemah mencapai di kisaran Rp 12.000 per USD. PT INTI menghentikan impor alat RFID karena kesulitan keuangan. Mantan Dirut PLN ini juga mengungkapkan bahwa terjadi keterlambatan pemutusan oleh pemerintah terhadap proyek RFID yang digarap oleh PT Pertamina dan PT Inti sebagai alat pengendali Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi terlambat atau tersusul oleh kurs nilai tukar yang lebih dahulu berubah.

Pertamina telah melakukan tender pengadaan RFid pada akhir tahun 2013. Saat itu, Pertamina sudah menawarkan nilai kontrak dibayar sebesar Rp 21 per liter dari BBM subsidi yang disalurkan dengan sistem penyaluran RFId. Namun saat itu, INTI menyanggupi nilai kontrak dengan harga lebih rendah, yakni Rp 18 per liter. Dengan harga serendah itu, INTI menang tender. Namun pemasangan alat terhenti karena PT INTI tidak sanggup lagi menyediakan alat RFid. Penyebabnya, pelemahan rupiah mengakibatkan harga alat tersebut melambung tinggi. keterlambatan pemasangan Radio Frequency Identification (RFID) itu, berisiko menyebabkan terlampauinya kuota BBM subsidi. Pertamina mengungkapkan bahwa, keterlambatan pemasangan RFID yang ditargetkan sudah terpasang pada Juli 2013 lalu disebabkan oleh kesulitan finansial yang dialami perusahaan pemenang tender pengadaan RFID.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyindir tak jalannya program yang digagas Pertamina dan dikerjakan oleh PT Inti ini. Bahkan Hatta menyebut program tersebut hanyaomdo alias omong doang. Direktur Utama PT Inti Tikno Sutisna mengungkapkan, pihaknya hanya bertugas melakukan pemasangan RFID, terkait program tersebut disebut hanyaomdo silakan ditanyakan ke Pertamina. Hatta mengatakan, lonjakan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masih menjadi ancaman tahun ini. Dalam APBN 2014, subsidi BBM dipatok sebesar 48 juta kiloliter (KL). konsumsi BBM subsidi sangat bergantung dari upaya pengendalian yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Seperti program pembatasan konsumsi BBM subsidi dan RFID sampai sekarang tidak jelas. Hatta mengaku belum melihat kelanjutan dari program yang sudah direncanakan tersebut, baik RFID maupun pembatasan konsumsi BBM subsidi. Meskipun dalam dua bulan berjalan di 2014, konsumsi BBM masih berada pada tahap normal. Realisasi konsumsi BBM di 2013 adalah sebesar 46 juta KL. Hatta menilai konsumsi akan terus bertambah sering dengan pertumbuhan ekonomi. Sehingga diperlukan program yang benar-benar nyata, sementara Kegagalan sistem justru akan memicu kekhawatiran masyarakat dalam penerapan sistem tersebut program Radio Frequency Identification (RFID).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun