Mohon tunggu...
Haryanto
Haryanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Komunikasi, Praktisi Filantropi dan Peminat Budaya Massa

Masih aktif mengajar komunikasi dan public relations di perguruan tinggi swasta di Jakarta. Juga masih aktif sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan televisi siaran dan ditugaskan untuk mengelola bidang kegiatan corporate social responsibility dan filantropi perusahaan. Beberapa kali membeirkan training mengenai kehumasan dan menulis untuk keperluan skenario, artikel dan fiksi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pejabat Dalam Film Indonesia

26 April 2012   09:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:05 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kabar yang beredar belum lama ini tentang cagub DKI Joko Widodo hendak bermain sebuah film berjudul Finding Srimulat (www.antaranews.com) sesungguhnya bukan hal baru dalam perfilman Indonesia. Sampai kini, kabarnya produser Magma Film yang memproduksi Finding Srimulat terus melakukan pendekatan kepada Jokowi agar Walikota Solo itu bersedia berperan sebagai dirinya sendiri. Apalagi, film ini juga akan melakukan pengambilan gambar di kota Solo sebagai bagian dari sejarah kelahiran Srimulat (www.tribunnews.com)

Perfilman Indonesia telah mencatat adanya sejumlah nama pejabat yang pada saat masih menjabat setidaknya pernah ditawari atau bermain dalam sebuah film komersil. Banyak sebab yang melatari mengapa tawaran itu datang, seperti juga banyak pertimbangan sang pejabat sendiri pada akhirnya menerima atau tidak menerima tawaran tersebut. Tentu saja beda zaman beda pula mereka menyikapinya. Zaman Orde Baru yang serba pakewuh lebih banyak pejabat yang jaim (jaga imej) ketimbang sekarang yang cenderung mengejar pencitraan. Yang juga patut dicatat, meski berpeluang menuai perhatian publik, keterlibatan pejabat belum tentu juga menuai perolehan komersil. Tapi sebetulnya, baik pejabat ataupun produser film bisa saling menguntungkan, seperti keterlibatan Jokowi - kalau jadi - di Finding Srimulat yang bertepatan dengan masa pencalonannya sebagai Cagub DKI.

Tidak berjauhan dari kabar Jokowi dan Finding Srimulat beredar, dunia entertainment dan mungkin juga dunia politik Indonesia dikejutkan dengan kabar rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan terlibat dalam sebuah film. Entah siapa yang mula memunculkannya, media mencatat kabar itu ramai diberitakan kala seorang artis muda, Dinda Hauw dalam sebuah wawancara mengungkapkan ekspresi gembiranya saat ditawari bermain dalam sebuah film (www.tribunnews.com) Konon kabarnya, di film itulah Sang Presiden yang suka berkesenian ini akan muncul dan berinteraksi dengan sang artis. Karuan kabar yang semula beredar di ranah hiburan 'naik peringkat' ke ranah politik setelah sejumlah politisi dan orang pemerintahan mengomentarinya. Juru bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha bahkan sampai harus melakukan klarifikasi tentang kabar tersebut (www.vivanews.com). Pada akhirnya tidak jelas betul adakah tawaran itu pernah benar-benar diajukan atau itu hanya salah satu trik marketing, mengingat Sang Presiden termasuk orang yang dekat dunia entertainment karena sudah menelurkan 4 album lagu. Perlu dicatat pula, dunia politik sejak reformasi lekat pula dengan dunia entertainment pada satu titik: pencitraan.

Keterlibatan seorang Presiden bukan kali ini mengharu biru dunia hiburan - mungkin juga dunia politik Indonesia. Pada masa orde baru, dimana sosok seorang Presiden begitu disegani bahkan nyaris dikeramatkan, perfilman Indonesia dikejutkan dengan 'keberanian' sutradara Judy Soebroto yang hendak menghadirkan sosok Presiden Soeharto himself dalam filmnya yang berjudul Nyoman dan Presiden. Film yang jelujuran ceritanya sederhana dan linier tentang seorang anak bali bernama Nyoman yang berkeinginan bertemu dengan Presiden Soeharto yang telah membalas suratnya, kala itu menjadi sorotan berbagai pihak karena niatan menghadirkan Pak Harto di layar lebar. Tidak diketahui bagaimana reaksi Pak Harto sendiri, yang pasti lembaga Departemen Penerangan meminta agar judul film tersebut diganti menjadi Nyoman dan Merah Putih. Sosok Sang Presiden yang manusia biasa disimbolkan menjadi.dua warna yang begitu lekat sebagai simbol berani dan suci itu. Konon kabarnya, karena lembaga kepresidenan adalaha simbol negara, maka tidak patut hadir dalam film yang merupakan komoditas dagang (www.beritajatim.com). Seingat saya, kala itu, meski mendapat banyak sorotan, komentar orang tidak seriuh saat SBY dikabarkan hendak main film tadi. Boleh jadi, lantaran masa itu satu tarikan ekspresi tidak suka di wajah Sang Presiden yang teduh bisa ditafsirkan sebagai titah mematikan oleh para pembantunya. Hasilnya, seingat saya film tersebut tak sempat berumur panjang dalam peredarannya.

Nama lain yang masuk ke dalam jajaran pejabat bermain film adalah Yusril Ihza Mahendra. Mantan Mensesneg (20 Oktober 2004 - 8 Mei 2007) yang kini melanjutkan profesinya sebagai lawyer ini tidak tanggung-tanggung berperan utama sebagai Laksamana Cheng Ho dalam serial berjudul sama yang ditayangkan Metro TV pada tahun 2008 atau selang setahun melepas jabatannya sebagai Mensesneg. Entah ada hubungan atau tidak dengan Pilpres yang ketika itu akan digelar pada 2009 atau dengan hiruk pikuk kasus sistem identifikasi sidik jari otomatis yang membuatnya diperiksa KPK (capresindonesia.wordpress.com), langkah yang dilakukan Yusril ketika itu bisa dikategorikan 'terobosan' dunia politik ke dunia entertainment dan juga mungkin sebaliknya. Selain Yusril yang pegang peran utama di serial 50 episode Laksamana Cheng Ho juga ada Saifullah Yusuf.  Gus Ipul ketika itu adalah Ketua GP Anshor didapuk menjadi Prabu Wikrama Wardhana, Raja Majapahit. Masih harus disurvey dan diuji apakah keberhasilannya meraih kursi Wagub Jatim pada 2009 itu berkat serial ini atau karena sebelumnya Gus Ipul sudah pernah bergabung dalam kabinet menjadi Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dan didukung oleh partai. Meski digarap serius sampai ke China dan Thailand, serial bagus ini gemanya tak cukup menyeruak di jagat hiburan Indonesia. Di dunia poilitik, ya itu tadi masih perlu diuji dan disurvey, kan lagi musim survey-surveyan...

Labih jauh lagi dari era  Laksamana Cheng Ho -nya Yusril, ada film Sunan Gunung Jati karya Bay isbahi yang diperankan oleh Abdul Rahman Saleh yang ketika itu usia menjabat sebagai Direktur LBH arsip.gatra.com, belakangan Pak Rahman menjabat Jaksa Agung di aal masa pemerintahan SBY. Ada juga film Sembilan Wali yang menjajarkan para pemain dari kalangan seniman dan tokoh ada Sardono W. Kusumo sebagai Sunan Kalijaga, KH Yusuf Hasyim tokoh NU sebagai Sunan Gresik dan Guruh Soekarnoputra sebagai Sunan Muria www.tabloidbintang.com. Saat itu Guruh Soekarnoputra dikenal sebagai seniman tari dan musik. Film itu jadi sorotan lantaran di masa orde baru yang represif terhadap klan Soekarno, kiprah Guruh dalam film yang berperan sebagai Sunan Muria itu seakan memperoleh pemgecualian. Bisa jadi, lantaran yang digeluti Mas Ruh adalah dunia seni dan berperan sebagai Sunan yang konon menyukai kesenian... amaaan..

Dunia film sesungguhnya tidak menafikan keterlibatan para pejabat publik berperan dalam jelujuran kisahnya. Boleh jadi itu adalah trik dagang para saudagar film, tetapi sesungguhnya bagi para pejabat hal itu dapat dimasukan sebagai salah satu startegi membentuk citra positif bagi dirinya. Dimasa seperti sekarang dimana politik sama dengan pembentukan citra perilaku simbiosis mutualisme merupakan sebuah keniscayaan. Pekerjaan rumah bagi kedua pihak: produser film dan manajer kampanye adalah menjaga agar film sebagai produk hiburan tidak tercemar menjadi propaganda dan terjebak pada pencitraan berlebihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun