Mohon tunggu...
Hary Gunawan
Hary Gunawan Mohon Tunggu... -

S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang SMU Seminari St. Petrus Kanisius Mertoyudan Magelang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Budaya Instan Caleg-caleg Kita

20 April 2014   18:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:26 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu legislatif 9 April 2014 baru saja usai. Dari hasil hitung cepat dari hampir semua lembaga survei sudah dapat diketahui partai mana mendapatkan berapa persen suara. Lain halnya dengan caleg, mereka masih harus menunggu rekap perhitungan manual dari KPU.

Yang menarik dari pemilu langsung ini adalah setiap pemilih dapat memilih langsung wakil-wakilnya. Namun sistem yang sebenarnya sangat modern ini ternyata tidak bisa optimal karena tentu saja rakyat dan terutama caleg-caleg kita belum siap. Mayoritas dari caleg-caleg kita adalah orang yang belum berbuat apa-apa untuk masyarakat. Mereka umumnya baru mau berbuat. Maka selalu kalau kampanye : jika saya terpilih nanti, saya akan.... Dan rakyat pemilih juga kebingungan : ini siapa lagi. Maka caleg artis/publik figur dan calon petahana lebih diuntungkan dengan pemilihan langsung semacam ini. Di mana masyarakat umum lebih mengenalnya.

Maka berbagai cara ditempuh untuk memperkenalkan diri ke publik : iklan mulai dari bikin leaflet, pasang foto di pohon, pasang baliho/billboard, iklan di TV, iklan di radio, lewat media sosial : facebook, twitter. Tentu cara-cara mengundang artis dan kampanye terbuka juga dipakai tapi skalanya lebih terbatas dan hanya bisa dipakai oleh mereka yang berduit dan yang punya akses ke situ (anak pejabat).

Padahal itu semua (biaya) bisa dihemat jika para caleg tersebut melakukan investasi jauh-jauh hari. Investasi yang dimaksud di sini tentunya tidak melulu uang tetapi juga waktu, tenaga, pikiran untuk pemberdayaan masyarakat. Ironis sekali jika kita melihat anomali ini. Bagaimana mungkin orang yang mau menjadi pelayan masyarakat tetapi tidak pernah punya pengalaman melayani masyarakat.

Belum lagi yang pada stress karena tidak terpilih. Secara logika orang yang mau melayani tentu tidak akan stress jika dia tidak terpilih, dan tentunya dia sudah mengukur segala sesuatunya, termasuk pendanaannya. Apakah akan dibiayai lewat hutang. Dan apakah dia sanggup melunasi hutang tersebut nantinya. Tentunya bila siap terjun ke dunia politik cuma gagal di caleg tentu orang tersebut tidak akan stress. Kalau stress terkait banyak hutang ya itu salah sendiri dan ini sebenarnya salah satu mata rantai korupsi. Karena kalau caleg bersangkutan jadi tentu akan berusaha dengan segala daya upaya untuk mengembalikan hutang-hutangnya. Walaupun akar dari korupsi sebenarnya adalah ketamakan.

Demikian jika ingin sukses dalam pencalegan, caleg-caleg itu harus serius dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat minimal 5 tahun sebelum dia nyaleg.

Salam,

Niko Hary Gunawan

Wakil Sekjen Pengurus Pusat Pemuda Katolik

Alumnus Universitas Diponegoro

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun