Mohon tunggu...
Ahmad Jazuli Harwono
Ahmad Jazuli Harwono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis untuk melupakan masalah, dan satu-satunya cara yang paling memungkinkan(saat ini) untuk beraktualisasi. Penulis dapat di hubungi melaui email:paklik_jul@yahoo.co.uk dan hp:081 386 25 6949

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hentikan Perdebatan Agama karena Ahok

14 Oktober 2016   11:21 Diperbarui: 14 Oktober 2016   11:29 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Berawal dari postingan Buni Yani di akun FB nya, yang kemudian viral di medsos, kini masalah pidato ahok di pulau seribu berkembang luas menjadi isu penistaan agama yang memicu kegaduhan di masyarakat.  Di status FB nya, Buni Yani melakukan kesalahan ketika mentranslate pidato Ahok.  Dalam video Pidato Ahok, sebenarnya   ahok menyatakan, "dibohongi pakai almaidah 51". Tapi, translate hasil pendengaran  Buni  justru menjadi, "dibohongi almaidah 51". Dengan menghilangkan frase kata pake maknanya pun kemudian menjadi  jauh berbeda. Dan seolah telah menyatakan bahwa Ahok menistakan agama islam. Bahkan, ketika Buni Yani sudah mengakui kesalahanya di ILC Selasa 11 oktober lalu, hal itu tetap tidak mampu meredam suasana. Umat Islam sudah kadung terbakar dengan pernyataan Ahok.

Kasus Ahok kini bahkan telah memasuki babak baru yang lebih panas. Paling tidak setelah Nusron Wakhid yang aktivis Nu tampil sebagai pembela Ahok . Nusron  mengkritik keras kelompok kelompok anti ahok yang dia tuding sering menggunakan isu-isu agama. Sangking panasnya,  Kasus Ahok bahkan seolah membelah masyarakat Indonesia menjadi dua kelompok. Antara yang pro Ahok dan Kontra Ahok. Persoalan Pilgub DKI ini akhirnya meluas menjadi masalah nasional.Tidak lagi masalah warga Jakarta. 

Dua kelompok yang terbelah karena Ahok kemudian saling serang. Bukan saja dengan argument, tetapi   dengan cacian, hujatan, bahkan ancaman-ancaman yang menjurus pada kekerasan.  Media social, adalah salah satu contoh tempat pertempuran antara kubu pro dan kontra ahok. Bermacam-macam umpatan kasar, tuduhan kafir, murtad dan sebagainya mewarnai kolom komentar diskusi-diskusi  di facebook. Dari mulai ustad, kyai, politisi, mahasiswa dan warga biasa berpartisipasi dalam debat panjang tentang ahok. Diskusi tentang Ahok menjadi sangat sexy, karena ini menyangkut juga tentang agama dan ideology bangsa.

 (Perdebatan yang mengkait kaitkan agama dalam kontestasi politik seharusnya tidak boleh ada lagi)

 Kalau saya boleh ngomong, seharusnya perdebatan yang mengkait kaitkan agama dalam kontestasi politik seharusnya tidak boleh ada lagi. Karena sesuai dengan consensus bangsa kita, urusan penyelenggaraan Negara tidak boleh diatur berdasarkan norma dan standar aturan dari agama tertentu saja. Konstitusi Negara kita tegas mengatakan bahwa  Indonesia bukan Negara agama. Karena itu, seharusnya alasan agama tidak boleh dipakai untuk mendiskriminasi orang. Orang Indonesia harus memiliki pandangan luas, karena sudah memiliki konsep cara pandang baru yaitu sebagai orang Indonesia yang berpancasila. 

 Founding father kita sudah bersusah payah merancang  bagaimana mencari cara untuk merekatkan semua komponen bangsa yang berbeda beda. Dengan Pancasila yang mereka temukan, diharapkan bahwa kelak bangsa ini dapat memiliki kesamaan identitas sebagai suatu bangsa , bangsa Indonesia, dan kemudian mampu mengatasi segala perbedaan karena ras, suku, maupun agama. Perbedaan karena agama, suku, ras tidak boleh mengemuka dan dibiarkan menjadi bahan bakar konflik.  BerIndonesia itu artinya semua komponen bangsa harus memiliki cara pandang yang sama, bahwa kita semua yang berbeda agama, suku, dan ras antar golongan ini, sesungguhnya adalah entitas yang sama. Yaitu satu saudara karena sama sama merupakan satu keluarga besar bernama bangsa Indonesia. Karena satu saudara dan satu keluarga, seyogyanya semuanya memiliki kesempatan yang sama.

 Sebelum bibit ketegangan antar agama yang sekarang mengemuka ini berubah menjadi konflik agama yang lebih luas, maka bangsa ini harus segera sadar dan segera mengakhiri segala macam perdebatan yang tidak perlu. Pancasila sudah paripurna titik. Masyarakat juga harus tahu bahwa diantara gaduh soal agama ini juga terselip kepentingan politik dan perebutan kekuasaan.  Karena itu, kita jangan naïf dan bodoh dengan mau larut begitu saja dengan permainan yang sudah di design oleh para elit politik. Pro Kontra soal Ahok harus dilokalisir menjadi urusan pemilukada sebagaimana biasanya, dan hanya untuk  masyarakat DKI saja. Jangan kemana mana. Jangan dibiarkan berkembang luas menjadi isu nasional yang didalamnya terdapat benturan ideology dan agama, yang berpotensi memecah belah masyarakat.

 Polarisasi masyarakat dengan muatan  isu agama tidak sehat, bahkan sangat berbahaya. Konflik karena agama adalah termasuk konflik paling mengerikan dalam sejarah  peradapan manusia. Bagaimana tidak mengerikan, karena dalam kerangka konflik umat beragama, bahkan para pelaku kejahatan kemanusiaan dapat tetap merasa bahwa tindakanya adalah suci dan benar, karena sesuai dengan syariat agamanya.  
 .
 Terakhir, 

 saya tidak suka ahok, karena arogansinya dalam melakukan penggusuran. Tapi dalam persoalan ini, saya tidak bisa tidak bersikap obyektif.  Bisa saja Ahok memang salah karena dalam kapasitas kunjungan kerja sebagi seorang gubernur, dia tidak semestinya membicarakan konten kampanye. Bisa saja ahok memang salah, karena sebagai non muslim tidak tepat bila dia mencomot comot ajaran agama islam untuk kepentingan politiknya. Tetapi reaksi  yang sangat besar yang diberikan kepada Ahok  dengan membawa-bawa agama seperti yang sedang terjadi saat ini, menurut saya sudah sangat berlebihan dan sangat berbahaya. 

Terlalu mahal harga yang harus dibayar oleh bangsa ini jika sentiment agama dipakai untuk tujuan tujuan politik. Taruhanya adalah kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Konflik agama seperti yang terjadi berlarut larut di Timur Tengah dan  sudah memakan korban jutaan manusia tidak perlu di bawa kesini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun