Mohon tunggu...
Ahmad Jazuli Harwono
Ahmad Jazuli Harwono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis untuk melupakan masalah, dan satu-satunya cara yang paling memungkinkan(saat ini) untuk beraktualisasi. Penulis dapat di hubungi melaui email:paklik_jul@yahoo.co.uk dan hp:081 386 25 6949

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kapan Selesainya Ribut Terus Masalah Ucapan Natal?

24 Desember 2015   16:57 Diperbarui: 24 Desember 2015   17:44 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk melakukan semua langkah perbaikan citra islam, selain butuh kerja keras diperlukan juga keluasan dan kecerdasan dalam berpikir. Keluasan dan kecerdasan berpikir menghasilkan daya kritis yang sangat diperlukan dalam mempelajari agama apapun. Dengan sikap kritis, maka agama tak hanya akan menciptakan kepatuhan-kepatuhan dan dominasi yang harus mematikan akal sehat demi alasan dogmatis.

Hasrat religius harus disalurkan dengan benar agar tidak memunculkan perilaku yang kontraproduktif. Sikap terbuka, kritis dan kedewasaan dalam berpikir sangat diperlukan untuk mempelajari agama, agar apa yang dihasilkan dari cara beragama kita adalah benar-benar hal-hal yang baik saja. Sikap terbuka dan daya kritis juga akan menjauhkan kita dari gagal fokus. Gagal fokus maksudnya adalah; Bukankah tujuan kita belajar agama agar kita bisa memperbaiki akhlak atau moralitas, supaya kita menjadi manusia yang semakin baik?.

Tetapi karena gagal fokus, maka itu semua tidak kita dapat karena fokus dan perhatian kita berbelok mementingkan hal-hal yang tidak penting dan tidak rasional! Tuhan membekali manusia dengan akal, dengan nurani yang dari situ manusia bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Jangan sampai, karena kita mengikuti penafsiran yang salah, yang muncul karena kita meninggalkan otak ketika belajar agama, justru menjauhkan kita dari apa yang sebenarnya diinginkan Tuhan melalui nabi Muhammad dengan ajaran islamnya.

Kita mengenal Tuhan dan ajaranya tidak dari Tuhan langsung. Tetapi hanya melalui kitab suci yang bahkan tidak pernah ditulis sendiri oleh Tuhan!. Seagung dan semistis apapun Kitab suci, kita tidak bisa mengingkari fakta bahwa kitab suci bentuknya hanyalah tulisan. Karena tulisan, maka yang membacanya lah yang memberi makna. Diperlukan ilmu dan kecerdasan yang lebih dalam memahami dan mengikuti tulisan-tulisan!!

Ada beberapa kisah menarik tentang praktik toleransi yang pernah dipraktekan nabi Muhammad, yang bisa kita jadikan pedoman dalam kehidupan kita saat ini. Abu Tholib paman nabi Muhamad tidak mengikuti keyakinan Islam sampai dia meninggal. Apakah nabi muhammad pernah mempermasalahkan keyakinan pamanya? Dikisahkan juga, kalau nabi muhamad punya tetangga yahudi yang selalu melemparinya dengan kotoran, tapi nabi muhammad tidak pernah dendam, bahkan justru beliaulah orang yang pertama kali menjenguk si yahudi ketika si yahudi sakit. Selain itu, kita umat muslim, tentu tahu tentang piagam madinah bukan? Bukankah Piagam madinah, adalah bukti otentik tentang betapa toleranya nabi muhammad terhadap keyakinan agama lain!! Oh ya, semua kisah yang saya cuplik tentang riwayat toleransi nabi muhammad ini nyata bukan? Dan, Kalau kisah toleransi nabi ini memang nyata dan benar-benar dilakukan oleh nabi Muhammad, mengapa kita yang mengaku umatnya tidak meniru yang beliau contohkan?

Sudahlah, tidak perlu lagi bangsa ini ribut terus karena masalah agama. Semua agama diindonesia sama saja, semua berhak menjalankan ibadahnya dan yang lainnya wajib menghormati. Memberi kesempatan dan menghormati ibadah agama lain tidak dilarang negara dan tidak akan dimurkai Tuhan. Yang dimurkai Tuhan adalah ketika manusia melakukan korupsi, tidak jujur, serakah, tidak peduli dengan yang lain, arogan, berbuat jahat dan senang dengan permusuhan. Sudahlah kawan, beragama jangan gagal fokus. Pikirkan dengan matang, tetapkan tujuanya, dan renungkan, sebenarnya untuk apa sih manusia beragama?

Ada banyak cara untuk menempatkan agama dalam kehidupan manusia. Tetapi cara terbaik untuk memperlakukan agama adalah, menjadikanya pedoman untuk sikap personal dan tindakan sosial kita agar selalu baik. Jika semua umat beragama telah mampu menempatkan agama secara benar di dalam kehidupanya, maka akan tercipta harmoni kehidupan sosial terbaik.  Namun, Jika hal itu terus tidak bisa diwujudkan, atau terus berdampak sebaliknya, lalu apa gunanya beragama?

Terakhir, bisa jadi anda tetap merasa benar dan tetap merasa didukung Tuhan setelah kelakuan anda meneriaki, melecehkan, menghakimi keyakinan orang lain. Bisa jadi anda tetap tak menemukan kesalahan anda meskipun nyata-nyata itu telah melukai perasaan orang lain. Tetapi satu hal, dengan semua kelakuan anda itu,telah membuktikan, betapa keringnya spiritualitas anda, betapa bebalnya anda, dan betapa buruknya akhlak anda!!. Dan jika yang seperti anda itu ternyata banyak, sekali lagi, dimana kemuliaan agama islam kalau begitu?

Selamat hari natal bagi teman-teman yang merayakan, semoga natal ini berbuah pencerahan sehingga kalian bisa menjadi manusia-manusia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun