Mohon tunggu...
Ahmad Jazuli Harwono
Ahmad Jazuli Harwono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis untuk melupakan masalah, dan satu-satunya cara yang paling memungkinkan(saat ini) untuk beraktualisasi. Penulis dapat di hubungi melaui email:paklik_jul@yahoo.co.uk dan hp:081 386 25 6949

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Epi Sang Ayah Tega Membunuh Anaknya Sendiri?

30 Januari 2014   12:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:19 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Epi Suhendar tega membunuh anak kandungnya yang baru berusia tiga tahun, Ikhsan Fazel Mawlana. Ia juga menganiaya istrinya, Ai Cucun (23).

"Motif sementara pelaku depresi karena tekanan pekerjaan dan khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarganya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi, Rikwanto di Jakarta Senin (27/1). Rikwanto menjelaskan, tersangka adalah karyawan PT Mitshuba sebagai pemimpin, kemudian tidak memenuhi target pekerjaan yang dibebankan perusahaannya. Akibat tidak memenuhi target pekerjaan, tersangka khawatir dipecat perusahaan sehingga berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan hidup istri dan anaknya termasuk cicilan rumah. "Tersangka memikirkan cicilan rumah sebesar Rp 800 ribu per bulan dan kebutuhan anak dan istrinya," ujar Rikwanto Klik Link

TRAGEDI. Ada yang mengatakan, bahwa sebuas buas harimau tidak akan memangsa anaknya sendiri. Barangkali memang demikian untuk harimau, tetapi fakta berbicara lain untuk manusia. Epi Suhendar adalah bukti bahwa manusia ternyata bisa lebih buruk daripada binatang. Lantas, mengapa hal itu bisa terjadi, bukankah manusia memiliki akal budi?

Manusia yang sehat dan waras pikiranya, tentu tidak akan berlaku demikian. Hanya manusia sakit jiwa tentunya yang sanggup untuk melakukan tindakan sadis semacam itu. Masalahnya, gangguan jiwa tentu merupakan ancaman bagi semua orang. Semua orang yang saat ini masih waras, berpotensi untuk menjadi stress dan bahkan mengalami gangguan jiwa seperti Epi.

Orang bisa stress karena keadaan yang dialaminya. Ketika manusia menemui keadaan yang tidak diinginkan, atau akan mengalami sesuatu yang menakutkan, maka dia akan menjadi gelisah dan kuatir, jadi Stress. Berdasarkan kesimpulan sementara, motif Epi membunuh anaknya adalah karena tekanan ditempat kerja. Epi kuatir akan dipecat karena tidak mampu mencapai target.

Jika memang  itu alasan Epi,bagi anda yang bekerja di perusahaan swasta yang bisnis oriented, tentu bisa memahami bahkan pernah (atau sedang) merasakan sendiri situasi kegelisahan yang dirasakan Epi. Suasana yang sama, mungkin juga sedang terjadi tempat kerja anda, pada pekerjaan anda, Yaitu:  Beban Target!

Pada sistem ekonomi kapitalis, aktifitas yang paling dipentingkan dalam kegiatan perekonomian adalah bagaimana bisa melipat gandakan modal sebanyak mungkin. Dan metode untuk melipatgandakan modal tersebut, dilakukan berdasar prinsip ekonomi “ Dengan pengeluaran sekecil-kecilnya, untuk hasil sebesar-besarnya”.

Semua perusahaan pasti ingin untung besar, dan selalu meningkat keuntunganya setiap masa. Karena itulah, maka perusahaan membebankan targetkepada karyawanya. Dan kecendrungan dari besarnya target adalah meningkat dan menjadi semakin tidak realistis dari waktu kewaktu.

Karena target semakin berat, maka terjadi hukum saling tekan-menekan. Atasan menekan bawahannya, dan bawahanyan menekan bawahanya lagi sampai habis. Namun, karena memang penentuan target sebenarnya tidak realistis, tidak sesuai dengan kondisi dilapangan, target tidak pernah terpenuhi. Alhasil tuntutan target menghasilkan banyak orang stress. Atasan yang tahu bawahanya tidak mencapai target marah ke bawahannya. Yang di marahi, balas memarahi yang di bawahnya, demikian seterusnya. Stres semua.

Di perusahaan, terutama di divisi marketing, standard penilaian kinerja menggunakan ukuran yang jelas, yaitu terpenuhinya target kuantitatif . Kalau itu marketing bank, maka biasanya target kerjanya setiap bulan adalah mendapatkan  nasabah dengan jumlah  dan serapan pinjaman atau tabungan  dengan nominal tertentu.Masalahnya, si penentu kebijakan (si pembuat target) kebanyakan mengabaikan segala kemungkinan kondisi yang bisa terjadi dalam praktek, yang bisa menghambat tercapainya target. Misal banyaknya competitor.

Reward dan punishment atas pencapaian target, berlaku hitam putih, tegas bahkan kejam!. "Kalau kamu mencapai target, kamu masih akan saya pakai dan dapat komisi.Tetapi kalau kamu tidak mencapai target, maka siap-siap kamu angkat kaki"!

Begitulah suasana kerja di perusahaan-perusahaan yang menganut sistem kapitalis (termasuk perusahaan-perusahaan di Indonesia).Karyawan harus bertahan hidup melawan segalam macam tekanan, dan resiko ketidak pastian masa depan. Mengapa tidak pasti?. Karena, berdasar hukum ekonomi, bisa saja karyawan di PHK atau dipaksa mengundurkan diri secara  tiba-tiba karena alas an efisiensi.

Lalu harus bagaimana?

Di dalam Sistem kapitalis,bagi manajemen perusahaan, karyawan, tidak ada bedanya dengan alat produksi lain. Karyawan adalah bagian dari mesin produksi  itu sendiri. Karenanya, ketika seseorang memutuskan untuk menjadi karyawan , maka itu berarti dia harus siap mengalami hidup tanpa makna, terjebak dalam rutinitas, dan harus terasing dari dirinya sendiri. Tanpa kesabaran, dan manajemen diri yang memadai maka terjebak dalam situasi semacam ini bisa membuat manusia berakhir menyedihkan, seperti si Epi.

Situasinya memang sangat sulit sekarang. Tetapi sayangnya, situasi yang sulit itu ada di depan kita dan nyaris tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, diperlukan tindakan yang cerdas, bijak,  namun juga  konkret untuk menghadapi situasi demikian. Sambil menunggu perubahan sosial yang kita inginkan (yang barangkali masih ada) kita perlu merumuskan strategi untuk survive, agar tidak kalah oleh keadaan. Dalam konteks menjalani hidup, mencari pekerjaan, menurut saya, strategi itu antara lain

  1. Memilih pekerjaan yang sesuai dengan criteria kita. Waktu kita di tempat kerja, itu lebih banyak di banding waktu untuk diri sendiri atau untuk keluarga. Apa jadinya apabila kita harus menjalani pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan keahlian kita?. Jawabanya, karir tidak lancar dan merasakan stress setiap saat.
  2. Bila mendapat pekerjaan yang sesuai itu sulit, maka, mau tidak mau maka harus berupaya menerima kenyataan yang ada,  bersabar dan terus belajar menyesuaikan diri.(terhadap pekerjaan yang dimiliki).  Sambil terus berusaha meningkatkan kapasitas diri dan tidak berhenti mencari peluang.
  3. Bersikap bersahabat di tempat kerja, agar kita bisa banyak teman. Dengan banyak teman, maka kita bisa mengurangi sedikit tekanan pekerjaan, misal dengan candaan-candaan bersama teman. Jika memungkinkan, jadikan tempat kerja anda sebagai rumah kedua bagi anda.
  4. Kalau tempat kerja isinya membuat stress melulu, maka kita perlu obat anti stress. Kita perlu hiburan, kita perlu aktualisasi di/ dari tempat lain. Kita tidak bisa meremehkan dan mengabaikan begitu saja aktifitas mencari hiburan atau beraktualisasi. Karena sikap demikian, membuat kita terlena dan terlambat menyadari gejala stress yang kita alami. Mencari hiburan atau beraktualisasi, bisa bermacam-macam caranya. Bisa dengan menyalurkan hobi atau aktif bersosialisasi
  5. Saat ini kita mengalami inflasi yang luar biasa, namun tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan. Alhasil, situasi ini membuat keadaan ekonomi kita menjadi pas-pasan bahkan kekurangan. Kita perlu bertahan dan menyiasatipengeluaran. Teorinya gampang. Dahulukan kebutuhan daripada keinginan!. Cuma prakteknya yang susah. Atau, mungkin juga kita perlu pekerjaan sampingan?.
  6. Hiduplah dulu dengan apa yang ada. Seringkali kita semua ini hidup dalam alam pikir terburu-buru. Terburu-buru punya rumah padahal rumah mertua masih banyak kamar kosong, terburu-buru punya mobil padahal motor bagus sudah dipunyai, dan terburu-buru punya yang lainnya, padahal sebenarnya kita belum mampu untuk itu semua.
  7. Berwirausaha. Selain menjadi karyawan, berwirausaha sebenarnya adalah opsi yang menjanjikan.Semua pasti tahu manfaat berwirausaha. Yang jadi hambatan untuk berwirausaha , seringkali adalah karena faktor mental untuk memulai.  Mental Blocking!. Rata –rata dari kita menghadapi persoalan mental,  sehingga takut, merasa tidak bisa, merasa tidak tahu, dan akhirnya tidak memulai berwirausaha.
  8. Bagi anda yang belum menikah. Selain mengukur status kemampuan anda ketika ingin menikah, (terutama menyangkut kemapanan pekerjaan) yang tidak kalah penting adalah selektiflah memilih pasangan. Yakinkah anda dengan calon pasangan anda?.Carilah pasangan yang banyak persamaannya dengan anda, se-frekuensi dengan anda. Ini penting. Karena pasangan atau keluarga pasangan anda nantinya memiliki pengaruh besar di kehidupan anda. Jadi, jangan sampai anda menjadi orang gila karena menuruti pasangan anda yang gila!.
  9. Terakhir, setelah semua upaya kita lakukan, maka selanjutnya adalah bersikap pasrah dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan yang maha penyayang. Karena itu akan menentramkan batin, dan melupakan sejenak masalah yang kita hadapi. Lalu biarkan Tuhan juga bekerja menyelesaikan masalah yang kita hadapi.

Itulah sedikit sharing dari saya, barangkali bermanfaat agar kita tidak menjadi Epi-Epi berikutnya(Nauzu Billah Min Dzalik). Kecuali bagi anda yang saat ini hidup dengan takdir baik, terlanjur kaya, atau dalam istilah jawa “Balungan Sugeh” (Tulang Kaya) dan “Senden Kayu Jati” (bersandar di pohon kayu jati), maka silahkan abaikan anjuran-anjuran saya diatas. Tetapi bagi yang hidupnya pasang surut dan  tidak menentu seperti saya, barangkali resep saya diatas bisa di coba. Atau mungkin ada yang mau menambahkan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun