Mohon tunggu...
Matahari Pagi
Matahari Pagi Mohon Tunggu... Administrasi - Rakyat Indonesia

Bloger tanggung

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika Apple dan Google Menolong Paman Sam

20 April 2013   17:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:53 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Di awal bulan April ini, tersiar kabar bahwa Google akan segera meluncurkan produk barunya Google Glass. Selain tentu saja fitur produk, yang menarik dari kabar ini adalah bahwa produk tersebut akan diproduksi oleh Foxconn di Amerika. Langkah “kembali ke tanah air” ini juga dilakukan oleh Apple yang sejak tahun lalu mulai memproduksi beberapa produknya di Amerika. Google dan Apple merupakan dua simbol terkini supremasi Amerika di tengah penurunan ekonominya dan tantangan kebangkitan negara-negara BRICS, terutama Cina . Dua perusahaan raksasa dari sebuah negara adidaya mengambil keputusan strategis yang sama dalam periode waktu yangberdekatan, apa sebenarnya yang sedang terjadi?

Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage)

Sebagai negara yang menjadi kiblat ekonomi pasar, ekonomi Amerika tentu tidak lepas dari pengaruh pemikiran-pemikiran ekonom liberal di antaranya adalah David Ricardo yang merumuskan “Comparative Advantage Theory”.Inti dari teori ini adalah bahwa setiap negara sebaiknya fokus pada industri atau bidangdi mana negara tersebut memiliki keunggulan dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Sebuah negara dianggap memiliki comparative advantage di suatu bidang atau industri jika negara tersebut mampu menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan biaya yang lebih rendah. Pilihan sebuah negara untuk menggunakan comparative advantage yang dimilikinya tentu saja juga berdasarkan pertimbangan keuntungan maksimal yang akan diperoleh. Sebuah negara yang memiliki berbagai comparative advantage dapat memilih untuk tidak fokus pada industri atau bidang tertentu di mana negara tersebut memiliki comparative advantage untuk kemudian memilih fokus pada industri atau bidang lainnya di mana mereka juga memiliki comparative advantage dengan pertimbangan keuntungan yang lebih maksimal.

Atas pertimbangan comparative advantage inilah, perusahaan-perusahaan dari Amerika dan negara-negara industri maju lainnya melakukan relokasi pabriknya ke luar negeri di negara-negarayang memungkinkan untuk memproduksi (manufacturing) produk mereka dengan biaya yang lebih rendah. Tidak hanya sebatas itu, dalam bentuk yang lebih maju, berdasarkan business process analysis yang mereka lakukan, mereka tidak mendirikan pabrik sendiri, tapi melakukan outsourcing. Seperti yang dilakukan oleh Apple yang melakukan outsource manufacturing produknya kepada Foxconn di Cina. Dalam sebuah research yang dilakukan oleh University of Manchester pada tahun 2012, disebutkan bahwa Apple menikmati 71.9% gross profit dengan melakukan produksi di Cina, angka gross profit tersebut akan turun menjadi kurang dari 50% jika produksi dilakukan di Amerika. Sesuai dengan comparative advantage yang dimilikinya, Apple (baca Amerika) fokus pada pekerjaan-pekerjaan yang memberi nilai yang lebih tinggi seperti pengembangan teknologi dan disain. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh David Ricardo. Seorang ekonom liberal lainnya, W.W Rostow, menggambarkan fenomena ini sebagai karekteristik masyarakat yang sudah berada dalam tahap the age of high mass-consumption.

Krisis 2008, Perang, Keunggulan Kompetitif dan Sinergi

Krisis ekonomi yang dialami Amerika pada tahun 2008 mengubah segalanya, tetap tingginya tingkat pengangguran (unemployment), 8.7% pada akhir 2012 (bandingkan dengan angka 2007, satu tahun sebelum krisis yang hanya 5%), defisit neraca perdagangan yang terus meningkat dan hutang pemerintah yang semakin tinggi di saat negara juga harus membiayai perang yang mahal warisan rezim Bush di Irak dan Afganistan. Sementara di sisi lain pesaing-pesaing global Amerika, terutama Cina, tumbuh secara pesat dan terus memperluas pengaruh geopolitiknya. Pemerintah Amerika sangat menyadari bahwa harus dilakukan perubahan strategi ekonomi untuk memulihkan kondisi ekonominya secara lebih mendasar. Himbauan Presiden Obama beberapa waktu lalu kepada tech companies Amerika untuk memproduksi produknya di dalam negeri merupakan indikasi yang sangat kuat bahwa langkah Apple dan Google bukanlah sebuah kebetulan,melainkan sebuah sinergi antara pemerintah dan sektor bisnis Amerika untuk memulihkan kondisi perekonomiannya. Mereka sangat menyadari keunggulan mereka di sektor teknologi informasi dapat menjadi pendorong untuk membangun kembali kekuatan ekonomi mereka. Setidaknya ada dua hal yang akan terjadi dengan relokasi produksi ini, yaitu: Pertama, Penyerapan tenaga kerja yang signifikan. Penyerapan tenaga kerja tidak hanya dari perusahaan yang melakukan pemanufakturan produk-produk mereka, tapi relokasi ini akan mendorong para pemasok (suppliers) komponen untuk juga membangun pabriknya di Amerika, mengingat begitu kuatnya bargaining perusahaan-perusahaan Amerika hal ini hampir pasti akan terjadi, setidaknya untuk kebutuhan pasar Amerika Utara. Kedua,mengurangi defisit perdagangan Amerika.

Dengan melakukan manufacturing di dalam negeri, langkah ini sekilas seperti langkah mundur bagi Amerika, namun sebetulnya tidak demikian karena berbeda dengan negara-negara lainnya yang menjadikan manufacturing sebagai backbone ekonominya, dalam konteks Amerika yang menjadi backbone adalah sektor advanced technology, mereka hanya mengambil kembali bagian nilai dari suatu industri yang selama ini mereka “berikan” kepada negara lain. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh negara seperti Amerika, yang memiliki competitive advantage tinggi (meminjam istilah Michael Porter). Berbeda dengan comparative advantage seperti yang disampaikan David Ricardo yang berperspektif low cost, competitive advantage berperspektif inovasi yang berbasis pada segmented market serta produk dan tekhnologi yang terdifferensiasi. Keberhasilan Apple selama ini menjual produk-produknya dengan harga yang tinggi dan menjadi perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di dunia menunjukkan bagaimana tingkat competitive advantage perusahaan ini. Dunia mengenal Samsung sebagai pesaing Apple, tapi pernahkan dunia membayangkan jika Samsung tanpa Android (baca Google)?

Pada Oktober 2012, di Fortune Magazine, Michael Porter, seorang mahaguru strategi dari Harvard sekaligus seorang ekonom, menjelaskan bahwa seharusnya tidak terjadi pertentangan antara pemerintah dan dunia bisnis untuk memulihkan ekonomi Amerika. Perusahaan-perusahaan dapat terus mencapai tujuan bisnisnya sekaligus membantu memperkuat negara dan masyarakatnya. Sementara di sisi lain pemerintah dapat membantu dengan membuat negerinya menarik untuk bisnis. Fenomena “kembali ke tanah air” seperti yang dilakukan Apple dan Google menjelaskan apa yang bisa dilakukan perusahaan bagi negara dan masyarakatnya. Pasca 2008 dunia memang sedang mencari titik keseimbangan baru, akan tetapi menyatakan bahwa kejayaan ekonomi Amerika sudah akan berakhir jelas merupakan kesimpulan yang terlalu dini dengan melihat cara mereka merespon situasi terkini berserta talenta-telanta jenius yang mereka miliki.

(Disclaimer: Tulisan merupakan opini pribadi, tidak terkait dengan institusi atau lembaga mana pun)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun