Pada tahun 2021, Dirjen Pajak Suryo Utomo melakukan penerbitan surat edaran yang membahas terkait petunjuk umum terhadap penafsiran dan implementasi perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Penerbitan SE-52/PJ/2021 dikarenakan masih terdapat request terhadap penegasan agar dilakukan pencegahan terhadap sengketa yang muncul terkait masalah penafsiran dan implementasi P3B.
SE-52/PJ/2021 lebih menjelaskan tentang pengaturan serta beberapa ketentuan pasal-pasal didalamnya. Namun sayangnya, Surat edaran ini tidak mencakup dan selalu digunakan dalam penerapan terhadap transaksi dan P3B tersendiri. Dalam hal ini, seharusnya Indonesia dalam penerapan aturan dan ketentuan P3B harus menimbang negara mitra dimana domisili serta penghasilan asal dari subjek pajak dalam negeri (SPDN).
Ketentuan ini pun mencakup P3B dengan subtansi yang berbeda. Umumnya pemberlakuan P3B di Indonesia terdapat 2 model diantaranya adalah model OECD dan Model UN. Dengan demikian, baik negara mitra maupun Indonesia sendiri harus menjalin kesepakatan dalam pembentukan serta pengaturan subtansi berbeda yang sesuai dengan 2 model itu mengacu pada kepentingan nasional setiap negara.
Struktur pengaturannya adalah sebagai berikut:
- Pasal 1 Orang yang dicakup atau persons Covered
- Pasal 2  Pajak yang Dicakup atau disebut dengan  Taxes Covered
- Pasal 3 Definisi Umum atau sering disebut General Definitions
- Pasal 4  Penduduk  atau sering disebut Resident
- Pasal 5 Â Bentuk Usaha Tetap atau disebut sebagai Permanent Establishment
- Pasal 6 Penghasilan dari Harta Tak Gerak  atau dapat dikatakan sebagai Income from Immovable Property
- Pasal 7 Laba Usaha atau disebut juga sebagai Business Profits
- Pasal 8 Pelayaran,  Transportasi,  Perairan  Darat  dan Penerbangan disebut juga Shipping,  Inland,  Waterways  Transport  and  Air Transport
- Pasal 9 Â Perusahaan Terasosiasi atau disebut sebagai Associated Enterprises
- Pasal 10 Dividen  atau disebut juga Dividends
- Pasal 11  Bunga atau sering disebut  Interest
- Pasal 12 Â Royalti dalam Bahasa inggris dan istilah internasional adalah Royalties
- Pasal 12A  Imbalan Jasa Teknik  atau istilah internasional adalah Fees for Technical Services
- Pasal 13  Keuntungan dari Pengalihan Harta   atau dalam istilah perjanjian internasional disebut Capital Gains
- Pasal 14 Â Jasa Perorangan Independen atau sering disebut sebagai Independent Personal Services
- Pasal 15 Pekerjaan dalam Hubungan Kerja atau dimaksudkan dengan istilah Dependent Personal Services
- Pasal 16  Imbalan Direktur dan Pegawai Manajerial Level Atas  atau disebut juga sebagai Directors  Fees  and  Remuneration  of  Top-Level Managerial Officials
- Pasal 17 Â Â Seniman dan Atlet atau istilah internasonal adalah Artistes and Sportpersons
- Pasal 18 Â Pensiun dan Pembayaran Jaminan Sosial atau sering disebut Pensions and Social Security Payments
- Pasal 19 Jasa Pemerintah atau dalam perjanjian internasional disebut Government Services
- Pasal 20 Pelajar dan Mahasiswa atau disebut juga Students
- Pasal 21 Penghasilan Lainnya  atau disebut juga sebai Other Income
- Pasal 22 Harta atau istilahnya disebut dengan Capital
- Pasal 23 Metode Kredit atau dalam istilah internasional disebut sebagai Credit Method
- Pasal 24 Non-diskriminasi atau disebut juga Non-discrimination
- Pasal 25 Prosedur Persetujuan Bersama atau dalam istilah internasional disebut Mutual Agreement Procedure
- Pasal 26 Pertukaran informasi atau disebut juga sebagai Exchange of Information
- Pasal 27 Bantuan Penagihan Pajak atau disebut juga sebagai  Assistance in the Collection of Taxes
- Pasal 28 Anggota Misi Diplomatik dan Jabatan Konsuler atau dalam istilah internasional disebut juga sebagai Member of Diplomatic Missions and Consular Posts
- Pasal 29 Berlakunya P3B Â atau dalam istilah internasional adalah Entry into Force
- Pasal 30 Berakhirnya atau disebut sebagai P3B Termination
Secara umum, struktur dan ketentuan P3B membahas dan mengikuti pola-pola tersebut. Namun, ada beberapa pola yang berbeda. Jadi besar kemungkinan pola dari ketentuan ini akan berbeda antara satu negara dengan negara lainnya dari perspektif urutan pasal yang telah dijelaskan. Dengan adanya perbedaan dalam pola tersebut, tentunya SE 52/PJ/ 2021 ini tidak dapat mencakup semua kasus yang terjadi dalam suatu transaksi antar negara. Terlebih lagi P3B jika Indonesia dengan negara mitra memiliki ketentuan pola pengaturan yang berbeda.
Dalam ketentuan umum tersebut, pada pasal 5 ayat 3 yang membahas tentang Bentuk Usaha Tetap atau permanent establishment dalam rangka perluasan cakupan BUT dianggap terlalu lemah. Pasalnya dalam ketentuan tersebut menyyebutkan bahwa tempat berdirinya suatu bangunan dan  proyek konstruksi dilakukan pengawasan selama 6 bulan terhitung sejak mulainya suatu pembangunan proyek hingga pengerjaannya selesai. Sementara batasan kurun waktu yang ditentukan berbeda-beda. Kontraktor dalam mengerjakan suatu projek saling terikat pada komersialisasi dan faktor geografis untuk menghitung kurun waktu yang telah ditetapkan tersebut. Beberapa kontraktor umumnya mem-subcon proyek tersebut pada pihak lain.
Dengan demikian, memang untuk menetapkan suatu standar dalam P3B merupakan masalah yang pelik. Apalagi jika dikaitkan dengan berbagai faktor seperti kepentingan nasional suatu negara.
Referensi :
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL NOMOR : SE-52/PJ/2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H