Mohon tunggu...
harun Ar Rasyid
harun Ar Rasyid Mohon Tunggu... -

Mantan Mahasiswa yang lagi post power sindrome

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemerintahan SBY Ke Depan: Reformasi Birokrasi Sebuah Keharusan

31 Desember 2009   09:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:41 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan Lama Juga:

Pasangan SBY-Boediono akhirnya resmi terpilih menjadi pasangan pemenang Pemilu Presiden 2009. Pasca putusan MK yang menolak gugatan sengketa dua pasangan lainnya, secara ketetapan hukum resmilah SBY-Boediono menjadi Presiden dan Wakil Presiden terpilih 2009-2014. yang pada akhirnya menjadi pertanyaan kita semua adalah, lalu apa yang seharusnya dilakukan pasangan ini dalam kepemimpinan ke depan? Apa yang seharusnya menjadi prioritas utama untuk perbaikan bangsa? Tulisan ini mencoba memberi gambaran dan masukan apa yang seharusnya dibenahi terlebih dulu dan menjadi prioritas utama Pemerintahan SBY di periode kedua ini.
Menjawab pertanyaan tentang apa yang seharusnya diprioritaskan oleh Pemerintahan ke depan, saya coba mengutip apa yang dikatakan oleh Anis Baswedan dalam sebuah wawancara di stasiun televisi. Rektor Paramadina ini mengatakan yang seharusnya menjadi prioritas Pemerintahan ke depan adalah reformasi Birokrasi. Tentu mendengar jawaban Anis Baswedan saat itu saya langsung sepakat dan mengiyakan, bahwa yang menjadi focus perhatian ke depan adalah reformasi di bidang birokrasi. Kenapa harus reformasi birokrasi yang menjadi prioritas utama ke depan? Dalam Pemerintahan SBY-JK yang saat ini masih berlangsung sebenarrnya ada political will untuk mereform birokrasi akan tetapi sampai saat ini birokrasi di Pemerintahan masih sangat tidak efektif. Tentu saja yang saya lihat SBY-JK lebih memfokuskan dalam masalah hukum, politik, dan ekonomi. Sehingga di periode kedua ini SBY sebenarnya bisa lebih memprioritaskan reformasi birokrasi untuk tercapainya good governance.
Kenapa hal tersebut penting dilakukan oleh SBY-Boediono? Jika menyusun program prioritas 100 hari diibaratkan dengan mempersiapkan diri untuk berkendaraan pulang mudik lebaran, maka reformasi dan penyehatan birokrasi adalah upaya yang harus terlebih dulu dilakukan seperti tune-up mesin, pergantian oli, pemeriksaan kondisi aki, dan juga pergantian ban yang sudah gundul. Sungguh sulit membayangkan suatu perjalanan mudik yang penuh tanjakan, turunan, tikungan tajam, bahkan terkadang dibayangi kemacetan, akan dapat berjalan mulus tanpa persiapan total termasuk menyiapkan kondisi mobil dalam keadaan prima. Analogi yang sama kiranya berlaku pula untuk kesuksesan SBY-Boediono ke depan. Dengan birokrasi yang efektif dan efisien maka akan tercipta good gonernance.
Sesungguhnya tulisan ini dilandasi akan sebuah pengalaman pribadi penulis, dalam hal ini ketika mengurusi pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), saat itu saya pribadi kaget bukan main ketika sebelum membuat surat tersebut harus mendapatkan pengantar dari kelurahan yang selanjutnya mendapatkan pengantar dari kecamatan. Tidak berhenti disana, ketika selesai dari kecamatan selanjutnya penulis harus melapor ke Polsek terlebih dahulu sebelum selanjutnya mengurusi surat tersebut di Polres. Ketika tahun 2003 penulis sempat membuat SKCK, yang terjadi saat itu penulis langsung mebuatnya di Kepolisian tanpa melapor ke Kecamatan. Kenapa penulis bercerita pengalaman pribadi tersebut, hal inilah yang akan mengantar kita pada reformasi birokrasi terutama dalam pemangkasan birokrasi agar lebih efektif.
Dalam pandangan Downs(1967) Kualitas Birokrasi dinilai dari Manajemen-Kinerja - dan Produk. Secara ringkas, visi reformasi birokrasi adalah terwujudnya tata kepemerintahan yang baik (good governance). Sedangkan misi reformasi birokrasi adalah membangun, menata ulang, menyempurnakan, membina, dan menertibkan birokrasi pemerintahan, agar mampu dan komunikatif dalam menjalankan peranan dan fungsinya. Permasalahn yang paling utama dalam kinerja birokrasi Indonesia adalah ketidakefektifan dalam pelaksanaan tugas tersebut. Menurut pandangan Webber (1948) birokrasi yang efektif akan terwujud apabila terjadinya pemangkasan birokrasi untuk efektifitas kerja dalam fungsinya melayani masyarakat. Dalam hal ini manajemen birokrasi di Indonesia saya rasa masih buruk dan jauh dari prinsip efektifitas. Padahal Max Webber (1948) mengemukakan bahwa birokrasi berfungsi guna meningkatkan efektivitas administrasi organisasi. Tentu dalam hal ini organisasi dalam hal ini adalah Pemerintah. Model birokrasi Indonesia yang kaku dan terlalu procedural tidak lepas dari nilai-nilai yang begitu mengakar selama 32 tahun orde baru berkuasa. Hampir 10 tahun pasca reformasi, kelemahan birokrasi tersebut masih sangat sulit dihilangkan. Setidaknya ada tiga daerah di Indonesia yang sudah me-reform birokrasinya menjadi jauh lebih efektif. Daerah tersebut yakni Sragen di Jateng, Jembrana di Bali, dan Banjar di Provinsi Jawa Barat. Ketiga daerah tersebut sudah berhasil menjadikan birokrasi dan birokrat di dalamnya sebagai abdi masyarakat bukan abdi Negara saja, mengatur pembagian pekerjaan, spesialisasi dan tanggungjawab yang jelas, selain juga mengedepankan prinsip efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Dalam pembuatan surat-surat untuk masyarakat ketiga daerah tersebut berhasil menciptakan pelayanan dalam hitungan menit dan asas satu pintu. Tentu keberhasilan daerah ini banyak ditiru oleh daerah lainnya dan memang layak untuk ditiru.

Kesimpulan
Terdapat adigium dalam dunia Pemerintahan yakni, "Dalam menjauhkan proses birokrasi dari sebuah KKN dan pungutan liar, maka jangan buat proses yang terjadi dalam birokrasi terlalu banyak pintu dan tertutup pula". Hal inilah yang terjadi pada zaman Orba dan masih sering terjadi hingga saat ini, ketika proses pelayanan terhadap masyarakat dilakukan melalui berbagai pintu dan instansi. Dan itulah yang saya pikir terjadi dalam proses pembuatan SKCK saya pribadi. Dengan banyaknya instansi yang musti ‘disinggahi' tentu saja makin membuka peluang pungutan di setiap instansi tersebut selain juga mengurangi prinsip efektivitas. Hal kecil seperti inilah yang harus mulai dibenahi oleh SBY dalam Pemerintahannya ke depan, dimana birokrasi ke depan harus melakukan pemangkasan birokrasi tanpa mengurangi esensi dari pelayanan itu sendiri. Tentu saja hal yang pertama harus dilakukan adalah dengan membenahi Manajemen birokrasi di Indonesia, birokrasi di Indonesia terutama dalam fungsinya yakni pelayanan terhadap masyarakat harus terbiasa dengan menggunakan standard operational procedure (SOP). Dalam hal ini, tentu saja banyak wilayah birokrasi yang masih awam dan gagap dengan hal tersebut. Dengan adanya SOP tentu saja perangkat birokrasi (baca:PNS) jelas apa yang harus dan tidak harus dilakukannya. Pertama manajemen birokrasi yang harus diperbaiki.
Kedua, yang harus diperbaiki menurut saya adalah kualitas birokrasi sendiri. Kualitas dalam hal ini tentu saja kualitas kinerja birokrasi dan kualitas dari perangkat birokrasi tersebut. Kualitas PNS dalam hal ini akan sangat mempengaruhi kualitas kinerja birokrasi itu sendiri. Akan sangat percuma ketika manajemen birokrasi sudah direformasi akan tetapi kualitas dari perangkat yang masih buruk, tentu saja hal tersebut tidak akan berjalan. Kualitas perangkat PNS di Negara kita masih banyak yang belum sesuai harapan, hal ini bisa terlihat dari bagaimana kedisiplinan kerja mereka yang buruk serta tidak memiliki etos kerja yang baik. Pada akhirnya kualitas kinerja pun akan sangat terganggu dan jauh dari harapan masyarakat. Kualitas PNS yang kurang memiliki etos kerja tersebut tentu saja sudah merupakan cerita usang dari birokrasi Indonesia, hal tersebut tidak lepas dari bagaimana proses rekruitmen PNS itu sendiri. Pemerintah harus mulai mengevaluasi penerimaan PNS yang melibatkan calo, titipan dan unsur KKN yang membuat kualitas para abdi masyarakat itu sangat jauh dari harapan. Dengan rekruitmen yang selektif maka akan dihasilkan abdi Negara dan abdi masyarakat yang professional dan memiliki etos kerja yang baik. Tentu dengan kinerja dari perangkat yang jauh lebih baik dengan didukung manajemen yang efektif, produk birokrasi yang dihasilkan akan sangat baik. Semoga tulisan ini dapat memberikan pandangan lain kepada kita semua terutama kepada Presiden SBY tentang betapa birokrasi yang selama ini banyak dituding sebagai penyebab berbagai kegagalan, juga menuntut perhatian Sang Presiden terpilih. Bukan hanya perhatian, tetapi juga mulai melaksanakan langkah-langkah perbaikan yang mendasar dan prinsipil secara nyata. Sungguh, betapapun profesionalnya pembantu Presiden yang ditunjuk (baca:Menteri), mereka diperkirakan akan sulit berjaya jika mesin birokrasinya tidak optimal.

Harun Ar Rasyid

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun