Sepotong cinta yang disajikan diatas piring. Disini, sepotong cinta memang menjadi menu spesial. Tidak hanya aku seorang, banyak orang lainnya juga menyantap sajian lezat berkelas itu. Sepotong cinta, tidak seperti menu-menu lainnya. Sepotong cinta, harganya akan selalu disesuaikan oleh si penikmatnya. Jikalau penikmatnya adalah dari kalangan atas, tentu sepotong cinta tersebut akan mahal harganya. Namun, jikalau penikmatnya ialah seorang mahasiswa yang selalu saja ingin yang murah, maka tentu sepotong cinta itu akan menurun harganya sampai harga yang paling dasar. Sepotong cinta, menu yang disajikan tuk seorang saja. Tidak lebih.
Lezat, memang lezat. Benar-benar lezat sekali. Aku tidak mengira, ternyata di restoran ini mempunyai menu yang teramat-amat spesial. Sepotong cinta, merasakannya begitu nikmat.
Kau tahu, aku juga mempunyai seseorang yang berarti dalam hidupku. Ada disana, jauh sekali dari pandanganku. Ia bersama orang lain. Sungguh, sebenar-benarnya ia, aku akan tetap. Meski itu akan memilukan hati. Namun, inilah aku. Aku ingin menjadi seorang yang peduli meski tak dipedulikan sekalipun. Aku ingin seperti diriku, tak igin seperti orang lain. Aku ingin diriku yang sebaik-baiknya. Hilangkan semua kejelekan, meski itupun susah. Aku sudah terlajur peduli, benar, peduli padamu.
Aku tidak ingin menyantap sepotong cinta disini. Terlalu ramai. Walaupun suasana restoran ini sungguh menawan mata, aku akan tetap pada pendirianku. Aku hanya ingin menyantap sepotong cinta ini hanya dengannya berdua. Di teras rumah, dengan naungan sinar rembulan nan indahnya, lalu lilin-lilin yang menghiasi meja, ku ingin duduk bersamanya, ya, benar-benar bersamanya. Menyantap sepotong cinta. Sudah, sudah kupesan dua potong cinta. Sebelah-sebelah. Jika disatukan, jadilah, sebuah cinta yang benar-benar sempurna. Itulah, sebenar-benarnya cinta. Meski aku tahu, ia bersama orang lain. Namun, aku masih merasa, kesempatan masih ada. Keajaiban itu masih benar-benar ada. Aku kan setia menunggu, mengalah sesaat. Sebab aku masih cinta. Aku hanya menunggu waktu kan menyatukan dua potong cinta tersebut menjadi satu bagian nan sempurna.
tulisan lainnya juga bisa dilihat diblog saya"www.haroemsoedah.wordpress.com"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H