SKANDAL BULU TANGKIS, SALAH SIAPA?
Oleh : Bert Toar Polii
Sebagai seorang yang aktif berkecimpung dalam dunia olahraga pertanyaan ini menggelitik saya. Siapa yang salah dalam kasus yang menimpa delapan atlet bulutangkis termasuk dua pemain ganda putri Indonesia Gresysia Polii dan Meiliana Jauhari di Olympiade London 2012?
Skandal ini berawal dari kekalahan ganda China, Tian Qing/Zhao Yunlei dari ganda Denmark, Kamilla Rytter Juhl/Christinna Pedersen sehari sebelumnya atau tepatnya selasa tanggal31 Juli 2012 pada babak penyisihan Group D. Tak pelak hasil ini membuat Tian/Zhao hanya berada di peringkat dua. Hal ini berakibat ganda China di group A, Wang Xiaoli/Yu Yang, berupaya menghindar Tian/Zhao pada babak sistim gugur. Caranya, mereka berusaha mengalah dari ganda Korsel, Jung Kyung-eun/Kim Ha-na pada laga hari Rabu tanggal 1 Agustus 2012. Kekalahan akan membawa Wang/Yu menempati peringkat kedua dan terhindar dari Tian/Zhao.
Kejadian diatas merambat ke Pool C yang ditempati ganda putri kita. Gresysia Polii /Meiliana Jauhari menjadi ogah untuk keluar sebagai peringkat pertama group karena ingin menghindari Wang/Yu. Tentu saja kedua ganda Korsel berpikiran yang sama. Akibatnya terjadilah pertandingan yang sangat buruk ketika empat pasangan diatas saling berhadapan. Para pemain melakukan kesalahan-kesalahan yang dibuat-buat yang berakibat penonton yang menyaksikan laga tersebut berteriak kecewa.
Akibat perbuatan mereka, kedelapan pemain tersebut didiskualifikasi dari Olimpiade London oleh Federasi Bulutangkis Dunia (IBF).
Hal ini mengingatkan kejadian di Piala Tiger 1998 ketika Thailand dan Indonesia "berusaha untuk kalah" demi menghindari tuan rumah Piala Tiger 1998, Vietnam. Dalam kasus yang dikenal sebagai "sepak bola gajah" itu Indonesia kalah lewat gol bunuh diri Mursyid Efendi.
Kembali ke pertanyaan diawal, salah siapa?
Pebulutangkis Taufik Hidayat menyayangkan tindakan kedelapan atlet tersebut dan setuju kalau kedelapan pemain tersebut di diskualifikasi karena mereka telah membuat nama bulutangkis menjadi jelek. Ini demi olahraga katanya lagi.
Pebulutangkis Lin Dan dari China lain lagi pendapatnya, kesalahan juga terletak pada penyusunan jadwal pertandingan yang membawa kemungkinan untuk “bermain mata”. Ini bukan sepenuhnya kesalahan atlet, seharusnya panitia mengantisipasi kejadian seperti ini lanjutnya.
Kedua pendapat itu beralasan karena akan sulit sekali seorang atlet yang bakal bertemu lawan yang lebih kuat tidak berusaha menghindari hal itu.
Sepakbola telah lebih dulu mengantisipasi hal ini dengan mengadakan pertandingan bersamaan untuk pertandingan-pertandingan penting dan menentukan.
Bagaimana World Bridge Federation Mengatasi Hal ini.
Sebagai atlet bridge saya ingin urun rembuk tentang cara World Bridge Federation atau Federasi Bridge Dunia (WBF) mengatasi masalah ini.
WBF lebih memilih tidak mendiskualifikasi para pemain yang melakukan hal tersebut tapi selanjutnya merubah sistim pertandingan.
Pada tahun 1991 ketika Bermuda Bowl digelar di Yokohama pesertanya baru 16 tim. Ke enam belas tim ini dibagi dalam dua group, yakni E dan W dan bermain setengah kompetisi dimana 4 tim terbaik dari masing-masing group berhak lolos ke babak knock-out 8 besar. Menurut peraturan pertandingan peringkat 1 pool E akan berhadapan dengan peringkat 4 pool W, peringkat 2 dengan peringkat 3 dan seterusnya.
Ketika pertandingan babak penyisihan, Islandia yang tidak difavoritkan melejit ke peringkat pertama Group W. Hal ini membuat Polandia dan USA II yang berada di peringkat 3 dan 4 Pool E berusaha ingin melawan mereka. Selanjutnya terjadilah permainan sirkus antara Polandia dan USA 2.
Kalau saja mereka tidak terpengaruh dengan perhitungan diatas kertas tapi melihat kenyataan bahwa Tim Islandia pada waktu sedang dalam “top performance” hal ini tidak terjadi. Islandia keluar sebagai juara Bermuda Bowl untuk pertama kali saat itu.
Apa yang dilakukan WBF? Mereka merubah peraturan pertandingan dengan memberikan hak pilih buat peringkat 1 babak penyisihan. Maksudnya peringkat 1 berhak memilih lawannya di babak knock-out sehingga permainan sirkus pun terhindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H