Selama ini saya jarang sekali mengikuti suatu turnamen bridge di luar negeri kemudian dikombinasikan dengan rekreasi menikmati berbagai keindahan parawisata atau yang lainnya atau maksudnya menyediakan waktu khusus . Mengapa? Karena umumnya turnamen yang diikuti durasinya cukup panjang sekitar minimal 5 hari dan paling lama 15 hari. Nah biasanya jika mengikuti turnamen dengan durasi yang panjang, acara untuk rekreasi dilakukan di sela-sela turnamen. Dulu bahkan Panitia Pelaksana menyediakan waktu luang sehari untuk itu seperti ketika pertandingan Far East Bridge Federation (FEBF) diadakan di New Delhi India. Kami peserta diberikan waktu luang sehari untuk berwisata ke Taj Mahal di Agra. Dulu India dan Pakistan menjadi anggota tamu dariFEBF yang sekarang sudah menjadi Asia Pacific Bridge Federation (APBF).
Ketika mengikuti Kejuaraan Dunia Bermuda Bowl di Beijing China karena waktunya yang sangat panjang, bisa menikmati Great Wall, Istana Terlarang dll. Atau kalau ke Gold Coast di Australia bisa sambil keindahan pantainya karena memang jadwal pertandingan sudah diatur agar peserta bisa bertanding bridge sekaligus wisata. Di Eropa juga seperti itu karena biasanya yang dipilih untuk diikuti adalah turnamen berdurasi panjang.
Minggu yang lalu saya diajak partner saya Tanudjan Sugiarto yang juga penggemar wisata bertanding di Royal Lake Club Congress di Kulalumpur. Karena pertandingan hanya berlangsung dua hari jelas tidak mungkin dikombinasi dengan wisata. Untuk itu ia mengatur agar ditambah satu hari berlibur dan pilihannya jatuh ke Genting Highland yang sudah lama tidak dilihatnya. Saya sendiri kebetulan beberapa bulan lalu sempat kesana bersama Alm. Felix Tua Sumendap atau akrab disapa Om Tua. Namun waktu itu kami berdua menginapdi Kualalumpur.
Kali ini diatur dua hari bertanding menginap di KL dan satu hari lagi menginap di Genting Highland.
Seperti sudah diketahui, saya bersama Tanudjan Sugiarto keluar sebagai juara pasangan dan tim kami dari Djarum Bridge Club bersama Stefanus Supeno dan Paulus Sugandi keluar sebagi juara team.
Nama kami akan terukir dalam sejarah turnamen yang telah berlangsung sejak tahun 1963 dan bernama Selangor Congress.
Selanjutnya selesai bertanding hari Minggu tanggal 28 September kami sempatkan menikmati suasana Bukit Bintang di waktu malam sambil makan malam dan makan durian. Hal ini biasa kami lakukan ketika bertanding di KL, Untuk kesana kami menggunakan monorail yang mudah-mudahan sebentar lagi akan terwujud di Jakarta.
Selanjutnya hari Senin pagi kami ke Genting Highland. Booking hotel dilakukan melalui Agoda dan hotel tujuan adalah First World. Ternyata seiring dengan perjalanan waktu Genting Highland telah berubah banyak. Dulu setiap pertandingan bridge yang diadakan di Malaysia pasti diselenggarakan disini karena banyak fasilitas yang didapat oleh Panitia. Namun sekarang mereka lebih suka menyelenggarakan di KL. Ketika saya Tanya ke pemain senior Malaysia Dr.Liem ia mengatakan Panitia lelah kalau diselenggarakan di Genting karena harus bolak balik KL-Genting. Memang waktu tempuh waktu itu masih diats dua jam. Sekarang dengan adanya tol waktu tempuh maksimum 1 jam.
Kenapa saya katakan berkembang pesat karena ketika akan check-in kami harus antri sekitar dua jam. Proses check-in dilakuan dengan mengambil nomor antrian kemudian menunggu. Melihat lobby yang disediakan untuk antry pasti jika dating weekend akan luar biasa antriannya. Namun ketika check-out menjadi sangat effisien karena kita hanya cukup mengembalikan kunci ke mesin yang tersedia di kiosk check-out. Mesin akan menelan kartu kita dan selesai.
Pilihan menginap di Hotel First World ternyata sangat murah karena selain free breakfast seharga sekitar 23 ringgit mendapat juga tiket menonton Peter Marvey Magician no limit show yang sekitar 80an ringgit. Kalau dihitung gratisnya sekitar 200an ringgituntuk dua kamar sedangkan harga hotel semalam 250an ringgit.
Selain casino kompleks ini kemudian telah dikembangkan sebagai kompleks wisata keluarga yang sangat bervariasi.Kalau idulu kita ke Genting pasti identik dengan “casino” sekarang kesannya jauh berbeda. Selain banyak anak-anak, banyak juga wanita dari Timur Tengah yang menggunakan cadar berkeliaran karena rupanya sudah menjadi tujuan favorit dari Timur Tengah.
Menuju KL juga menjadi sangat mudah dan murah jika memanfaatkan penerbangan “Air Asia” yang telah berkembang pesat. Akhir tahun 2013 ketika ke Nanning lewat airport Air Asia masih terkesan kuno dan murahan. Tapi sekarang airport KLIA2 telah berkembang menjadi airport modern yang megah.
var __chd__ = {'aid':11079,'chaid':'www_objectify_ca'};(function() { var c = document.createElement('script'); c.type = 'text/javascript'; c.async = true;c.src = ( 'https:' == document.location.protocol ? 'https://z': 'http://p') + '.chango.com/static/c.js'; var s = document.getElementsByTagName('script')[0];s.parentNode.insertBefore(c, s);})(); var __chd__ = {'aid':11079,'chaid':'www_objectify_ca'};(function() { var c = document.createElement('script'); c.type = 'text/javascript'; c.async = true;c.src = ( 'https:' == document.location.protocol ? 'https://z': 'http://p') + '.chango.com/static/c.js'; var s = document.getElementsByTagName('script')[0];s.parentNode.insertBefore(c, s);})();
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H