Mohon tunggu...
BakTiono
BakTiono Mohon Tunggu... -

Wong Tegal ...son!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pak Tua dan Hilangnya Ribuan Pohon Kelapa di Kampung Halamanku

4 Oktober 2011   17:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:20 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seorang tua sedang duduk di teras bangunan bekas pos ronda seberang Gapura selamat datang desa Sidakaton , nampak dari raut wajahnya dia sedang kelelahan. Pakaiannya yang sederhana dan dipenuhi keringat menjadikan bajunya kelihatan kumal.Disebalahnya tergeletak sepeda ontel yang juga sudah kelihatan tua . Tatapannya kosong. Dia adalah lelaki yang yang berprofesi pemitik buah kelapa. Dia adalah lelaki yang sering memainkan batu disamping rumahku.pernah ku tanyakn pada adikku "De...ngapain sih dia sering duduk dibatu dan memainkannya yang di  samping rumah?'."seringnya dia kesini ,mungkin dia masih mengira kalau bapak kita masih punya pohon kelapa dikebon yang diutara itu ,mas!"jawab adikku waktu itu.Seingat saya lelaki tua ini dulu memeng sering disuruh oleh bapak saya untuk memetik buah kelapa.Tapi pohon kelapa itu sudah ditebang karena diatas tanahnya akan dibangun sebuah gudang untuk menyimpan  bawang merah.Aku penasaran dengan orang ini, orang yang secara penampilan termasuk masyarakat kurang mampu namun mampu bekerja tanpa pernah meminta besarnya tarif untuk mengganti jasanya memancat pohon kelapa.Ku masih ingat ketika suatu malam aku melihatnya sedang sholat di pos ronda itu.Dia membaca ayat - ayat Al-Qurannya dengan suara yang aku pikir itu bukanlah bacaan orang-orang awam.Karena dari tajwid dan pengucapan huruf-huruf arabnya begitu sempurna. Sungguh saya terkagum dengannya yang dianggap tidak mulia oleh sebagian orang yang merasa dirinya mulia.Pernah kutanyakan pada beberapa orang tentang dia, tapi aku tidak puas akan jawaban itu. “Dia orang gixx” “Dia kurang warxx” “masak hidup koq kluntang -klantuk tok!” Dan sederet jawaban yang menghina dia, menghina kegiatannya, menghina kekurangannya. Meskipun terkadang aku juga berpikir dia “gixx” tetapi di saat aku lihat kelebihan darinya maka aku mulai ingin mengenalnya lebih dekat.Akhirnya aku dapat informasi tentangnya, tentang keluarganya dan tentang pendidikan ilmu agamanya.Aku kian penasaran dengannya, dengan seorang tua yang rela menyisakan waktunya untuk sholat ,meskipun dalam batas dan ruang  yang kecil. Tetapi dia masih menunaikannya, menurut asusmsiku.Aku masih berdiri di tepi jalan, menatap dia yang masih duduk dengan balutan keringat. Ingin aku meyapanya, bertanya padanya tentang hilangnya pekerjaan dia karena saat ini sudah tidak ada lagi pohon-pohon kelapa yang menjulang tinngi di kampung halamanku.Jika seorang tua yang dianngap oleh sebagian orang kurang gixx saja mampu dan sanggup menjaga kewajibannya pada Gusti Alloh, bagaimana denagan aku yang merasa diri sebagai orang sehat wal `afiat? .Mungkin hidup ini semakin indah dan tak ada lagi kerakusan terhadap dunia. Tak ada lagi sifat iri terhadap kesuksesan orang lain.Sekarang aku hanya ingin tahu untuk apa dia melakukan itu semua dan apa yang diharapkannya sekarang.“Mungkin,dengan musnahnya pohon kelapa dikampung ini.Menyuruhku untuk lebih mendekatkan diri pada Gusti Alloh” itulah kata - kata sederhana yang keluar dari mulutnya ketika aku beranikan diri bertanya padanya.Sebuah senyum keikhlasan tergambar di wajahnya.“Ku bangga pada mu Man!” hanya itu yang bisa ku ucapkan padanya sambil kuserahkan sebungkus lotion anti nyamuk untuknya.Biar dia bisa tidur nyenyak malam itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun