Hari Pendidikan Nasional atau yang lebih kita kenal dengan HARDIKNAS, diperingati setiap Tanggal 2 Mei adalah hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk memperingati kelahiran KI Hadjar Dewantara, seorang tokoh pelopor pendidikan di Indonesia.
Memperingati HARDIKNAS tahun ini, masih menyisakan problematika berhubungan dengan tenaga guru honorer yang sampai saat ini belum mendapatkan kesetaraan dengan guru tetap atau guru PNS. Sedangkan kita ketahui bahwa tanggung jawab mereka adalah sama, tidak ada yang berbeda. Tentunya hal ini memberikan ketidakadilan bagi mereka yang menyandang gelar Pahlawan Tanpa Jasa dalam mendidik dan membina anak-anak sebagai penerus bangsa dan negara.
Dalam sebuah wawancara dengan Ketua Forum Solidaritas Pegawai Honorer Provinsi Kalimantan Timur pada hari sabtu tanggal 4 Mei 2019 yakni bapak Wahyudin perihal kesejahteraan tenaga guru honorer yang ada di Kalimantan Timur.Â
Beliau menjelaskan kepada saya bahwa ada sekitar 4.000 tenaga guru honorer SMA/SMK di 10 (sepuluh) kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Timur yang dibebankan kepada Provinsi Kalimantan Timur sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah, yang besarannya sekitar Rp.2.400.000,- (dua juta empat ratus ribu rupiah) sebulan pada Tahun 2019 ini.Â
Walaupun sebelumnya pada 2 (dua) bulan terakhir ini para tenaga guru honorer SMA/SMK tersebut sempat tidak menerima insentif tersebut dengan alasan pencairan insentif yang menjadi tanggung jawab dinas pendidikan masih menunggu pengajuan Surat Perjanjian Kerja (SPK) dari seluruh SMA/SMK yang ada di Provinsi Kalimantan Timur. Namun pada Tanggal 16 April lalu permasalahan tersebut telah terselesaikan
Dari perbincangan kami, beliau juga menjelaskan bahwa tenaga guru honorer di Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya sangat tergantung pada sumber pendapatan dari mengajar.Â
Sebagian tenaga guru honorer memiliki tanggungan seperti cicilan kredit motor, cicilan kredit rumah, dan lain-lain sehingga apabila penundaan pembayaran insentif tersebut terus terjadi (tidak rutin setiap bulan diterima) maka dapat dipastikan akan banyak tenaga guru honorer yang menghadapi permasalahan keuangan sehingga dikhawatirkan sedikit banyaknya dapat menggangu konsentrasi para tenaga guru honorer tersebut dalam proses belajar mengajar.Â
Banyak juga tenaga guru honorer yang harus melakukan usaha sampingan selain sebagai guru agar dapat memenuhi kebutuhan lainnya. Seperti contohnya pada saat menjelang lebaran, para guru tersebut tidak mendapatkan tunjangan hari raya (THR) sedangkan anak-anak mereka tidak memahami penghasilan bapaknya sebagai guru honorer yang sangat menginginkan baju baru.Â
Selain itu tidak adanya tunjangan kesehatan seperti BPJS yang harus mereka tanggung sendiri dan keluarga, menyebabkan para tenaga guru honorer harus mencari penghasilan tambahan selain menjadi seorang guru. Belum lagi jika kita melihat para tenaga guru honorer yang berada di daerah terpencil, dimana biaya kebutuhan hidup mereka lebih tinggi dari mereka yang berada di kota.