"Seks itu kebutuhan seperti layaknya kita setiap hari perlu makan," kata seorang teman anak saya.Â
Pada suatu hari anak saya bercerita tentang temannya tentang pergaulan bebas yang dijalaninya. Saya hanya tersenyum sambil memandang anak saya yang terus bercerita tentang pengalaman yang dia dapatkan dari temannya itu. Saya tidak merespon apapun hanya sekali-sekali mengucapkan beberapa guyonan kepada dia, sambil terus berusaha menyimpulkan dari pembicaraan itu, saya ingin mengetahui apa pendapat dia tentang pergaulan bebas temannya itu.
Pada saat ini sudah memasuki liburan sekolah panjang, tentunya waktu-waktu seperti ini banyak dimanfaatkan oleh anak-anak untuk melakukan berbagai aktifitas setelah selama satu semester menimba ilmu di sekolah. Tentunya intensitas penggunaan handphone oleh anak-anak akan semakin meningkat. Baik untuk bermain game atau sekedar chating dengan teman-teman mereka, dan masih banyak hal lainnya yang dimana semua itu di luar dari kontrol kita sebagai orang tua. Kita mungkin senang melihat anak-anak kita di rumah tapi kita terkadang tidak menyadari apa yang sedang mereka lakukan dengan handphone mereka.
Masa pubertas yang dialami oleh anak-anak yang beranjak dewasa atau sering kita sebut dengan remaja tentunya menyebabkan banyak perubahan yang terjadi pada diri mereka, baik secara fisik maupun psikologis. Remaja memiliki keingintahuan yang tinggi dan mencoba mengenai sesuatu hal, hingga sering kali tidak dapat menyikapi dan mengendalikannya dengan bijak, contohnya emosi.
Pergaulan bebas dapat disebabkan oleh lingkungan keluarga yang kurang harmonis. Orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, orang tua yang sering mengalami percekcokan, menyebabkan anak-anak  tidak mendapatkan perhatian dari orang tua dan mereka merasa tidak betah di rumah. Terkadang kita sebagai orang tua berpikir bahwa kita telah bekerja keras dan memenuhi kewajiban kepada anak untuk membiayai semua kebutuhan mereka dengan mengatasnamakan cinta.Â
Hal lainnya bukanlah urusan orang tua. Namun sebenarnya bukan itu saja yang dibutuhkan oleh anak. Anak ingin berbagi cerita dari apa yang mereka temukan pada hari itu. Layaknya seorang teman dan mendiskusikannya. Siapa lagi yang dapat dipercaya oleh mereka selain keluarga sendiri.Â
Beberapa kasus yang pernah saya alami adalah seorang siswi SMP yang tertangkap oleh Satpol PP bersama teman dekatnya yang disebut sebagai pacar, pada jam-jam seharusnya dia bersekolah namun mereka asik berpacaran di dekat sebuah Bak Penampungan Sampah. Setelah kami coba wawancari, ternyata siswi SMP ini mengaku telah beberapa kali melakukan hubungan badan di kost rumah pacarnya tersebut. Karena pacarnya tersebut adalah dewasa atau telah berumur di atas 18 tahun.
Akhirnya sang pacar harus diproses secara hukum oleh pihak kepolisian. Belum sampai disini, saya bingung untuk mengatakan harus terharu ataukah miris. Selama sang pacar dilakukan penahanan oleh pihak kepolisian, siswi SMP ini senantiasa mengunjungi sang pacar, dan terus meminta kepada orang tuanya untuk membebaskan pacarnya tersebut jika tidak, dia mengancam akan membunuh diri.Â
Secara terpisah pada kantor dinas dimana saya bekerja mewawancari siswi tersebut dan bertanya mengapa hal tersebut dia lakukan. Siswi tersebut mengatakan bahwa hanya pacarnya itu yang bisa mengerti dia. Di rumah, orang tua sering ribut dan akhirnya dia sering di marahi untuk hal-hal yang tidak jelas bagi dia. Dia merasa "nyaman" setiap di dekat sang pacar.
Ini baru satu contoh, masih ada lagi contoh kasus dimana anak siswa-siswi SMA/SMK yang melakukan hubungan badan dan video mereka tersebar di media online, hanya karena teman salah satu siswa-siswi itu meminjam handphone mereka dan tanpa sengaja mendapatkan video tersebut dan menyebarkannya. Dan masih banyak lagi kasus-kasus seperti ini terjadi di kota saya.