Mohon tunggu...
Hartono Raharjo
Hartono Raharjo Mohon Tunggu... lainnya -

Sedang belajar menyelami kehidupan dari waktu ke waktu

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Indonesia, Negara yang Dirasa Tidak Aman oleh Penduduknya Sendiri

8 Oktober 2013   14:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:49 2088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1381218708772221687

Indonesia, negara yang dirasa tidak aman oleh penduduknya sendiri

Sahabat kompasianer, Indonesia adalah negara yang sudah merdeka sejak 68 tahun lalu. Indonesia sudah mengalami 3 generasi sejak kemerdekaan. Pertama adalah generasi lamayaitu dari tahun 1945 sampai dengan tahun 1966. Kedua, generasi baru dari periode 1966/67 sampai dengan tahun 1998 dan ketiga adalah generasi reformasi dimulai tahun 1998 sampai sekarang. Sudah 6 presiden memimpin negara yang mempunyai jumlah penduduk no 4 atau 5 di dunia.

Berbagai kondisi sudah dialami masyarakat Indonesia. Mulai jaman yang sulit di awal-awal kemerdekaan, baik dari sisi keamanan maupun ekonomi. Kemudian pada periode orde baru, perekonomian mulai bangkit, tetapi kegiatan demokrasi mengalami proses pemandulan. Periode reformasi terjadi perubahan yang cukup significan, kegiatan perekonomian dibiarkan berkembang sesuai mekanisme pasar dan demokrasi berkembang sesuai tuntutan jaman.

Pada periode reformasi inilah semua kelengkapan negara yang dirasa kurang pada periode sebelumnya mulai dikembangkan. Mulai dari penyempurnaan undang-undang dasar sampai dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman dan komisi-komisi yang lain.

Namun demikian, meskipun kelengkapan negara sudah dirasa sangat lengkap, anggaran cukup dan sangat memadai, namun perjalanan negara tidak kunjung ada perbaikan menuju Indonesia yang makmur, damai dan lebih baik. Tolok ukurnya dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti : tingkat korupsi yang masih sangat tinggi dan terjadi hampir di semua lini kegiatan, yaitu baik di tingkat eksekutif, legislatif ataupun dijajaran yudikatif sendiri. Demikian juga rasa aman penduduk yang sepertinya terabaikan dari perhatian pemerintah, apalagi kalau bicara tingkat kemakmuran, dapat dianggap kurang memadai.

Hal sepele remeh temeh yang ingin saya soroti lebih mendalam adalah tingkat keamanan warga di setiap daerah, di kota, di kabupaten ataupun di pedesaan, dirasa sangat tidak memadai. Pemerintah ada, tetapi seperti tiada.

Penduduk Merasa Tidak Aman Tinggal di Negeri Sendiri

Sahabat kompasianer, hal sederhana yang dapat dipakai sebagai indikator bahwa penduduk Indonesia merasa kurang aman dan kurang nyaman tinggal dinegerinya sendiri adalah dipasangnya pagar sekeliling rumah yang cenderung sebagai benteng. Tidak cukup dengan benteng, maka semua pintu rumah dan jendela rumahpun dipasang teralis besi kokoh sehingga tidak memungkinkan orang dari luar masuk.

Bahkan, karena tingkat kekuatiran yang sangat tinggi, setiap area kosong yang masih terbukapun juga dipasangi teralis besi, sehingga manusia lain akan mengalami kesulitan untuk masuk rumah. Harus melompat pagar, harus menggunting teralis bagian luar dan juga harus memotong teralis pintu atau jendela. Selain pagar dan teralis besi, sebagian rumah juga telah dipasangi alat perekam CCTV sehingga semua gerakan manusia yang akan mencoba masuk akan terekam pada monitor CCTV.

Tidak cukup dengan monitor CCTV, sebagian penduduk juga menghubungkan rumahnya dengan satelit milik perusahaan-perusahaan penjaga keamanan atau ke pos polisi terdekat.

Semua yang dilakukan penduduk Indonesia ini dapat dilihat pada hampir semua perumahan di kota-kota besar ataupun dikota-kota kecil. Baik pada perumahan yang telah berada pada kompleks perumahan dengan penjagaan keamanan selama 24 jam ataupun pada perumahan terbuka tanpa penjaga keamanan.Apa yang dilakukan masyarakat Indonesia adalah hal yang wajar, sebagai reaksi atas tingginya tingkat perampokan ataupun pencurian di Indonesia. Di pihak lain, aparat keamanan dalam hal ini polisi tidak menunjukkan kegalauannya atas tingkat kriminalitas yang mengkawatirkan ini.

Kondisi perumahan di Indonesia seperti ini tentunya akan sangat berbeda dengan kompleks-kompleks perumahan pada beberapa negara yang pemerintahnya memberikan perlindungan maksimal kepada warganya. Pada beberapa kota di negara yang pernah saya kunjungi, seperti di New York, Los Angeles, Sydney, Singapura, nampak ada perbedaan yang cukup mencolok. Rumah-rumah dinegara maju, dibiarkan terbuka tanpa ada pagar keliling, demikian juga dengan pintu atau jendela rumah, nyaris tidak dipasang teralis besi.

Berbekal dengan kondisi di atas, seharusnya pemerintah Indonesia, melalui kepolisian RI harus berupaya memperbaiki sistim keamanan lingkungan, sehingga hak warga untuk memperoleh perlindungan dari negara dapat diwujudkan. Kegiatan atau tindak pencegahan yang dilakukan oleh polisi nampaknya kurang optimal atau bahkan nyaris tiada.

Keberadaan dan jumlah polisi yang dianggap kurang memadai tidak dapat dipakai sebagai alasan apabila polisi mau melaksanakan tugasnya dengan baik. Patroli polisi dilingkungan perumahan ataupun daerah yang dianggap rawan boleh dibilang kurang atau jarang dilaksanakan. Pada keadaan demikian para perampok atau pencuri dengan mudah dan leluasa melaksanakan aktifitasnya.

Risiko Yang Diambil Warga Terlalu Tinggi

Risiko yang diambil warga dengan pemasangan benteng disekeliling rumah, pemasangan teralis diseluruh area rumah ataupun teralis besi untuk jendela dan pintu tentunya mempunyai risiko yang sangat tinggi. Tetapi itulah risiko yang diambil oleh warga karena tidak mampunya negara melindungi warganya.

Risiko yang sangat besar adalah apabila terjadi kebakaran, sehingga warga dari luar kesulitan untuk masuk rumah guna menolong penghuni yang ada di dalam rumah. Demikian juga kalau terjadi tindak perampokan yang menggunakan peralatan canggih sehingga perampok mampu masuk rumah, tidak banyak tetangga yang tahu atas semua aktifitas di dalam rumah. Namun, risiko itu sudah dikalkulasi dan dapat diterima oleh warga. Mereka mengambil risiko yang sebetulnya sangat rawan tersebut.

Warga tetap mengambil risiko terjelek, karena mengaca pada pengalaman-pengalaman masa lalu. Tidak hanya pada tindak kriminal, tetapi di Indonesia sering terjadi kegaduhan politik yang menyebabkan rakyat seperti kembali hidup di rimba. Sebagian warga kalap, rumah dibakar, rumah dijarah, wanita diperkosa, sesama manusia dianiaya, dibunuh layaknya binatang. Indonesia harus terus belajar dengan pengalaman masa lalu dan berupaya memperbaikinya, sehingga pengalaman-pengalaman buruk dan memalukan ini tidak terulang pada masa kini atau mendatang.

Tidak Hanya Di Kota, Di Desapun Kemanannya Memprihatinkan

Sahabat kompasianer, di tingkat pedesaanpun tingkat perlindungan negara terhadap warganya sangat memprihatinkan. Tingkat pencurian besar sampai pembunuhan sangat sering terjadi. Pencurian tingkat kecil bahkan mulai jarang didengar. Yang terjadi adalah perampokan yang melibatkan gerombolan pencuri dalam jumlah besar. Sasarannya pun dipilih dengan cermat, mulai dari membabat tanaman yang siap panen, menguras tambak yang siap panen, menggasak sapi atau kambing dalam jumlah besar, merampok warga yang baru menerima hasil penjualan sawah atau hasil ladang.

Kehidupan rakyat kecil benar-benar tak terlindungi, tidak ada rasa aman, pemerintahpun tidak merasa bertanggung jawab. Kasihan rakyat kecil, dimana-mana hidupnya selalu susah, rasa amanpun tidak diperoleh. Ekonomi boleh saja tertinggal, tetapi rasa aman, seharusnya pemerintah mau dan mampu berjibaku. Hal yang mudah, kelihatan mata, ada orangnya, ada aparatnya, tetapi kok ya masih susah. Kapan lagi kalau tidak sekarang, apa harus menunggu 100 tahun lagi?

Bisnis Kemanan Swasta Muncul Bagai Cendawan

Sahabat kompasianer, keadaan tidak aman dan ditambah dengan ulah sebagian warga yang bertindak sebagai gerombolan manusia yang biasa dikenal dengan preman ini menyebabkan warga selalu cemberut dan pusing kepala. Bagaimana tidak pusing, mulai dari menurunkan barang, terutama bahan-bahan bangunan, berdagang di kaki lima, berdagang di tempat resmi, berusaha di rumahpun, semuanya di pajaki, katanya uang keamanan, biasa disebut uang jagoan.

Kondisi memalukan ini kemudian ditambah lagi dengan munculnya jasa keamanan swasta, yang menawarkan berbagai fasilitas, seperti : menawarkan jasa keamanan lingkungan, jasa keamanan pribadi (centeng), jasa keamanan kepada orang-orang yang berusaha, baik kecil meupun besar, jasa penagihan hutang ataupun jasa pengawalan. Semua tugas dan tanggung jawab polisi diambil alih tuntas oleh jasa-jasa keamanan swasta. Mereka beraktifitas dengan menggunakan simbul-simbul organisasi kemasyarakatan berbendera kesukuan, bendera kepemudaan, bendera keagamaan, bendera organisasi underbauw partai politik dll. Mereka tumbuh bagai jamur dan polisi tidak merasa terganggu dengan adanya organisasi yang meniadakan peran polisi negara.

Polisi seharusnya malu hati. Mereka harusnya segera mengambil tindakan tegas atas menjamurnya preman-preman terorganisir ini. Preman-preman yang mengambil alih peran polisi dalam suatu negara.

Kalau Polisi Tidak Mampu, Perlu Tindakan Darurat Negara

Sahabat Kompasianer, kalau dengan berbagai pertimbangan atau alasan, ternyata memang polisi sudah menyerah, rasanya pemerintah perlu mengambil tindakan penyelamatan dan perlindungan bagi warga negara. Negara perlu mengambil tindakan tegas guna memberikan rasa aman dan nyaman bagi warganegaranya, diantaranya :

ØMengikut sertakan tentara untuk menjaga keamanan dalam negeri. Tentara perlu dilibatkan untuk membantu polisi sampai pada saatnya nanti polisi dirasa mampu memberikan perlindungan kepada warganya secara maksimal. Polisi perlu diberikan shock terapi agar mampu menjalankan tugasnya dengan benar dan memadai. Tugas polisi tidak hanya di kantor. Tetapi mereka harus di lapangan, menjaga warganya. Tidak hanya pada siang hari, tetapi juga pada malam hari. Tidak hanya pada lingkungan bisnis, tetapi juga dilingkungan perumahan dan pedesaan. Warga harus mampu tidur dengan tenang dan nyaman. Mereka memang dibayar untuk berjaga, berkeliling dan memberikan rasa aman.

ØSudah saatnya negara memberikan kebebasan kepada warganya untuk memiliki senjata api yang dapat dipergunakan sebagai alat beladiri. Hanya diperkenankan digunakan di rumah, untuk menghalau pencuri atau perampok yang mencoba masuk rumah. Kepemilikan senjata ini dapat dimiliki oleh siapa saja, dengan sistim pencatatan yang rapi. Membawa senjata ke luar rumah harus tetap di larang dan untuk itu polisi harus melakukan razia secara rutin, dengan ancaman hukuman yang tinggi. Hak menggunakan senjata sebagai alat bela diri ini diharapkan akan mampu menekan tindak kejahatan di tingkat perumahan, walaupun akan timbul risiko. Namun demikian, memberikan rasa aman kepada warga, bagaimanapun harus mendapat prioritas utama.

ØSudah saatnya Indonesia memberlakukan kewajiban bela negara bagi penduduknya yang telah berumur 17 tahun ke atas. Melalui pendidikan bela negara selama 1 tahun dan wajib militer katakanlah selama 2 tahun, maka akan terbentuk warga negara yang mempunyai kemampuan bela diri secara memadai, tubuh yang sehat dan tingkat kematangan kejiwaan yang cukup, sehingga mereka mampu terjun ke masyarakat dengan lebih siap.

Sahabat kompasianer, kita semua berharap, agar negara kita akan terus berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan perldungan kepada warganya. Semoga kita semua dapat hidup dengan tenang, mulai dari pagi hari, berusaha atau bekerja, sampai kemudian tidur beristirahat di malam hari. Selamat datang kedamaian, semoga engkau segera nampak......salam kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun