Mohon tunggu...
Hartono
Hartono Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 2 Tahun 2023, Prodi PPG Sekolah Pascasarjana UM

Saya memiliki ketertarikan pada bidang sejarah, sosial, politik, pemerintahan, hukum dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Gentenan, Bentuk Interaksi Assosiatif & Kerukunan Umat Beragama di Desa Ngadas, Kabupaten Malang

19 Juni 2024   17:45 Diperbarui: 19 Juni 2024   17:57 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Wilayah Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, merupakan salah satu desa yang berada dalam komunitas masyarakat Suku Tengger yang mendiami kawasanTaman Nasional BTS (Bromo, Tengger, Semeru). Berada di sebuah kawasan pedalaman membuat mereka masih menjaga budaya dan adat istiadat yang ada, serta mempertahankan kearifan lokal yang dimiliki. Masyarakat Desa Ngadas mayoritas memeluk Agama Budha. 

Berbeda dengan tiga wilayah lainnya di Tengger yang sejak tahun 1973 memilih agama Hindu sebagai agama formal. Menurut penelitian Haryanto (2014), Masyarakat Desa Ngadas hampir 50% memeluk agama Budha, lalu 44,5% beragama Islam, umat Hindu berjumlah 5,8%, dan sisanya beragama Kristen.

Warga Desa Ngadas dalam menjaga tradisi dan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka memiliki tokoh pemimpin adat yang disebut dengan Dukun Adat. Dukun Adat memiliki tugas untuk menjaga kelestarian adat dan tradisi yang dimiliki oleh komunitas masyarakat Suku Tengger, serta memimpin acara-acara yang bersifat adat. Banyak upacara-upacara adat yang dilakukan dan masih dijaga oleh masyarakat Desa Ngadas. 

Upacara tersebut meliputi Tradisi Karo, Upacara Pujan, Upacara Kasada, Galungan, Unan-Unan, Mayu Desa, dan lain-lain. Tradisi dan ritual tersebut dilakukan setiap tahun menurut penanggalan Jawa.  Meskipun masyarakat hidup dalam kondisi agama yang berbeda, mereka tetap dapat hidup rukun dengan menjunjung tinggi adat istiadat dan rasa kebersamaan sebagai warga Tengger. Pola dari rumah yang dihuni oleh masyarakat Desa Ngadas tidak terpusat antara satu agama dengan agama lain, melainkan membaur satu sama lain. Masyarakat sangat hidup rukun dan berdampingan di tengah keberagaman agama yang dianut.

Dalam urusan kemasyarakatan, gotong royong selalu diutamakan tanpa membeda-bedakan agama. Bahkan mereka saling mengundang makan, saat terjadi perayaan Karo maupun dalam perayaan lainnya. Selain itu, mereka juga bergotong royong dalam perbaikan jalan, membangun sekolah, dan membangun rumah ibadah semua turut berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. 

Sikap kerukunan tersebut juga ditunjukkan dalam acara-acara pribadi atau individual, mereka saling bantu membantu. Baik dalam acara pernikahan ataupun acara kematian. 


Selain itu, dalam bidang peternakan dan pertanian, juga terwujud rasa kebersamaan dan kerukunan. Dibuktikan dengan rasa saling membantu, jika ada yang punya lahan luas, mereka akan meminta bantuan dengan sistem bagi hasil dengan orang yang tidak mempunyai lahan. Kerja sama tersebut hanya didasari dengan rasa saling percaya yang tinggi sesama masyarakat Tengger.

Dalam hal kepercayaan mistis, meskipun sudah memiliki agama yang berbeda-beda masyarakat Tengger masih memegang erat kepercayaan peninggalan nenek moyang mereka tentang makhluk ghoib dan roh leluhur. 

Masyarakat Ngadas masih meminta izin pada makhluk ghaib apabila melakukan sesuatu sebagai bukti saling menghormati. Sikap saling menghormati terhadap makhluk ghaib yang ada di sekitar mereka yang diwujudkan dalam berbagai upacara-upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat. 

Tradisi tersebut juga dilakukan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bentuk hormat kepada makhluk ghaib yang bertugas menjadi penunggu dan penjaga desa.

Kepercayaan yang sangat filosofis dan penuh makna tersebut juga diimplementasikan oleh masyarakat untuk berhubungan dengan orang lain. Sikap saling menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi kerukunan tetap dijaga sebagai bentuk menjaga tradisi yang ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun