Kompasianers, Ada Yang Mau Naik Haji Gak?
Adakah yang mampu menjawab pertanyaan itu? Jawabannya terlampau mudah-kan?, ya-iyalah, pasti mau! Nah, terus apa kita yakin 'sanggup' melaksanakannya sekarang, iyya sekarang, kapan lagi?
Menafsirkan kata 'mampu', sangat bebas nan luas oleh masyarakat kita. Berbagai macam cara dilakukan untuk bisa menjadi mampu/sanggup dalam upaya menyegerakan menunaikan rukun islam kelima, yakni berhaji. Baik proses mempersiapkan hal yang bersifat materil maupun non-materil.
Nah, bercerita ber-haji, kebetulan, saya bertemu Mbak Siti dan Mbak Rohmah, dua bulan lalu. Mereka berdua, teman lama saya, satu profesi sebagai pedagang di pasar tradisonal Segiri di Samarinda.
Dahulu, setiap pagi buta, kami berlomba menggelar dagangan sayur mayur di pasar tradisonal. Lama tak bersua, ehh ternyata di tahun 2015 lalu mereka berdua sudah melaksanakan ibadah haji, setelah menunggu antrean 10 tahun lamanya. Itu berarti semenjak 2005 mereka telah mendaftarkan niat suci mereka itu.
Banyak hal yang mereka ceritakan ketika berhaji kepada saya. Menginjakkan kaki di tanah suci katanya menjadi perjalanan yang tak terlupakan. Sembari menunjukkan dokumentasi photo-photo mereka ketika di tanah suci, pada layar HPnya di hadapan saya.
Hati saya lantas terbesit, "kapan giliran saya?".
Obrolan terus saja mengalir, saya lalu bertanya penasaran, berapa biaya haji pada saat itu. Mereka mengatakan kisarannya biaya sekitar Rp 30-an jutaan -- Wow besar juga yah---
Lalu pertanyaan besar saya meledak, bagaimana mereka mendapatkan dana berhaji sebanyak itu?
Jujur saja, pergaulan sehari-hari bersama mereka dahulu ketika berjualan, membuat kami sama-sama tahu betul, masalah keuangan kami. Saya-pun bisa saja menebak-nebak berapa penghasilan bersih yang mereka terima setiap harinya dari keuntungan berjualan sayur-mayur itu.