Pengawasan internal di instansi pemerintah, mempunyai peran sentral dan strategis dalam upaya percepatan pemberantasan korupsi, sehubungan dengan tugas dan fungsinya sebagai pemantau, pengawas, sekaligus mengevaluasi kinerja instansi pemerintah.
Semua pelaksanaan program dan kegiatan baik dari sisi anggaran maupun kinerja selalu dalam rentang kendali unit pengawasan internal. Selain itu, unit pengawasan internal juga wajib memberikan saran dan rekomendasi untuk perbaikan kinerja, bahkan harus melaporkan semua pelanggaran yang berindikasi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum (Kejaksaan dan KPK).
Tetapi, melihat kenyataan dan fakta yang terjadi, korupsi di instansi pemerintah, tetap saja berlangsung, bahkan kecenderungannya makin meningkat, seiring dengan penambahan anggaran negara yang dikelola masing-masing instansi pemerintah.
Mengapa hal itu dapat terjadi ? Antara lain, dari sekian banyak penyebab, karena unit pengawasan internal telah menyalahgunakan tugas dan fungsinya, bukan lagi sebagai pengawas, tetapi telah membuat persekongkolan jahat dengan unit kerja yang melakukan pelanggaran, sehingga pelanggaran (korupsi, kolusi dan nepotisme), tidak muncul ke permukaan.
Penyalahgunaan dan pelanggaran dalam pelaksanaan tugas dan fungsi unit pengawasan internal di instansi pemerintah, tentu saja bertentangan dengan semangat percepatan pemberantasan korupsi seperti yang diamanatkan oleh Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004.
Selama tidak ada langkah-langkah yang tegas, mendasar, dan secepatnya untuk mengatasi hal tersebut di atas, maka pemberantasan korupsi di instansi pemerintah, hanyalah slogan dan retorika bahkan semakin menambah pemborosan, dan kerugian anggaran/keuangan negara.
Solusinya antara lain, adalah melakukan restrukturisasi unit pengawasan internal instansi pemerintah agar lebih independen, sehingga tidak dapat dikontrol dan diintervensi oleh pimpinan instansi, yang secara struktural lebih tinggi daripada pimpinan unit pengawasan internal.
Perlu juga, merubah mekanisme pengangkatan dan penempatan pejabat pimpinan unit pengawasan internal, yang terlepas dari campur tangan pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan. Misalnya, pengangkatan pimpinan unit pengawasan, berdasarkan surat keputusan dari pihak eksternal (Ketua KPK atau Men PAN dan Reformasi Birokrasi).
Hal yang tidak kalah penting, adalah uji kelayakan dan kepatutan baik dari sisi moral, integritas, kompetensi maupun kredibilitas dari calon pimpinan unit pengawasan internal, karena pimpinan memegang peranan penting dalam memberikan jaminan apakah fungi dan tugas pengawasan internal dapat berjalan sebagaimana mestinya. Proses uji kelayakan harus dilakukan oleh pihak eksternal, bukan dari instansi pemerintah yang bersangkutan.
Lebih mendasar lagi, jika dikaitkan dengan program reformasi birokrasi, yang sedang gencar-gencarnya dilakukan, demi terwujudnya clean government dan good governance, maka pembenahan, restrukturisasi dan supervisi terhadap unit pengawasan internal di instansi pemerintah, mutlak perlu dilaksanakan, jika menginginkan berhasilnya percepatan pemberantasan korupsi, khususnya di instansi pemerintah.
Jika langkah mendasar itu tidak ditempuh, berarti memberi andil bagi makin suburnya tindak pidana korupsi, dan sangat ironis, melihat kenyataan unit pengawasan internal instansi pemerintah, menjadi sarang rekayasa kebohongan publik, dan turut menjadi thinktank modus operandi mafia korupsi, di instansi pemerintah.