Pandemi COVID-19 tentunya bukan hal yang asing lagi di telinga masyarakat Indonesia maupun dunia. Bulan Desember pada tahun 2019 lalu, virus yang dinamai Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2) ini muncul di Wuhan, China dan pertama kali ditemukan di Indonesia pada 2 Maret 2020. Tentunya dengan adanya pandemi yang melanda seluruh penjuru dunia, siklus ekonomi dan interaksi sosial menjadi terhambat akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang diterapkan mulai Januari tahun 2021 lalu. Dengan diterapkannya PPKM, pemerintah berharap bahwa penyebaran virus COVID-19 dapat diminimalisir dan mencegah efek ping-pong dari penyakit ini pada masyarakat Indonesia.
PPKM merupakan tindakan strategis yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menangani pandemi, namun tentunya hal ini juga berdampak buruk pada kondisi finansial dan sosial negara, dimana pemberlakuan PPKM memaksa para pekerja untuk bekerja dari rumah dan mengurangi bahkan sebisa mungkin untuk tidak berinteraksi secara langsung dengan orang lain yang berada di luar lingkungan rumah. Hal ini menyebabkan kecendurungan masyarakat untuk tidak bepergian jika dirasa tidak perlu atau mendesak, terutama pada hal ini, mengunjungi rumah sakit atau pusat kesehatan lainnya yang memiliki resiko tinggi untuk menjadi tempat penyebaran virus COVID-19 dikarenakan tingginya pasien yang menumpuk di fasilitas kesehatan akibat laju tingkat penularan virus yang cepat.
Akibatnya, kebanyakan masyarakat Indonesia yang terjangkit penyakit, baik virus COVID-19 ataupun penyakit lainnya memilih untuk melakukan isoman atau isolasi mandiri di kediaman masing-masing dan menghindari mengunjungi dokter secara langsung di fasilitas kesehatan kecuali sudah sangat terdesak. Hal ini menjadi percikan api yang menyalakan sumbu dari maraknya penggunaan telemedicine di Indonesia pada puncak pandemi ini. Pasalnya, telemedicine dapat menyediakan pemberian layanan kesehatan pemberian layanan kesehatan yang menggabungkan kepakaran medis dengan teknologi informasi yang mencakup konsultasi, diagnosa dan tindakan medis yang dilakukan dari jarak jauh (Kharis, 2021). Kemudahan dan kepraktisan dari telemedicine, ditambah dengan pembatasan mobilitas masyarakat, memaksa pasien dan dokter menggunakan layanan kesehatan jarak jauh melalui telemedicine dan mampu merubah persepsi masyarakat bahwa konsultasi kesehatan tidak harus dilakukan secara langsung antara dokter dan pasien.
Aplikasi-aplikasi telemedicine seperti Peduli Lindungi, Halodoc, dan sebagainya kian menjamur akibat banyaknya kebutuhan konsultasi dan pemeriksaan medis yang dapat dilakukan dari jarak jauh. Pada saat yang sama, semakin bertambah pula fitur-fitur yang dapat digunakan pengguna telemedicine untuk memudahkan akses Layanan kesehatan kapanpun dan dimanapun, seperti pembelian obat dan pemberian resep online yang dapat ditebus secara langsung tanpa harus mengantre sebagaimana pemeriksaan kesehatan lazimnya dilaksanakan. Per tahun 2022, layanan telemedicine yang paling banyak digunakan adalah layanan Halodoc di peringkat pertama sebanyak 46.5 persen dan telemedicine milik klinik atau rumah sakit pada peringkat kedua. Angka penggunaan telemedicine ini dapat meningkat seterusnya, jika saja penerapan digitalisasi kesehatan dilakukan dengan komitmen yang berkelanjutan.
Tentu saja, melakukan perubahan layanan kesehatan yang awalnya berbasis atas pertemuan langsung antara dokter dan pasien hingga menjadi bentuk digital sepenuhnya tidak akan dapat dilakukan karena diperlukannya adanya sambung rasa antar pasien dan dokter yang tidak dapat digantikan dengan sebatas video call dan kirim-mengirim pesan lewat smartphone ataupun gawai lainnya. Terlebih lagi, permasalahan kerahasiaan data rekam medis dan identitas pasien yang sewaktu-waktu dapat mungkin diretas dan disalahgunakan menjadi salah satu dari keraguan pasien yang mencegahnya untuk menggunakan telemedicine sepenuhnya.
Terlepas dari faktor-faktor tersebut yang dapat menghambat perkembangan serta penggunaan telemedicine di Indonesia, bisa kita berharap akan terwujudnya keberlanjutan dari perkembangan telemedicine di Indonesia, baik dari segi kebijakan tentangnya maupun system yang diterapkan untuk telemedicine.
Harsari Irzha Rahmadianti, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H