Mohon tunggu...
Harry Tjahjono
Harry Tjahjono Mohon Tunggu... lainnya -

penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rumah Kaca Hasto Kristiyanto

12 Februari 2015   23:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:19 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak sembarang orang “berani” melakukan tindakan “heroik” seperti Hasto Kristiyanto: membeberkan sejumlah pertemuan Ketua KPK Abraham Samad dengan beberapa elite PDIP (termasuk dirinya). Selain dalam konperensi pers Kamis, 22 Januari 2015, PLT Sekjen PDIP itu juga mengungkapkannya di DPR, menyerahkan bukti pertemuan kepada Bareskrim Polri danKPK, serta memberikan kesaksian di sidang pra peradilan Komjen BG. Menurut Hasto, hal itu ia lakukan karena, "Kami justru ingin menyelamatkan semangat KPK yang disalahgunakan pimpinannya."

Awalnya, alasan Hasto mengungkap pertemuan itu karena pernyataan Abraham yang membantah dan merasa difitnah tulisan “Rumah Kaca Abraham Samad” di Kompasiana. Padahal, sebenarnya Hasto dan PDI Perjuangan berupaya menutupi cerita tersebut. "Mula-mula kami sendiri mau menutupi. Kami enggak mau mengungkapkan. Tapi ternyata handphone saya kan disadap, dan yang sadap ini mungkin ada yang pro dan kontra," kata Hasto (Metrotvnews.com, 22/1/2015).

Tapi, belakangan Hasto mengakui alasannya membongkar pertemuan dengan Abraham karena terkait dengan penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus gratifikasi yang terkesan mendadak dan bermotif politis. Usai penetapan itu, Hasto pun langsung membongkar pertemuan dirinya dengan Samad ke publik. Pertemuan itu juga membuktikan gambaran tentang pimpinan KPK yang tidak bisa lepas dari kepentingan politik (Rimanews.com, 4/2/2015).

Meskipun ada perubahan alasan, saya tetap takjub dengan tindakan Hasto yang tentu membutuhkan “nyali rangkap’ tersebut. Hanya saja, selain takjub, saya juga terusik keraguan—terutama pada pernyataan Hasto bahwa konperensi pers yang digelar untuk membeberkan “borok” Abraham Samad (dan sebenarnya juga “borok” PDIP) itu ia lakukan tanpa minta izin terlebih dulu ke Ketua Umum PDIP Megawati. "Ini insiatif saya seorang, tak perlu minta restu ke Ibu Mega. Kalau saya minta izin, pasti tidak akan disetujui, karena KPK dibentuk di era Ibu Mega jadi presiden," kata Hasto seusai konferensi pers (TEMPO.CO, 22/1/2015).

Apalagi Hasto mengakui bahwa pertemuan dengan Abraham Samad itu sebenarnya melanggar kode etik yang ada. Alhasil, jika Hasto menyatakan konperensi pers yang bisa mencemari etika PDIP tersebut digelar tanpa minta ijin Megawati, rasa-rasanya kok janggal gitu lho. Hasto yang asli Yogyakarta tentu paham bahwa bagi orang Jawa, minta restu untuk melakukan sesuatu itu sudah menjadi kelaziman tata krama.Oleh karena itu saya bisa memahami jika dalam wikipedia tertulis, “Niatnya yang bulat untuk terjun ke dunia politik tak lepas dari campur tangan gereja. Bagi Hasto, sosok gereja juga sangat berperan atas pembentukan dirinya melalui kaderisasi dan bimbingan seorang pastor. Bahkan, hingga kini, Hasto masih melakukan bimbingan rohani dengan Pastor Herman Joseph Suhardiyanto SJ.”

Religiousitas Hasto, ditambah pernyataan Masinton Pasaribu, politisi PDIP dan Anggota Komisi III DPR RI, bahwa,"Menurut keyakinan saya, Mas Hasto tidak pernah berbohong," kata Masinton seperti dikutip satuharapan.com, Jumat (23/1), terkadang membuat saya meragukan keraguan saya sendiri. Masa iya sih politisi religius dan tidak pernah berbohong bisa mendustakan perkara sepele seperti mengatakan tidak minta ijin padahal sebenarnya minta ijin?

Maka, meskipun kaget, saya juga tak begitu percaya ketika membaca berita bahwa: Ketua DPC PDI Malang, Peni Suparto, akan mengirim mosi tidak percaya yang ditandatangani oleh 31 Cabang PDIP se Jawa Timur tentang ulah Hasto Kristiyanto ke Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri. "Saya ingin sampaikan kejahatan Hasto selama ini," katanya, Senin (29/1/2013) di Malang, kepada Aktual.co. Peni mengutip salah satu poin dalam dokumen mosi tidak percaya itu bahwa Ketua DPC PDIP Tulungagung diminta uang oleh Hasto sebesar Rp1 miliar agar dia bisa dapat rekomendasi dari DPP PDIP.  Dan Peni juga sebut Hasto juga masih meminta uang untuk teman-temannya di DPP. "Ini kan kasihan, sudah uangnya tidak dikembalikan, rekom tidak turun kepadanya," ungkapnya.

Itu memang kasus lama, 29 Januari 2013, di saat Hasto masih menjabat Wakil Sekertaris Jenderal Bidang Kesekretariatan DPP PDIP. Entah bagaimana akhirnya, saya kehilangan minat untuk melacaknya.

Bagaimanapun, Hasto pernah terpilih jadi anggota DPR RI periode 2004-2009. Sayangnya, keanggotaannya di DPR RI tak berlanjut karena pada Pemilu 2009 ia gagal terpilih lagi. Tapi, sewaktu jadi anggota DPR, Hasto pernah menolak beberapa RUU,di antaranya RUU Free Trade Zone Kawasan Batam. Sebab, di balik RUU itu, menurutnya terdapat kepentingan perusahaan-perusahaan besar yang ingin berinvestasi di wilayah itu. Hasto juga menolak tawaran tanah, uang, dan kedudukan untuk memuluskan suatu kebijakan. Misalnya saat pembahasan RUU penanaman modal, pembahasan impor beras, lelang gula ilegal, pemberian konsesi minyak Blok Cepu Exxon. Demikian menurut wikipedia.

***

Setelah sejumlah jabatan menteri, antara lain Menhukam, Menkopolkam, Menteri BUMN dan bahkan Jaksa Agung diduduki politisi KIH, apa pentingnya sih mendudukkan seorang tersangka jadi Kapolri? Pertanyaan itu saban hari selalu saja datang mengganggu--terutama karena Presiden Jokowi sudah mencanangkan anggaran ratusan triliun rupiah untuk membangun puluhan waduk, irigasi, jalan tol, jalan kereta api dan infrastruktur lainnya. Bahkan kabarnya sejumlah BUMN juga bakal digelontor dana segar senilai Rp72 triliun. Bak ada gula ada semut, anggaran berjumlah ratusan triliun itu tentu berpotensi mengundang banyak orang untuk ikut bancakan.

Sebelum terlanjur berprasangka buruk, saya mencoba optimitis. Antara lain dengan berpaling pada Hasto yang telah berhasil menyelamatkan KPK, meskipun dalam kondisi lumpuh, sehingga dengan demikian saya merasa pantas berharap-harap cemas PLT Sekjen PDIP itu pada saatnya akan “menyelamatkan Indonesia. Siapa tahu, bukan? Dan mudah-mudahan tidak diselamatkan dalam kondisi lumpuh.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun